...Suara yang tak asing terus menggema di telinga. Ingin menyapa sang pemilik suara tetapi, cukup sadar diri jika Dia... tak pantas di miliki....
...----------------...
Pagi yang disambut dengan cahaya mentari yang mulai menghangatkan seluruh kota Medan. Terlepas dari sinar yang memancar, ada seorang Ervin Evano yang masih bergelut dengan kegiatan paginya yakni... berolahraga.
“Hei Ervin, kenapa kau tak segera bersiap diri sana? Ingat kau, sift pagi hari ini. Lagipula ini sudah jam tujuh pagi, apa kau tak lihat sudah siang itu.” Bang Jamal pun menggerutu kesal pada Ervin.
“Iya Bang, Ervin tahu kok. Ervin berangkat jam setengah sembilan nanti. Daripada waktu luangnya kosong dengan sia-sia lebih baik kan... olahraga.” Ervin menghentikan olahraga push up nya setelah melihat bang Jamal yang melenggang pergi begitu saja.
Ervin menghela napas panjang mengingat bang Jamal yang sama saja seperti seorang perempuan, mudah merajuk. Meskipun bukan saudara kandung Ervin menganggap bang Jamal sebagai kakak lelakinya. Dan itu sudah Ervin lakukan semenjak ia baru pertama kali menginjakkan kaki di Universitas Sumatera Utara.
Di mana bang Jamal saat itu adalah sopir angkot yang mengantarkan Ervin ke Universitas Sumatera Utara. Bahkan, semenjak Ervin membantu bang Jamal melunasi hutang dari seorang rentenir bernama Haidar Mahesa, Ervin menjadi anggota keluarga bang Jamal.
“Kak Sita, kalau nanti Raza sudah memasuki masa liburan bagaimana kalau kita ke pantai begitu? Setuju atau tidak?”
Ervin menghampiri kak Sita yang masih menyiapkan sarapan untuk mengisi perut mereka di pagi hari. Dan setelah meneguk satu gelas air Ervin mendekati bocah lelaki yang kini sudah berusia dua belas tahun itu.
“Bagaimana menurut kamu, Raza?” bisik Ervin.
“Siap.” Raza mengacungkan kedua jempolnya.
“Halah, tak usah kau sombong begini, Ervin. Mau sok-sok an ngajak liburan, mending uang kau itu ditabung. Ingat, hidup itu terus berjalan kadang kita bisa di atas dan kita juga bisa kembali dibawah.” Bang Jamal yang mendengar rencana Ervin pun menolak.
Lagi-lagi Ervin menarik napas panjang, ia merasa bahwa tujuannya mengajak Raza salah juga menurut bang Jamal. Bukan maksud bang Jamal juga yang tak ingin liburan tetapi, bang Jamal hanya merasa kasihan terhadap hidup Ervin yang berliku.
Ditinggal kedua orang tua dan harus menjadi tulang punggung bagi dirinya sendiri yang memang membutuhkan uang untuk tetap bertahan hidup, serta melunasi hutang yang kian menumpuk milik pak Jamal, tentu hal itu tidaklah mudah.
Ervin harus mencari penumpang di kala tidak sedang kuliah, setelah pulang kuliah pun ia harus mencari penumpang lagi demi uang yang ingin dikumpulkan sebanyak mungkin.
“Ervin tahu Bang, niat abang baik sama Ervin. Tapi, bukankah kita semua juga butuh liburan? Sekedar menghibur lara,” ucap Ervin dengan nada datar.
“Yang lara itu hati kau, Ervin. Mau sampai kapan kau terus seperti ini?” tanya bang Jamal memojokkan Ervin.
Ervin tidak menjawab, ia melenggang pergi begitu saja ke kamarnya. Bukan tak sopan, hanya saja Ervin tidak mau lagi dipaksa untuk membuka hatinya kembali. Cinta yang pernah ia rasakan cukup sekali membuatnya sakit hati dan kehilangan. Dan alhasil, Ervin masih terjebak dalam rasa cinta di masa lalunya.
Untuk menyegarkan kembali tubuh dan pikirannya yang lelah, Ervin membasahi seluruh tubuhnya dengan kucuran air dingin.
