tak di sangka

Avril dan kakek nya berlari menuju rumah sakit setelah sebelumnya turun dari taksi.

mereka datang dengan tergesa-gesa dan berlinang air mata, doa tak henti-hentinya keluar dari mulut Avril juga kakek nya.

kakek Avril menggenggam tangan Avril untuk memasuki ruang bertuliskan 'UGD' di atas nya.

namun sebelum mereka berhasil masuk, tiba-tiba pintu itu sudah terbuka dan terlihat lah bangsal rumah sakit yang di dorong keluar kamar.

Avril dan kakek nya menepi sambil melihat kearah sana.

"maaf bapak siapa ya?" tanya salah satu suster yang baru saja keluar dari ruang UGD.

"saya keluarga dari orang yang kecelakaan semalam, keluarga saya ada dimana?" tanya kakek berusaha tenang.

"bapak bisa ikut kami" kata si suster sambil berjalan duluan meninggalkan Avril dan kakek nya yang kebingungan.

mau tak mau mereka mengikuti suster itu dan ternyata mereka memasuki kamar mayat bersama dengan bangsal rumah sakit tadi.

firasat sang kakek sudah tidak enak begitu juga dengan Avril yang hanya terdiam di samping kakek nya.

suster dan dokter berhenti di samping salah satu bangsal dengan kain putih yang menutupi si mayat.

"mohon maaf pak, 3 orang dari keluarga bapak sudah tidak bisa di selamatkan lagi karna luka yang sangat serius. kami turut berduka cita" ucap dokter pria kepada kakek Avril lalu menunduk.

mendengar itu, pecah tangis dari Avril dan kakek nya terdengar seisi ruangan tersebut membuat hawa sedih menyebar ke para suster dan dokter yang berada disana.

"dokter Tirta.. saya mau memastikan dulu kalau itu anak saya" kata sang kakek masih tak percaya, dokter pun mengangguk.

kakek Avril membuka kain putih yang menutupi wajah seseorang dengan perlahan, air mata nya tak berhenti menetes.

sedangkan dokter dan suster membuka kain penutup itu di beberapa bangsal lain.

kakek Avril memeluk salah satu jasad tersebut sambil terus menangis.

memang benar itu anak nya, Nelly.

Avril berlari memeluk jasad mama nya yang telah terbujur kaku tak berdaya.

"MAMAAAA BANGUUN!!" teriak Avril menangis histeris.

"nak, kalian kenapa pergi duluan, maafkan papa" ucap kakek sambil mengelus kepala Nelly dengan lembut.

"kakek mama kek.." Avril menahan rasa sesak di dada nya.

ia melihat ke bangsal di sisi lain, ternyata itu abang dan papa nya.

tangisan Avril semakin menjadi-jadi saat tau bahwa ia di tinggal 3 orang sekaligus dalam waktu yang bersamaan.

"papa, mama, abang hiks.." kakek Avril memeluk Avril dengan erat, lalu mereka berdua menangis bersama.

Avril tak sanggup berkata-kata begitupun dengan kakek nya, hati mereka sangat sakit dan sesak rasanya.

"kami akan segera menyiapkan semua nya untuk mengantarkan beliau sampai ke rumah" kata dokter pelan dan di balas anggukan dari kakek.

"dokter, kakak saya dimana?" tanya Avril pada si dokter dengan suara serak.

"kakak kamu masih tak sadarkan diri, ayo ikut saya" Avril mengangguk dan mengikuti dokter keluar ruang mayat.

si kakek setia di samping jasad anak nya sambil menggenggam tangan Nelly lalu mengelus nya pelan.

"Nelly, papa harap kamu, Axel, dan Jordan tenang disana, kalian sudah tidak merasakan sakit lagi, maafkan papa, seharus nya papa duluan yang pergi tapi ternyata Tuhan lebih sayang sama kalian"

"papa masih ga nyangka kalian pergi secepat ini, padahal hari ini putri kamu ulang tahun. seharus nya kalian potong kue di rumah"

kakek tak bisa membendung air mata nya, ia sangat hancur melihat wajah anak nya yang sudah tiada.

