...Cintailah aku sebagai mana aku mencintaimu. Kerjakan kewajiban mu saat berada di bumi. Tenangkan hati mu dengan berdzikir. Dan perluas sabarmu dengan kata ikhlas....
...****************...
Suasana di dalam gedung masih terasa hening. Pandangan mata pun masih menatap dengan tajam tanpa berkedip. Suara lantang dari seorang lelaki paru baya pun masih terdengar. Namun, seketika suasana itu pun telah berubah menjadi gaduh, banyak bibir saling berbisik untuk mencibir seorang lelaki yang namanya telah disebut dari salah satu dosen yang masih berdiri dihadapan mereka semua.
“Siapa Ervin Evano? Apakah Dia adalah lelaki yang hebat? Atau bahkan Dia adalah lelaki yang tampan?”
Bisik dari kaum hawa yang bertanya-tanya tentang siapa ‘Ervin Evano’. Begitupun dengan kaum adam yang lainnya. Mereka menggunjing dan bahkan bertanya-tanya tentang siapa Ervin. Dan kebanyakan dari mahasiswa lainnya berpikir bahwa Ervin adalah seorang lelaki yang kaya raya, tampan, jenius dan Ervin bahkan mereka semua menerawang terlalu jauh tentang Ervin. Di mnana mereka berpikir bahwa Ervin adalah seorang lelaki yang banyak dikagumi oleh kaum hawa, karena paras ea jauh yang begitu tampan.
Mereka sangat jauh dalsm menerawang seorang Ervin karena, namanya disebut oleh pak Adhitama, selaku Dosen pendamping mereka.
“Aduh ... kenapa Pak Adhitama menyebut namaku dan bahkan memintaku untuk memperkenalkan siapa aku dihadapan mereka semua? Bagaimana ini, jika mereka mencibir dan menggunjingku seperti tadi?” tanya Ervin di dalam hati.
Terasa berat kaki Ervin untuk mengambil langkah dan maju ke depan papan. Dan rasa takut, malu dan bahkan rasa ketidak-percayaan dirinya beradu jadi satu. Rasa ragu pun menyelimuti dirinya. Akan tetapi, ia harus tetap menghadapi semua itu dan tetap maju ke depan untuk memperkenalkan siapa dirinya dihadapan mahasiswa lainnya setelah Pak Adhitama memintanya untuk maju ke depan.
“Bismillah,” ujar Ervin dalam hati.
Setelah mengucapkan kata basmallah sebagai penguat untuk dirinya sendiri, ia pun berdiri dari tempat ia mengambil duduk ternyaman nya. Setelahnya, ia melangkahkan kaki secara perlahan untuk menuju ke depan. Meskipun sebenarnya ia merasa langkah itu masih begitu berat baginya. Namun, itu harus tetap ia lakukan karena, Pak Adhitama yang kembali memintanya.
“Jadi, Ervin adalah lelaki yang kita bicarakan tadi. Sungguh mustahil sekali, jika Dia adalah anak orang kaya. Dan selebihnya ... kita pun tidak akan tahu tentang Dia.”
“Kamu memang benar. Tapi, setidaknya kita dengarkan saja dulu siapa Dia. Alih-alih Dia hanya ingin menguji kita para cewek-cewek untuk tidak mendekatinya dengan cara berpenamoilan seperti itu.”
Mahasiswa yang pertama kali bertemu dengan Ervin, ia kembali menggunjing Ervin dan merendahkan harga diri Ervin sebelum mengenal siapa lelaki yang ada di depan mereka semua itu. Dan bagi mereka Eevin adalah lelaki yang rendah bahkan sangat rendah di mata mereka. Namun, Ervin tidak mau menanggapi apa yang mereka katakan terhadapnya.
“Oh ... jadi, Dia lelaki yang bernama Ervin. Sungguh, tidak sempurna sama sekali di mataku. Bahkan, Dia begitu rendah. Dan semua lelaki yang ada disini sama saja, atau mereka...memang satu kelas.” Di dalam hati kecilnya Aurora tertawa geli mendapati tatapan tidak suka terhadap Ervin.
Banyak sekali cibiran dan gunjingan tentang Ervin yang tiada hentinya membuat telinga Ervin merasa amat risih. Apalagi mereka membahas tentang bagaimana cara Ervin berpenampilan.
Namun, meski begitu Ervin berusaha untuk menutup telinga dan bermuka tebal, percaya diri saja agar mereka tak lagi berbuat semena-mena terhadap dirinya. Dan sekian detik kemudian akhirnya, Ervin membuka suaranya dengan lantang.