...----------------...
Kak Sita yang sedari mendengarkan obrolan antara suaminya dengan Ervin, kini perempuan itu tidak bisa tinggal diam. Sudah cukup baginya untuk terlalu ikut campur dalam kisah asmara yang dijalani Ervin.
“Bang Jamal tak seharusnya berkata seperti itu kepada Ervin. Lihatlah! Dia langsung muram ketika bang Jamal memintanya untuk membuka hati kembali. Dan aku yakin, bang Jamal masih teropsesi sama tujuan awal bang Jamal itu, kan?” ketus kak Sita.
“Kalau memang iya kenapa? Apa kau tak setuju dengan tujuanku itu, hmm? Ervin itu akan merasa bahagia bersama Aurora, anak Profesor Nathaniel itu. Dan jangan lupa...”
“Sudah cukup. Hutang budi itu tak seharusnya Ervin bayar sendiri. Kita juga wajib membayarnya, Bang. Jika tak ada niatan membantu kita maka, Ervin tidak akan terjebak dengan keluarga kita yang sudah banyak hutang.”
Brak...
Kak Sita merasa amat kesal dengan tingkah bang Jamal yang seakan terus memaksa Ervin memiliki hubungan serius dengan Aurora. Perjalanan yang cukup panjang hingga rasa benci dari seorang Aurora terhadap Ervin dulu kini telah berubah menjadi cinta.
“Uda, kita langsung berangkat saja ya! Raza tak ingin sarapan di rumah, Raza sudah siapkan bekal untuk makan di sekolah nanti. Kita langsung berangkat saja, Raza tidak mau mendengar Bapak sama Inang bertengkar terus.” Tatapan Raza nampak terlihat memohon. Hingga Ervin pun tak bisa menolaknya.
“Let's go! Kita langsung berangkat. Tapi, kita wajib berpamitan dulu.” Raza mengangguk.
Setelah berpamitan Ervin menyalakan motor scoopy miliknya dan sebelum langsung pergi ke rumah sakit Ervin akan mengantarkan Raza ke sekolah.
...----------------...
Setelah sampai di rumah sakit, mungkin cukup dibilang Ervin kini menjadi bintang idola di rumah sakit tempatnya ia bekerja saat ini. Bagaimana tidak? Setelah mengenal Adam banyak sekali perubahan dalam diri Ervin. Mulai dari cara berpakaian dan bersikap. Namun, Ervin akan tetap menunjukkan sikap lemah lembut dan sopan santun terhadap orang yang usianya lebih dari dirinya.
“Hei, Bro! Pagi amat berangkatnya? Bukannya ini masih jam delapan pagi? Masih setengah jam lagi sift pergantainnya.” Adam menghampiri Ervin yang baru saja memarkurkan motornya.
“Iya, aku tahu. Tapi ya... mau bagaimana lagi, biasalah di rumah kak Sita sama bang Jamal lagi-lagi berulah di rumah, sampai pening kepala mendnegarkannya.” Ervin selalu menceritakan apa yang membuat pikirannya terasa terbebani kepada Adam.
Adam melihat Ervin dengan penuh rasa iba. Untuk sekedar memikirkan bagaimana kisah hidup Ervin saja Adam sudah tidak sanggup, bagaimana jika Adam menjalani hidup seperti Ervin. Bisa-bisa Adam akan prustasi berat.
“Sudahlah, jangan dipikirkan terlalu berat! Lebih baik, kita sarapan yuk sebelum aku pulang,” ajak Adam.
“Ok lah, lagian kebetulan juga belum sarapan aku tadi di rumah.”
Ervin dan Adam berjalan gontai menuju kantin rumah sakit. Keduanya berjalan menyusuri koridor rumah sakit dan sesaat Ervin harus menghentikan langkahnya.
“Dokter Eevin,” panggil seorang perawat.
“Iya, ada apa, Sust?”
“Ah tidak, Dok. Saya hanya ingin memberikan hasil pemeriksaan pasien yang bernama Alizia.” Perawat itupun memberikan sebuah map berwarna biru yang tertutup rapat.