"papa janji, papa bakal jaga Avril seumur hidup papa. sama seperti papa menjaga kamu, nak. istirahat lah dengan tenang" kakek mencium dahi Nelly cukup lama lalu melepaskan nya.

•••

Avril berdiri melihat keadaan kakak nya yang masih koma dengan beberapa selang infus di tangan dan bagian tubuh lain nya.

hanya Tasya dan kakek yang Avril miliki sekarang, ia tak tahu lagi harus bagaimana, Avril masih shock.

tangan Avril bergerak mengelus rambut sang kakak dengan lembut lalu menangis.

entah mengapa, rasa bersalah muncul di dalam hati nya. ia merasa bahwa ini semua terjadi karena diri nya.

"maaf, kak" Avril menahan tangisannya dan hal itu membuat dada Avril sesak.

"kakak jangan kaget ya kalau nanti bangun terus tau papa, abang, sama maka udah ga ada" dokter yang mendengar itu pun ikut menetes kan air mata walaupun tidak terlalu terlihat karna kacamata yang ia pakai.

"sabar ya, kakak kamu akan segera sadar nanti" dokter pria itu mendekati Avril lalu mengusap bahu Avril, berusaha untuk menenangkan nya.

Avril mengangguk pelan lalu mengusap air mata nya dengan punggung tangan.

si dokter tak bisa membayangkan bagaimana jika dia berada di posisi Avril sekarang, di tinggal orang tua sekaligus abang nya pada waktu yang bersamaan pasti dia akan sangat hancur.

"ayo ikut saya" Avril mendongakkan kepala menatap dokter tersebut.

"kemana?"

"kita ke taman belakang sana"

mereka pun pergi kesana dan Avril hanya menurut lalu duduk di kursi panjang samping dokter.

"nama mu siapa?" tanya si dokter menatap Avril.

"Avril dokter" jawab Avril pelan.

"nama mu bagus, perkenalkan saya dokter Tirta. kamu bisa panggil saya paman"

kata dokter Tirta memperkenalkan diri, Avril mengangguk.

"berapa umur mu sekarang?" tanya dokter itu berusaha mengenal Avril lebih jauh.

"sekarang 15 tahun, hari ini Avril ulang tahun dokter. tapi mama, papa sama abang malah pergi" Avril meneteskan air mata lagi lalu mengusap air mata nya lagi dan di lakukan terus menerus.

mata anak gadis itu sudah sangat sembab dan hidung nya merah.

dokter mengelus kepala Avril dan tersenyum hangat.

"menangis lah, nak. jangan di tahan, tidak akan ada yang marah padamu" Avril yang mendengar itu akhirnya menangis sejadi-jadinya dengan kepala menunduk dan bahu yang turun naik.

dokter paham betul bagaimana perasaan Avril saat ini karna itulah dia berusaha untuk membawa Avril ke tempat terbuka agar perasaan anak gadis itu lebih tenang.

Avril mengingatkannya pada anak laki-laki nya yang berusia tak jauh berbeda dari Avril.

"paman dapat ini dari tim kepolisian, kamu bisa buka ini di rumah" Avril mengangkat kepala nya dan melihat ke arah tangan si dokter.

ternyata ada sebuah kotak berpita dengan kondisi yang sudah rusak setengah nya, pasti karna kecelakaan itu.

Avril menatap dokter Tirta sekilas lalu mengambil kotak tersebut perlahan.

"terima kasih paman"

"saya rasa itu hadiah dari keluarga mu, nak" Avril penasaran namun sekaligus sedih karna kotak itu.

"iya paman, nanti Avril buka ini di rumah" Avril memaksakan diri untuk tersenyum tipis kepada dokter Tirta.

•••

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!