”Assalamu'alaikum warohmatullahi wabarokatuh! Sebelumnya, perkenalkan nama saya adalah Ervin Evano. Dan pertama-tama, saya ucapkan rasa terimakasih saya kepada Pak Adhitama selaku Dosen yang akan mengajar kami semua sekaligus Dosen pembimbing untuk kita semua nantinya....” Ervin menggantungkan ucapannya di udara.
“Hei, kamu mau memperkanalkan diri kamu atau mau ceramah seperti orang Muslim lainnya yang berada di Masjid?” teriak Mauren menyela penjelasan Ervin.
Tidak lagi bisa tertahan untuk tidak ikut membuli siapa di depan sana. Dengan suara khas nya yang sedikit serak membuat tatapan banyak orang beralih pada sosok perempuan yang memiliki manik kebiruan itu.
“Tunggu! Bisakah kamu tidak menyela penjelasan dari Ervin yang berdiri didepan? Atau ... kamu adalah seorang wanita yang tidak tahu apa arti sopan dan santun,” ketus Haura.
“Apa maksud dari perkataanmu?” tanya Aurora yang beebalik bertanya.
“Lihatlah! Kamu pun tidak tahu di mana letak kesalahan kamu. Bukankah kamu sudah menyela perkataannya? Dan kamu pun mengoloknya. Apa semua itu kurang jelas di mata kamu jika, kamu memang tidak memiliki sopan dan santun dan semacamnya seperti... menghargai orang lain.”
Haura tidak mau kalah, ia terus berargumen dengan Aurora dan bahkan keduanya saat itu saling menatap tajam. Ilangin melihat siapa yang salah dan siapa yang benar.
“Why? So? Do you feel right saying that? Try to see and examine properly who He is. Bukankah itu memang benar?”
“Dia mengucapkan apa yang tidak seharusnya Dia katakan. Bukankah seharusnya Dia hanya memperkenalkan dirinya saja? Dan lihatlah! Dia bukanlah lelaki yang harus kita semua dengar dan kita semua tahu tentang siapa Dia, karena Dia tidaklah pantas berada didepan sana. Dan bahkan ketika berbicarapun, Dia tidak menatap ataupun memandang kita yang berada di sini, duduk mendengarkannya.“ Aurora dengan tegas sembari berdiri menatap ke arah Ervin.
Perdebatan kecil pun telah didengar semua orang di dalam gedung besar itu. Bahkan perdebatan itupun membuat mereka berseteru tentang Agama Islam dan juga sebagai Muslim.
Namun, seketika perdebatan itu terhenti ketika Profesor Nathaniel angkat bicara sembari menatap dua wanita muda yang berdiri dihadapannya. Dan seakan Profesor Nathaniel merasa malu dan marah atas perdebatan saat pertemuan pertama dengan Mahasiswa baru lainnya.
Akan tetapi, kemarahan dari Profesor Mark sejenak dapat diredam setelah Ervin angkat bicara dan membenarkan sebagaimana apa yang harus dilakukannya selama ia masih berada di depan mereka semua, termasuk di depan Profesor Ervin dan juga Pak Adhitama.
“Hentikan! Perdebatan konyol ini.” Profesor Nathaniel lekas bertindak sembari menatap tajam ke arah Aurora dan juga Haura.
Seketika Aurora dan Haura menghentikan percecokan itu dengan sejenak. Dan ketika Profesor Nathaniel hendak memberikan hukuman kepada Aurora dan juga Haura, Ervin tiba-tiba meminta kepada Profesor Nathaniel untuk tidak melakukan hukuman apapun kepada Aurora dan juga Haura.
“Kalian ini masih saja baru menjadi Mahasiswa dan Mahasisiwi di sini. Tapi saya merasa heran, seharusnya kalian semua bisa berbaur di sini, tapi kenyataannya sangat mengecewakan. Yang membuat saya merasa malu untuk mengisi di kelas ini. Sebaiknya kalian berdua saya hukum agar kalian tahu apa yang seharusnya kalian lakukan saat pertama kali kita bertemu,” ujar Profesor Nathaniel.
Seketika Aurora dan juga Haura merasa terkejut dan mengarahkan pandangannya serta menatap tajam Profesor Nathaniel yang hendak memberikan mereka hukuman atas apa yang mereka lalukan pada pertemuan pertama saat perkenalan. Akan tetapi, suara lantang telah membuyarkan ketegangan sejenak di dalam sana.
”Ma'af Profesor Nathaniel, jika saya memotong perkataan Anda. Tapi, menurut saya hukuman itu tidak harus diberikan kepadan mereka. Karena menurut saya mereka tidaklah bersalah. Hanya saja mereka belum memahami bagaimana cara menghargai orang lain. Dan untuk Anda, wanita yang tidak mengenakan hijabmu. Mungkin benar apa yang Anda katakan, bahwa saya tidaklah pantas berada di depan sini. Tapi itu bukanlah kemauan saya, melainkan kemauan dari Dosen pendamping dan juga Profesor Nathaniel.
“Dan saya berada di sini tidak hendak berceramah, tapi itu saya ucapkan untuk menghargai orang yang lebih tinggi derajatnya daripada saya. Untuk masalah pandangan mata, saya memang sengaja tidak menatap ke arah kalian semua... takut dosa.”
“Tapi, itu bukan berarti saya tidak menghargai kalian. Dan itu saya lakukan demi menjaga pandangan mata saya dari kaum hawa. Karena, akan berdosa jika saya salah mengartikan pandangan itu. Dan untuk Anda, wanita yang berhijab. Saya ucapkan terimakasih karena sudah membela saya. Meskipun itu bukan Anda tujukan untuk membela saya, tapi itu berarti buat saya. Dan ma'af, jika saya sudah membuat kegaduhan dalam pertemuan pertama kita, mungkin tidak seharusnya saya berdiri di sini,” ucap Ervin dengan tulus.
Lantas, Ervin pun memberikan jawaban dalam setiap perkataan Aurora yang sudah dilontarkannya, yang seolah menyudutkan seorang Ervin. Dan menurut Aurora Ervin adalah lelaki paling rendah dibagian harta, tahta dan kasta.
Namun, setiap perkataan kasar Aurora tidak membuat Ervin marah ataupun membencinya. Bahkan Ervin membenarkan apa yang menurutnya benar. Dan Ervin pun kembali mengambil duduknya setelah melontarkan jawaban yang menurutnya benar.
Dan jawaban Ervin saat berada di depan tanpa Ervin sadari telah menggetarkan jiwa Haura. Bahkan ketika Ervin mengucapkan rasa terimakasih kepadanya, ia membalas dengan senyuman yang mengembang. Akan tetapi, berbanding terbalik dengan Aurora yang tidak merasakan apapun atas jawaban Ervin, bahkan malu pun tidak. Justru jawaban Ervin seolah sudah membuat Aurora semakin membenci Ervin.
‘Yaelah, sok suci banget jadi lelaki. Palingan sama saja seperti yang di luaran sana... munafik.’ Monolog Aurora dalam hatinya.
Entahlah, mengapa perempuan berdarah portugis itu begitu membenci Ervin, seolah nama lelaki berdarah asli Indonesia itu adalah musuh baginya.
Awas saja kamu ‘Aurora’, jangan sampai jatuh cinta.
“Hei bro, kenapa lo bisa sehebat itu? Gue... salut sama lo dan gue... ingin berteman sama lo.” Seorang lelaki yang tak jauh dari Ervin duduk menyapanya dan memgulyrkan tangan padanya.
Ervin tersenyum tipis, ia merasa lega jika masih ada yang ingin berteman dengannya. Dan seperti itulah Allah begitu mudah membolak-balikan hati hamba-Nya.
“Saya Ervin. Dan masalah yang saya sampaikan menurut saya itu benar. Dosa... saya tidak ingin menanggung dosa, meskipun entah nanti mereka akan menganggap saya sok suci. Tapi, saya tidak akan takut hal itu karena, saya masih punya Allah Subhanahu wa ta'ala yang akan melindungi saya. Saya seorang... muslim.” Ervin membalas uluran tangan lelaki itu.
“Dan saya memiliki kalimat yang terus saya ingat. Cintailah aku sebagai mana aku mencintaimu. Kerjakan kewajiban mu saat berada di bumi. Tenangkan hati mu dengan berdzikir. Dan perluas sabarmu dengan kata ikhlas.”
“Terimakasih! Sudah mendengarkan saya, Adam.” Adam tersenyum sembari mengangguk.
Dan itulah kisah yang akan terus memutar di dalam pikiran Ervin kala pertama ia jumpa dengan Aurora dan Haura. Dua perempuan yang membuat hidupnya tidak baik-baik saja sampai saat ini.
🌹🌹
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 76 Episodes
Comments