“Ok, saya akan bawa dan akan saya periksa nanti. Sekarang saya permisi dulu!” ucap Ervin dengan lembut.
‘Dari jauh tampan dari deket makin tampan. Arghh, dokter Ervin... pilihlah aku menjadi calonmu.’ Monolog perawat itu.
Eevin sudah semakin menjauh dalam pandangan perawat yang bernama Sari. Meskipun tak nampak lagi punggung Ervin Sari tetap saja menatap ujung koridor itu dengan tatapan meleleh.
...----------------...
Saat di kantin Adam dan Ervin memilih duduk di bangku ujung, agar jauh dari keramaian yang ada. Karena jam besuk di pagi hari bisa dilakukan setelah pukul 09.00 WIB. Sehingga akan segera berdatangan kelautha pasien yang mulai berlalu lalang.
“Kalau pas begini pasti makanan di rumah sakit akan tetap menjadi favorit kita, tim medis.” Adam terkekeh.
“Apapun makanan itu asalkan halal pasti akan terasa enak. Cukup disyukuri saja, untung masih bisa makan dengan sehat.”
Keduanya begitu menikmati sarapan yang mereka pesan di kantin rumah sakit. Meskipun tak terasa enak, tetapi paling tidak bisa mengisi perut mereka. Karena makanan di rumah sakit ya memang begitu, tak banyak rasa asin ataupun gurih sehingga rasanya sedikit hambar.
Saat menikmati makanan yang masih tersisa sejenak Ervin menghentikan kunyahan nya dan menajamkan telinga.
‘Suara yang tak asing terus menggema di telinga. Ingin menyapa sang pemilik suara tetapi, cukup sadar diri jika Dia... tak pantas di miliki.’ Ervin bermonolog di dalam hatinya.
Lantas, Ervin kembali mengunyah sarapannya yang tinggal tiga sendok saja. Sedangkan Adam, karena merasa sangat lapar makanannya sudah habis lebih dulu, bahkan tak tersisa sedikitpun. Mungkin Adam memang merasa lapar, hingga ia tak rela jika nasinya terbuang sia-sia.
“Permisi! Dokter Ervin bisa bicara sebentar?”
”Iya, silahkan! Bicaralah Dokter Aurora, saya akan dengarkan.” Ervin menunduk.
‘Ternyata... Dia masih Eevin yang sama. Sesulit itulah mendapatkan kamu, Ervin?’
“Tolong segera bicaralah! Jika penting saya akan dengarkan baik, tapi jika tidak terlalu penting maaf. Saya harus ke ruangan saya sekarang juga. Saya mau bekerja.” Suara bariton yang khas milik Ervin mampu membuyarkan lamunan seorang Aurora.
“Ini penting. Nanti jam sepuluh siang kita melakukan operasi di bawah pimpinan Profesor Nathaniel.”
Deg...
Seketika Ervin terkesiap, ia tidak menyanhka jika harus satu ruang operasi dengan Aurora. Pasalnya, selama satu tahun belakang ia tak pernah melakukan operasi bersama Aurora, mereka kerap berpisah. Meskipun satu spesialis tetapi, pasien mereka tidak sama.
“Kenapa harus saya dan kamu? Kenapa tidak salah satu di antara kita saja?” tanya Ervin tegas.
“Saya tidak tahu. Hal itu bisa Dokter Ervin tanyakan sendiri kepada Profesor Nathaniel, beliau ada di dala ruagannya.”
Tidak membutuhkan waktu yang panjang, Ervin seketika beranjak dari tempat duduknya lalu, ia segera menuju ke ruangan Profesor Nathaniel. Hanya ingin meminta kejelasan yang pasti, karena sebelumnya pernah ada insiden kecil antara Profesor Nathaniel, Aurora dan Ervin sendiri.
Tok... Tok...
Ervin mengetuk pelan pintu ruangan Profesor Nathaniel. Tak lama kemudian suara khas Profesor Nathaniel terdengar dari dalam mempersilahkan Eevin untuk masuk.
“Bagaimana Anda bisa tahu jika itu saya, Prof?” tanya Ervin to the point.
