BAB 19

Mendengar orang orang membicarakannya, White mulai gelisah. Dia yakin jika saat ini, dirinya menjadi pusat perhatian. Dan mungkin saja, orang orang sedang menatapnya iba, menatapnya penuh rasa kasihan padanya. Ya, ketakutannya menjadi nyata.

Airi mengeratkan pegangan tangannya dilengan White. Dia bisa merasakan jika saat ini, suaminya itu sedang gemetaran. Semua akan baik-baik saja Bang, bisiknya pada White.

"Suami saya tidak bisa melihat." Ucapan lantang Airi membuat orang-orang disana langsung ber oh ria sambil menggut manggut. Ternyata apa yang ada dipikiran mereka benar. Sedang wanita tadi, dia tampak terkejut, begitupun dengan kekasihnya. "Saya sangat yakin, kejadian tadi hanya suatu ketidak sengajaan."

Wanita itu tampak salah tingkah. Dia benar-benar tak menyangka jika pria yang menyenggolnya tadi adalah seorang tunanetra.

"Aku hanya tak sengaja menyenggolnya tadi, bukan mau melecehkannya. Aku berani bersumpah." Dengan suara yang bergetar, White memberi penjelasan.

WhiteWhiteWhiteWhite"Kamu sudah dengarkan, suamiku hanya gak sengaja, bukan mau melecehkan." Airi masih memberikan tatapan sengit pada sepasang kekasih itu. Tangannya masih mengepal kuat, rasanya ingin balas menonjok pria sok jagoan itu.

"Maaf, saya tidak tahu jika suami kamu tidak bisa melihat," ujar wanita itu sambil menunduk malu. Sebenarnya dadanya memang gak dipegang, hanya kesenggol lengan, tapi karena tak terima, dia sengaja bilang dipegang.

"Huuu...." Orang orang disana meneriakinya.

"Minta maaf Mas, Mbak. Udah nuduh sembarangan, udah nonjok pula," seorang gadis unjuk bicara membela White dan Airi.

"Ya, minta maaf, minta maaf." Karena terus dipojokkan, wanita tadi dan kekasihnya meminta maaf pada White dan Airi.

"Sayang ya, ganteng tapi buta." Seorang wanita tampak kasihan melihat White. Dan beberapa lainnya juga merasa sama. Mereka memberikan tatapan ibanya.

"Buta tapi istrinya cakep banget," celoteh seorang pria muda.

"Njirr, gue yang bisa liat aja, masih jomblo. Yang buta malah dapet yang cakep, pakai banget lagi."

Airi tak menggubris omongan mereka. Melihat pipi White yang memerah karena tamparan, serta didekat mulutnya membiru karena tonjokan, dia merasa telah gagal menjaga White. Harusnya tadi dia lebih sabar lagi, menunggu semua orang benar-benar keluar, baru dia membawa White keluar. "Maafkan Ai Bang, Ai gagal jaga Abang," lirihnya sambil menahan tangis.

"Ayo kita pulang," pinta White dengan nada datar.

Airi menelepon pegawai toko gitar, menyuruhnya membawakan gitar ketempat parkir. Sementara dia segera mengajak White meninggalkan gedung bioskop menuju tempat parkir.

Setelah berterimakasih dan meletakkan gitar dibangku belakang, Airi membantu White masuk kedalam mobil. Setelah itu, dia memutari mobil lalu masuk kebagian kemudi. Dia hendak memasangkan sabuk pengaman tapi White langsung menolak.

"Aku bisa sendiri."

Airi yang sudah mencondongkan badan untuk mengaitkan sabuk, terpaksa kembali memegakkan badan.

White berusaha untuk memasang sendiri seatbeltanya, tapi sayang, hal itu tak semudah dugaannya. Berkali kali dia coba memasanh pengait, tapi selalu gagal. Pekerjaan yang biasanya dia anggap remeh itu, mendadak sangat sulit dia lakukan.

"Shiit," Umpat White sambil menendang pintu. Dia menunduk dengan mata memanas. Dadanya terasa sesak. Semenyedihkan itu dirinya, hanya untuk memasang seatbelt saja tidak mampu.

Airi menggigit bibir bawahnya untuk menahan tangis. Menyakitkan sekali melihat White yang tampak putus asa seperti ini. Dia mencondongkan badan lalu memasangkan seatbelt dibadan suaminya itu. Dan kali ini, White tak lagi menolak.

Tak ada obrolan apapun setelah itu, mereka saling diam sampai mobil yang dikendarai Airi sampai dihalaman rumah. Dia keluar lebih dulu lalu membantu White turun dan menuntunnya hingga ruang tengah.

Airi kedapur untuk mengambil air hangat dan washlap lalu kembali menghampiri White yang duduk disofa ruang tengah.

"Maaf," ujar Airi sambil mengompres luka memar diwajah White. "Harusnya kejadian tadi tak sampai terjadi."

"Kau benar, harusnya tak sampai terjadi, kalau saja kau melakukan tugasmu dengan benar," sinis White. "Kau selalu bilang akan menjadi mata untukku, tapi kau sudah gagal melakukannya. Atau memang ini yang kamu mau, mempermalukanku didepan umum?"

Airi menggeleng cepat. Meletakkan washlap lalu menggenggam erat tangan White. "Itu tidak benar Bang. Aku tahu aku gagal, tapi tidak benar jika aku berniat mempermalukanmu. Maaf, sekali lagi aku minta maaf. Aku salah Bang, aku gagal menjadi mata untukmu," ujar Airi sambil terisak.

White menarik kasar tangannya yang berada digenggaman Airi. Bangkit dari duduknya dan hendak pergi, naman Airi lebih dulu menahan lengannya.

"Kau boleh marah padaku, boleh memakiku sesukamu. Tapi jangan pergi dulu, biarkan aku mengobati lukamu."

Karena pipi dan rahangnya memang terasa ngilu, akhirnya White duduk kembali, membiarkan Airi lanjut mengompres lalu mengoles obat dilukanya.

"Aww..." White meringis saat Airi mengoles salep diluka memarnya.

"Maaf, aku akan lebih pelan lagi." Setelah mengoles salep diluka memarnya, Airi juga mengobati sudut bibir White yang sobek.

"Awww.." Lagi-lagi, White meringis.

"Perih ya?" Airi mendekatkan wajahnya lalu meniup luka sobek di sudut bibir White yang baru saja dia oles obat.

Jantung White seketika berdegup kencang. Dia bisa merasakan nafas Airi yang menyapu bibirnya. Seketika, ingatan tentang ciuman mereka siang tadi, kembali melintas.

Terpopuler

Comments

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝘛𝘢𝘯𝘵𝘪 𝘒𝘪𝘵𝘢𝘯𝘢💕💕

𝑾𝒉𝒊𝒕𝒆 𝒌𝒐𝒏𝒕𝒓𝒐𝒍 𝒆𝒎𝒐𝒔𝒊𝒎𝒖

2024-05-03

1

💗vanilla💗🎶

💗vanilla💗🎶

kelazz airi

2024-03-12

0

Eny Hidayati

Eny Hidayati

jangan marah bang, mata Airi tidak salah ... bagaimanapun bila jalan keluar dari bioskop itu tidak bisa jalan leluasa...

2024-03-12

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!