Tubuh Elsa tiba-tiba terasa ringan bagai terbang di udara, dia terduduk di sofa ruang tengah apartemennya, mendengar semua itu airmata mengalir dari kedua sudut matanya.
"Kenapa? Kenapa harus seperti ini?" lirihnya sambil berurai air mata. "Padahal selama ini aku tetap berjuang dan bersabar demi untuk bisa mendapatkan restu kedua orang tua mu, namun mengapa akhirnya kamu malah harus menjadi milik orang lain?" sambung Elsa meratapi nasib percintaannya dengan Ares yang dia jaga selama empat tahun ini.
Selama itu juga Elsa berlapang dada untuk menerima menjadi kekasih rahasia Ares, di sembunyikan dari keluarganya, dari lingkungan kantornya dan dari semua orang, Elsa rela hanya di kenal orang sebagai sekretaris Ares saja di kantor.
"Elsa, sayang! Aku menolaknya, aku sudah menolak permintaan mereka. Aku hanya ingin menikah dengan mu, mana mungkin aku mau menerima perjodohan itu." Ares memeluk tubuh Elsa kembali dengan eratnya seakan dia tidak mau kehilangan orang yang paling di sayanginya itu.
beberapa jam berlalu begitu cepat, hingga langit sudah berubah mmenjadi gelap, Ares dan Elsa tidak banyak berbicara, keduanya sibuk dengan pikiran mereka masing-masing, terlebih Ares yang sejak tadi terud melihat layar ponselnya menunggu kabar mengenai keadaan ibunya, namun tidak satu orang pun yang mengabarinya, bahkan orang-orang yang dia hubungi dan kirimi pesan untuk mencari tahu keadaan ibunya tidak menjawab, termasuk Panji sang ayah yang terus mengabaikan panggilan telepon dan pesan darinya.
"Sayang, apa kamu tidak lapar? Sebaiknya kamu makan dulu." ujar Elsa yang baru saja memasak makanan favorit Ares.
namun Ares menggeleng, "Tidak, kamu makan duluan saja!"
Tidak biasanya Ares menolak makanan yang di masak Elsa, karena semua makanan yang di masak Elsa merupakan favoritnya dan dia tidak pernah bisa menolak itu.
"Penyakit lambung mu akan kambuh jika kamu tidak makan seperti ini, ayolah, aku suapi ya!" bujuk Elsa membawa piring berisi makanan hasil masakannya.
"Tolong jangan paksa aku, mana mungkin aku bisa menelan makanan, sementara aku tidak tahu kondisi ibu ku seperti apa." tolak Ares.
Sungguh saat ini Ares berada dalam dilema yang luar biasa, dia sungguh tidak bisa memilih salah satu dari dua wanita yang yang sangat di sayanginya itu, antara ibunya dan Elsa baginya bukanlah sebuah pilihan.
"Sayang, aku sudah memikirkan ini matang-matang, aku rasa sebaiknya kamu temui ibu mu, aku tidak tega melihat mu tersiksa dengan perasaan kacau dan sedih seperti ini." kata Elsa.
"Tapi sayang, kalau aku kesana, itu berarti aku menerima perjodohan itu, aku tidak mau." lagi-lagi Ares menunjukkan penolakannya.
"Tapi aku juga tiodak mau melihat mu seperti ini, percayalah, jika memang takdir kita bersatu, apapun rintangannya pasti akan bisa kita lalui, seperti empat tahun ini, kita bisa melewati hubungan rahasia kita, dan untuk kedepannya aku juga tidak keberatan untuk tetap menjadi kekasih rahasia mu, aku mencintai mu, aku rela menjadi kekasih gelap mu di sepanjang hidup ku, percayalah!" ujar Elsa dengan airmata yang kini menganak sungai di pipinya.
"Sayang, maafkan aku. Aku benar-benar tidak berdaya, sungguh aku dalam posisi yang sangat sulit saat ini, aku bingung." Ares mengecupi kedua tangan Elsa dan menyeka air mata di pipi kekasihnya itu, lantas mencium lembut pipi yang masih terasa lembab itu.
"Aku tau, aku sangat mengerti, sebaiknya kamu cepat ke rumah sakit dan temui ibu mu, jangan sampai kamu menyesal jika terjadi apa-apa padanya, ikuti semua kemauan orang tua mu, namun berjanjilah untuk tidak ada yang berubah di antara kita." ujar Elsa.
"Elsa,,, terimakasih, kamu mau mengerti aku, kamu mau bersabar demi aku, aku berjanji tidak akan ada yang berubah di antara kita, di hati ini tetap ada kamu dan hanya akan ada kamu,"
Sedikit beban dalam dada Ares seperti menghilang saat Elsa dengan lapang dada merelakan Ares untuk menerima perjodohan itu demi orangtuanya.
**
Di rumah sakit Ares melihat ayahnya duduk sendirian di bangku lorong yang sepi, kepalanya tertunduk lesu membuat hati Ares berdegup tidak menentu, pikiran-pikiran buruk memenuhi kepalanya, terlebih tak jauh dari tempat ayahnya duduk saat ini adalah kamar pemulasaraan jenazah, perasaan Ares semakin berkecamuk tidak karuan.
"Ayah, mana ibu? Mana ibu?" tanyanya seraya memutarkan pandangannya ke setiap sudut lorong rumah sakit yang sepi itu.
Panji tidak menjawab pertanyaan putranya, dia malah membuang wajahnya dari pandangan Ares. "Untuk apa kamu tanyakan keberadaan ibu mu? Bukankah kamu lebih memilih wanita itu dari pada waita yang telah melahirkan mu? Sebaiknya kamu pergi dari sini jika kedatangan mu ke sini hanya untuk menyakiti perasaan kami dengan penolakan mu."
"Ayah,,, bukan begitu. Aku tidak bermaksud seperti itu. Aku--- aku setuju, aku setuju dengan perjodohan itu, aku akan menuruti kalian, tapi tolong katakan dimana ibu, aku ingin bertemu dengan ibu!" pinta Ares yang akhirnya mengalah pada keputusan ayah dan ibunya.
"Benarkah? Kau mau menerima perjodohan itu?" tanya panji setengah tidak percaya dengan apa yang sedang di dengar dari mulut putra kesayangannya itu.
"Iya, aku akan menuruti kemauan kalian, aku mau menerima perjodohan itu, ayolah, katakan dimana ibu?" Ares mulai tidak sabar.
"Ibu di sini." ujar Sekar yang kini berdiri di belakang Ares yang sedang berhadapan dengan ayahnya sehingga dia tidak tahu jika ibunya sejak tadi berada di belakangnya dan mendengarkan semua yang di katakan putranya itu.
"IBU! Oh Tuhan ibu ada di sini, aku pikir---" mata Ares melirik ke ruang jenazah tubuhnya seketika bergidik ngeri memikirkan hal buruk itu, sungguh dia belum siap jika harus kehilangan ibunya secepat itu.
"Hei, apa kamu mengira ibu mu mati? Anak kurang ajar!" Sekar menepuk punggung Ares yang masih memeluknya dengan erat.
"Kali ini Tuhan masih memberi ibu umur untuk melihat mu di pelaminan, tapi jika sampai kamu mengingkari janji mu tadi, mungkin kamu akan menemui ibu mu di ruangan itu!" Sekar mengarahkan telunjuknya ke arah kamar jenazah itu.
"Ishhh,,,, ibu, horor banget. Amit-amit! Tenang saja aku akan mengikuti kemauan ibu dan ayah asalkan kalian selalu sehat dan bahagia." ujar Ares.
Ya, Ares memang rela melakukan apapun demi kebahagiaan kedua orangtuanya, meski dia harus mengorbankan kebahagiaannya sendiri sekalipun.
"Hari minggu ini kita akan bertemu dengan calon istri mu dan juga calon mertua mu." Panji menimpali.
"Hari minggu? Bukankah itu besok?" kaget Ares tidak menyangka jika perjodohan itu akan datang sangat cepat di hidupnya.
"Hmmm, tepatnya besok malam!" angguk ibunya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Uthie
seruuuuu 🤗
2024-01-17
1