“Karena saya merasa yakin jika kamu pasti sudah mendengar perintah saya melalui Dokter Aurora. Benar, kan, Dokter Ervin?”
Ervin mengangguk, tetapi ia menatap Profesor Nathaniel dengan tatapan yang sulit diartikan. Dan tatapan Ervin malu dibaca oleh Profesor Nathaniel.
“Saya tahu kamu tidak suka. Tapi, ini adalah operasi besar yang harus kita jalankan bersama. Jangan lupa jika Dokter Ervin dan Dokter Aurora sama-sama dokter residen. Jadi, mohon ikuti peraturan saya.” Profesor hanya ingin menegaskan kepada Ervin jika dirinya masih dokter residen, yang harus mengikuti prosedur pembelajaran sebelum menjadi dokter spesialis jantung.
Hening...
Ervin masih nampak kesal karena, ia sebenarnya ingin menolak. Tetapi, apakah daya seorang Ervin jika Profesor Nathaniel sudah memberikan tugas itu kepadanya. Cukup sadar diri jika memang benar adanya apa posisi Ervin di rumah sakit itu. Dan mau tidak mau Ervin tetap harus mengikuti perintah.
“Baiklah! Saya akan menerimanya. Tapi, apa permasalahan pada jantung pasien? Kenapa Anda mengatakan jika, ini operasi besar?”
Profesor Nathaniel menghela napas panjang. “Karena... jantung yang akan kita operasi hari ini adalah pencakokan jantung melalui prosedur bypass arteri koroner.”
Sejenak Ervin menatap Profesor Nathaniel yang juga menatapnya kala itu. Dan obrolan kembali dilanjutkan setelah berada di ruangan rapat para dokter ahli bedah.
...****************...
Semua sudah berkumpul di dalam ruangan yang dikhususkan untuk rapat para tim bedah spesialis, termasuk Ervin dan juga Aurora sebagai fokter residen di rumah sakit tersebut.
“Operasi kali ini kita harus melakukan prosedur bypass arteri koroner. Dokter Ervin dan juga Dokter Aurora, apa kalian sebelumnya sudah mengetahui prosedur ini?” tanya Profesor Nathaniel menatap keduanya secara bergantian.
Sejenak keduanya terdiam, lalu Aurora membuka suara terlebih dahulu daripada Ervin.
“Maaf, sebelumnya saya belum mengetahui prosedur bypass arteri koroner ini. Mungkin, lebih baik saya tidak ikut bagian dalam operasi nanti. Saya memilih... menjadi pemgamat saja.” Aurora hanya ingin mengatakan kejujuran pada mereka semua daripada nanti operasi akan dalam masalah.
“Why, Dokter Aurora? Bukannya selama ini Anda ingin ikut dalam meja operasi? Dan ketika ada ke selatan seperti ini mengapa Anda justru ingin mundur?” tanya Profesor Nathaniel.
“Maaf jika saya memotong obrolan Anda dengan Dokter Aurora. Saya hanya mau bertanya, apa sebelumnya sudah pernah melakukan dengan prosedur itu... Bypass arteri koroner?”
“Lantas, bagaimana jika gagal? Apa punya cara lain untuk menyelamatkan jantung pasien?” tanya Ervin.
“Jam sudah menunjukkan pukul 09.30 WIB. Tanda jika rapat akan segera berakhir, lantas bagaimana Anda bisa menjelaskan cara kerja prosedur bypass arteri koroner pada kami, dokter residen?”
“Jika Anda, Dokter Ervin tidak siap maka, Anda bisa menjadi pengamat saja bersama Dokter Aurora.” Profesor Nathaniel menjawab dengan datar dan tegas.
“Sebagai dokter residen bukannya kami tidak siap. Tapi, jika Anda tidak bisa menjelaskan kepada kami bagaimana bisa kami menggunakan prosedur itu suatu saat nanti, Profesor Nathaniel?” tanya Ervin yang tidak mau kalah.
‘Ternyata, aku memang tidak salah pilih. Kamu, memang pantas dan layak menjadi seorang dokter, Ervin. Tapi, sungguh sayang kamu tidak mau menikah dengan Aurora, putriku.’ Profesor Nathaniel tersenyum tipis.
“Bukankah saya sudah hilang kepada Anda, jadilah pengamat saat operasi dijalankan nanti.”
“Baiklah! Kami sebagai dokter residen akan menjadi pengamat saat operasi dijalankan. Terima kasih, sudah mengajak kami bergabung dalam rapat ini.”
Sepersekian detik kemudian, rapat telah dibubarkan. Semua tim operasi yang akan melakukan operasi saat itu telah bersiap di ruangan. Sebelum memasuki ruang operasi dokter dan perawat lainnya diwajibkan untuk mencuci tangan lalu, memakai baju khas di rumah sakit tersebut.
Profesor Nathaniel sudah siap berada di posisi, dokter yang akan melakukan pembedahan. Tim pendamping dan perawat serta dokter Anestesi sudah siap dengan tempat masing-masing. Dan lima menit kemudian operasi akan dilangsungkan.
“Dokter Ervin, saya akui Anda memang lantang dan pemberani dalam mengajukan pertanyaan seperti tadi kepada Profesor Nathaniel.” Aurora membuka suara agar tidak terasa hening dan kaku saja saat berada di samping Ervin sebagai pengamat jalannya operasi pagi itu.
Ervin, sedikitpun lekaki itu tidak menoleh ataupun membalas ucapan Aurora. Yang dilakukan Ervin hanya menatap tajam pada ruang operasi yang ada di depannya itu.
“Dokter Ervin, bagaimana menurutmu dengan jalannya operasi nanti?” tanya Aurora tak mau menyerah begitu saja.
Hening...
Ervin masih setia dengan kebisuannya. Membuat Aurora nampak kesal saja. Dan jarang sekali seorang Aurora tidak langsung membalas dengan kemarahan saat Ervin tak merespon ucapannya sama sekali. Bahkan selama satu tahun menjadi dokter residen di rumah sakit tersebut bisa dibilang jika, Aurora mengalami perubahan drastis.
Aurora berusaha bersikap lembut, ramah dan sopan santun terhadap siapapun yang berjumpa dengannya termasuk, keluarga pasien yang berkunjung.
Hampir empat jam sudah mereka, tim medis berdiri tanpa kenal kata duduk. Apalagi Profesor Nathaniel harus menajamkan mata dan pikirannya agar bisa melakukan prosedur bypass arteri koroner, bisa dijalankan dengan baik dan lancar.
Namun, tiba-tiba saja saat operasi masih berlangsung tangan Profesor Nathaniel bergetar. Seolah tak bisa berhenti dan dikendalikan dengan mudah. Bahkan pisau bedah yang siap memberikan sayatan terjatuh di lantai. Entahlah, ada apa dengan Profesor Nathaniel?
“Ada apa dengan Profesor Nathaniel?” tanya Aurora dengan nada khawatir.
“Maaf, saya permisi! Saya tidak bisa mengamati jalannya operasi sampai selesai. Saya harus ke ruangan saya, banyak laporan yang harus saya salin.” Ervin melenggang pergi dan membiarkan Aurora berperang sendiri dengan pikirannya.
‘Dasar nggak punya hati. Apa iya ya, Dia... balas dendam sama aku yang dulu pernah keterlaluan?’ batin Aurora.
Aurora tidak menghiraukan lagi kemana Ervin melangkahkan kakinya. Dan yang Aurora pikirkan saat ini ada kondisi sang ayah, yang entah kenapa terjadi hal seperti itu saat menjalankan operasi pencakokan jantung.
Sedangkan, tidak ada dokter spesialis jantung yang bisa ahli dalam melakukan prosedur bypass arteri koroner seperti Profesor Nathaniel yang ahli. Sedangkan operasi harus tetap dilakukan, jika jantung dihentikan terlalu lama takutnya akan mempengaruhi tubuh penerima jantung dari pendonor nya.
Namun, mereka tidak tahu siapa yang akan memimpin jalannya operasi. Hingga tiba-tiba seseorang masuk ke dalam ruangan operasi dengan versinya. Hingga tak ada yang tahu siapa Dia?
🌹🌹🌹🌹
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments