Bab 4: Dominasi Gian

Gian menjauh dariku, manik hitamku menatapku dalam. "Cantik..." lirihnya.

Sekujur tubuhku meremang. Mataku tak bisa lepas dari mata besarnya berkilauan. Suaranya yang rendah saat memujiku membuatku semakin kehilangan arah.

Tatapanku tertuju pada bibir tipisnya yang lembab dan berwarna merah muda. Begitu mengundang.

Tanpa sadar aku menciumnya.

Iya. Aku mencium Gian begitu saja. Aku sendiri terus mengutuk perbuatanku ini. Tapi sungguh, aku sangat menginginkan bibirnya menyerangku lagi. Keinginan itu menyeruak begitu saja.

Ciuman Gian sungguh membuatku kecanduan.

Beberapa saat aku begitu menikmatinya, tapi tiba-tiba akhirnya akal sehat menegurku.

Langsung saja aku mendorong tubuhnya dan kembali ke kewarasanku.

Plak!

Seketika kepalanya tertoleh ke arah kanan setelah tanganku menampar pipi sebelah kirinya.

Gian terlihat syok sekali. Begitu juga aku tidak menyangka bisa begitu saja menamparnya.

Biar sajalah! Aku tak peduli.

Semoga itu akan menyadarkannya untuk menghentikan kegilaan ini. Segera aku berlari ke luar, menuruni tangga dan membawa motor matic-ku menjauh dari rumah itu.

Masih enam pertemuan lagi! Dan aku sudah tidak bisa mengatasinya. Aku tidak mengerti mengapa, tapi aku benar-benar tak bisa menghentikan apa yang dilakukannya.

Dia begitu dominan.

Membuat aku seperti merasa sudah lalai jika mengabaikannya. Membuat aku merasa yang dilakukannya adalah sesuatu yang harus aku lakukan dan aku tak boleh menolaknya.

Tatapannya begitu mengintimidasiku.

Ciumannya juga begitu kasar, tapi begitu menghipnotis. Kepalaku serasa berputar dan ribuan kupu-kupu beterbangan di dalam perutku.

Sebelum akal sehatku tunduk lagi padanya, aku harus benar-benar berhenti dan mengembalikan uang itu pada Bu Kirana.

Saat sampai di rumah, aku membersihkan diri dan kemudian menggoreng sepotong ayam juga merebus beberapa potong wortel dan brokoli. Setelah matang aku menyimpannya di sebuah piring dan membawanya ke kamarku di lantai dua.

Aku duduk di kursi meja belajarku dan menatap ke luar jendela, menatap tetesan hujan di luar sana. Hujan memang sudah turun sejak aku membersihkan tubuhku tadi.

Mulutku sibuk mengunyah, mata dan telingaku sibuk menikmati kehadiran hujan. Namun hati dan pikiranku tertuju pada anak itu.

Bagaimana caranya agar aku bisa berhenti bertemu dengannya? Aku terus memutar otakku, memikirkan alasan apa yang bisa aku pakai agar aku bisa menghentikan semua ini.

Saat seluruh indraku sibuk masing-masing, ponselku berbunyi dan sebuah nomor yang tak ku kenal muncul di layar. Tanpa curiga apapun aku mengangkatnya.

"Halo?" sapaku.

"Kak Naya?"

Seketika hatiku berdesir aneh saat mendengar suara rendah di sambungan telepon itu.

"Gian?"

"Seneng deh, Kak Naya inget sama suara aku." Aku mendengar nada sumringah dari suara indahnya.

"Kamu tahu nomor saya dari mana?" Jawabku ketus.

"Dari Bunda. Kak Naya lagi apa?" Suaranya terdengar begitu ramah. Aku sampai tak percaya ini adalah Gian yang dingin itu, yang irit bicara dan irit tersenyum.

Juga yang seenaknya menempelkan bibirnya di bibirku.

"Kamu ada perlu apa nelepon saya? Kalau tidak ada sesuatu yang penting saya tutup." Aku menjauhkan ponselku dan bersiap menekan tanda merah di layar ponselku.

"Tunggu, aku mau ngomong sesuatu." Ujarnya segera. Aku kembali menempelkan benda pipih itu ke telingaku.

"Kalau gitu cepet ngomong, saya sibuk." ujarku galak.

Aku bisa mendengar dia tersenyum di seberang sana, "Pertemuan ketiga masih empat hari lagi. Aku gak bisa nunggu selama itu buat denger suaranya Kak Naya. Makanya aku nelepon Kak Naya."

Hatiku mencelos. Apa maksud anak ini? Dia mengatakan itu seakan kami berada di dalam suatu hubungan.

"Dengar, ya. Kamu boleh menghubungi saya selama masa les privat kamu dan jika berhubungan dengan pelajaran. Tapi kalau kamu mau ngomong sesuatu gak penting kayak gini saya akan menutup..."

"Aku suka sama Kak Naya." Potongnya, dan dengan lugasnya ia mengatakan itu. "Aku kangen dan terus mikirin Kak Naya kalau lagi gak ketemu kayak gini."

Aku kehabisan kata-kata.

"Dan setelah dua kali ketemu, aku yakin Kak Naya suka juga sama aku." Ucapnya dengan sangat yakin.

"Kamu ngaco."

"Kak Naya balas ciuman aku. Itu tandanya Kak Naya suka juga sama aku. Ya 'kan?" Ia berhipotesis.

Tidak hanya bertindak, dalam berkata pun ia begitu to the point. "Denger baik-baik ya, Gian. Saya akan mengembalikan uang itu kepada ibu kamu. Saya tidak akan datang dan bertemu lagi dengan kamu."

Seketika aku mematikan sambungan teleponku.

Sudah. Aku sudah mengatakannya. Sekarang aku benar-benar akan mengembalikan uang itu pada Bu Kirana. Aku akan mengatakan saja aku sudah diterima di sebuah sekolah dan jadwalku sangat padat, jadi aku tidak bisa lagi mengajari Gian.

Iya itu saja alasan yang akan aku berikan pada Bu Kirana. Biarlah namaku menjadi jelek karena sudah bekerja tidak profesional dan seenaknya memutuskan kesepakatan yang sudah aku buat sedari awal.

Aku membuka m-bankingku dan mulai mengetikkan nominal angka yang akan aku kirimkan kembali pada Bu Kirana. Tiba-tiba sebuah notifikasi dari whatsappku muncul di bagian atas layar. Pesan itu dari nomor Gian dan ia mengirimkan sebuah gambar.

Aku penasaran dan kemudian membukanya.

Mataku membulat sempurna dan tanpa sadar aku menahan nafasku melihat foto itu.

Foto itu adalah foto aku dan Gian sedang berciuman yang diambilnya secara selfie. Kapan ia mengambil foto itu? Mengapa aku tak menyadarinya?

Anak itu benar-benar!

Aku kembali menghubungi Gian, dan saat dering kedua ia mengangkatnya.

"Kamu apa-apaan sih?! Cepet hapus foto itu!!"

Gian malah tertawa, "Seru kayaknya kalau Bunda lihat foto itu." Kata-kata yang Gian katakan barusan begitu mengerikan untuk didengar.

"Maksud kamu? Kamu mau ngeliatin foto itu ke Bu Kirana? Yang ada kamu yang bakal dimarahin!" Ia kira aku akan termakan ancamannya. Lagipula benar 'kan, jika ia memberitahukan itu pada ibunya, yang akan mendapat masalah tidak hanya aku, tapi dia juga."

"Aku gak masalah dimarahin." Nadanya sangat yakin, tak ada nada takut sedikitpun. "Kak Naya sendiri gak masalah kalau bundaku tahu?"

Takutlah! Horror sekali jika Bu Kirana melihat foto itu.

"Mau kamu apa sih?!"

"Aku cuma mau Kak Naya tetep les privat aku sampai akhir, dan harus mau kalau aku cium kak Naya, kayak kemarin lusa ataupun tadi." Ancamnya. Nadanya biasa saja tapi terdengar begitu otoriter.

Sudahlah aku menyerah. Aku akan menjalaninya saja. Hanya tinggal enam pertemuan. Setelah itu aku akan berhenti bertemu dengannya.

Aku tak punya pilihan. Akhirnya aku datang ke rumah itu sesuai jadwal di pertemuan ketiga dan seterusnya. Gian tidak mempermasalahkan saat aku meminta untuk les privatnya dilakukan di ruang tamu. Toh dimanapun sama saja.

Gian selalu saja berhasil mencuri cium padaku. Setiap pertemuan kami selalu melakukannya.

Kali ini aku mengatakan 'kami', karena aku akui aku memang membalas ciumannya itu. Aku sendiri merasa sudah kecanduan dengan caranya bermain di bibirku.

Aku benar-benar sudah terjebak dalam dominasi Gian.

Dan entah mengapa walaupun Bu Kirana selalu ada di teras belakang, perbuatan kami ini tak pernah diketahui olehnya.

Hingga tibalah kami di pertemuan terakhir, pertemuan ke delapan.

Saat itu Bi Jumi, ART di rumah itu sedang membersihkan karpet di ruang tamu saat aku datang.

"Eh Teh Naya udah dateng. Sudah ditunggu sama A Gian di atas, Teh." ujar Bi Jumi ramah.

"Privatnya di atas, Bi?" tanyaku panik.

"Iya, Teh. Punten sekali, ini karpetnya udah kotor. Harus bibi beresin dulu. Kata ibu privatnya di kamar dulu ya, Teh. Ibu sedang ada arisan di tetangga. Sebentar lagi juga pulang." Ujar Bi Jumi.

Tubuhku seketika merinding saat Bi Jumi mengatakan kata 'kamar'. Aku menelan salivaku. Tidak akan terjadi apa-apa 'kan? Masalahnya di ruang tamu yang terbuka, bahkan aku bisa melihat Bu Kirana selalu ada di di teras belakang dan Bi Jumi berlalu lalang di ruang tengah saja, mereka tak pernah mengetahui apa yang kami lakukan.

Apalagi ini, di kamarnya di lantai dua. Hanya ada aku dan dia.

Terpopuler

Comments

Dewi Anggya

Dewi Anggya

nahhh loooh dikamar🙄🤭

2024-05-24

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1: Prolog
2 Bab 2: Les Privat
3 Bab 3: Pertemuan Kedua
4 Bab 4: Dominasi Gian
5 Bab 5: Pertemuan Terakhir
6 Bab 6: Obrolan dengan Mama
7 Bab 7: Kakak Sambung
8 Bab 8: Kegigihan Gian
9 Bab 9: Menerima Gian
10 Bab 10: Pertandingan Basket
11 Bab 11: Rencana untuk Backstreet
12 Bab 12: Hari Pertama
13 Bab 13: Perhatian Kecil
14 Bab 14: Kembali Dekat
15 Bab 15: Terpana
16 Bab 16: Hari Guru
17 Bab 17: Ketahuan
18 Bab 18: Perih
19 Bab 19: Perempuan Paling Cantik
20 Bab 20: Rasa yang Tidak Diperbolehkan
21 Bab 21: Patah Hati yang Konyol
22 Bab 22: Meyakinkan Naya
23 Bab 23: Nayara Pacarnya Giandra
24 Bab 24: Ganjaran
25 Bab 25: Kencan
26 Bab 26: Masa Depan Gian
27 Bab 27: Kakak-adik yang Tak lagi Harmonis
28 Bab 28: Pacar Manjaku
29 Bab 29: Sebelum berpisah
30 Bab 30: Selalu Dukung Kamu
31 Bab 31: Syarat dari Kak Deon
32 Bab 32: Berbohong
33 Bab 33: Kencan di Luar Rencana
34 Bab 34: Pergi dari Rumah
35 Bab 35: Gian yang Dewasa
36 Bab 36: Upacara Kelulusan
37 Bab 37: Waktu yang Tidak Tepat
38 Bab 38: Truth or Dare
39 Bab 39: Diabaikan
40 Bab 40: Curiga
41 Bab 41: Situasi Macam Apa Ini?
42 Bab 42: Bertemu Kembali
43 Bab 43: Rumah Bagiku
44 Bab 44: Dunia yang Sempit
45 Bab 45: Chaos
46 Bab 46: Muram
47 Bab 47: Gian Harus Tahu
48 Bab 48: Selamat Tinggal, Gian
49 Bab 49: Ayah untuk Janinku
50 Bab 50: Kenangan dari Gian
51 Bab 51: Pernikahan yang Hambar
52 Bab 52: Rindu Setiap Saat
53 Bab 53: Tak Ada yang Bahagia
54 Bab 54: Orang Ketiga itu Sasha
55 Bab 55: Akhir dari Penderitaan
56 Bab 56: (Bab Spesial)
57 Bab 57: Enam Tahun Kemudian
58 Bab 58: Kembali ke Tanah Air
59 Bab 59: Andra dan Om Pirang
60 Bab 60: Siapa Om Pirang
61 Bab 61: Setelah Bertahun-tahun
62 Bab 62: Mengabulkan Permintaan Andra
63 Bab 63: Debaran Kedua
64 Bab 64: Canggung
65 Bab 65: Menyebalkan
66 Bab 66: Jangan Buat Aku Rapuh Lagi
67 Bab 67: Menjemput Andra
68 Bab 68: Gian yang Terkenal
69 Bab 69: Isi Hati Gian
70 Bab 70: Semakin
71 Bab 71: Siapakah Giandra Mahesa?
72 Bab 72: Berkenalan dengan Eyang
73 Bab 73: Berdebat
74 Bab 74: Cincin dalam Eskrim
75 Bab 75: Gian Pergi
76 Bab 76: Kebenaran
77 Bab 77: Pengorbanan Nayara
78 Bab 78: Saling Merelakan
79 Bab 79: Tato
80 Bab 80: Salam Terakhir
81 Bab 81: Terkoyak dan Sesal
82 Bab 82: Andra Butuh Ayah Kandungnya
83 Bab 83: Gian Tahu Semuanya
84 Bab 84: Dari Hati ke Hati
85 Bab 85: Pendekatan Kembali
86 Bab 86: Hubungan Tanpa Status
87 Bab 87: Bahagia
88 Bab 88: Bertemu Eyang
89 Bab 89: Kejutan untuk Gian
90 Bab 90: Melamar Gian (end)
91 Ekstra 1: Wanita Rahasia Daddy Zach
92 Ekstra 2: The Bad Boy and His Nanny
93 Ekstra 3: Om Rey Tersayang
94 Ekstra 4: Marry Me, Dev
95 Ekstra 5: My Big Girl
96 Ekstra 6: Single Mom
97 Ekstra 7: Miss Rania, I Love You
98 Ekstra 8: Mengejar Cinta Nabila
99 Ekstra 9: Jodohkah Kita?
Episodes

Updated 99 Episodes

1
Bab 1: Prolog
2
Bab 2: Les Privat
3
Bab 3: Pertemuan Kedua
4
Bab 4: Dominasi Gian
5
Bab 5: Pertemuan Terakhir
6
Bab 6: Obrolan dengan Mama
7
Bab 7: Kakak Sambung
8
Bab 8: Kegigihan Gian
9
Bab 9: Menerima Gian
10
Bab 10: Pertandingan Basket
11
Bab 11: Rencana untuk Backstreet
12
Bab 12: Hari Pertama
13
Bab 13: Perhatian Kecil
14
Bab 14: Kembali Dekat
15
Bab 15: Terpana
16
Bab 16: Hari Guru
17
Bab 17: Ketahuan
18
Bab 18: Perih
19
Bab 19: Perempuan Paling Cantik
20
Bab 20: Rasa yang Tidak Diperbolehkan
21
Bab 21: Patah Hati yang Konyol
22
Bab 22: Meyakinkan Naya
23
Bab 23: Nayara Pacarnya Giandra
24
Bab 24: Ganjaran
25
Bab 25: Kencan
26
Bab 26: Masa Depan Gian
27
Bab 27: Kakak-adik yang Tak lagi Harmonis
28
Bab 28: Pacar Manjaku
29
Bab 29: Sebelum berpisah
30
Bab 30: Selalu Dukung Kamu
31
Bab 31: Syarat dari Kak Deon
32
Bab 32: Berbohong
33
Bab 33: Kencan di Luar Rencana
34
Bab 34: Pergi dari Rumah
35
Bab 35: Gian yang Dewasa
36
Bab 36: Upacara Kelulusan
37
Bab 37: Waktu yang Tidak Tepat
38
Bab 38: Truth or Dare
39
Bab 39: Diabaikan
40
Bab 40: Curiga
41
Bab 41: Situasi Macam Apa Ini?
42
Bab 42: Bertemu Kembali
43
Bab 43: Rumah Bagiku
44
Bab 44: Dunia yang Sempit
45
Bab 45: Chaos
46
Bab 46: Muram
47
Bab 47: Gian Harus Tahu
48
Bab 48: Selamat Tinggal, Gian
49
Bab 49: Ayah untuk Janinku
50
Bab 50: Kenangan dari Gian
51
Bab 51: Pernikahan yang Hambar
52
Bab 52: Rindu Setiap Saat
53
Bab 53: Tak Ada yang Bahagia
54
Bab 54: Orang Ketiga itu Sasha
55
Bab 55: Akhir dari Penderitaan
56
Bab 56: (Bab Spesial)
57
Bab 57: Enam Tahun Kemudian
58
Bab 58: Kembali ke Tanah Air
59
Bab 59: Andra dan Om Pirang
60
Bab 60: Siapa Om Pirang
61
Bab 61: Setelah Bertahun-tahun
62
Bab 62: Mengabulkan Permintaan Andra
63
Bab 63: Debaran Kedua
64
Bab 64: Canggung
65
Bab 65: Menyebalkan
66
Bab 66: Jangan Buat Aku Rapuh Lagi
67
Bab 67: Menjemput Andra
68
Bab 68: Gian yang Terkenal
69
Bab 69: Isi Hati Gian
70
Bab 70: Semakin
71
Bab 71: Siapakah Giandra Mahesa?
72
Bab 72: Berkenalan dengan Eyang
73
Bab 73: Berdebat
74
Bab 74: Cincin dalam Eskrim
75
Bab 75: Gian Pergi
76
Bab 76: Kebenaran
77
Bab 77: Pengorbanan Nayara
78
Bab 78: Saling Merelakan
79
Bab 79: Tato
80
Bab 80: Salam Terakhir
81
Bab 81: Terkoyak dan Sesal
82
Bab 82: Andra Butuh Ayah Kandungnya
83
Bab 83: Gian Tahu Semuanya
84
Bab 84: Dari Hati ke Hati
85
Bab 85: Pendekatan Kembali
86
Bab 86: Hubungan Tanpa Status
87
Bab 87: Bahagia
88
Bab 88: Bertemu Eyang
89
Bab 89: Kejutan untuk Gian
90
Bab 90: Melamar Gian (end)
91
Ekstra 1: Wanita Rahasia Daddy Zach
92
Ekstra 2: The Bad Boy and His Nanny
93
Ekstra 3: Om Rey Tersayang
94
Ekstra 4: Marry Me, Dev
95
Ekstra 5: My Big Girl
96
Ekstra 6: Single Mom
97
Ekstra 7: Miss Rania, I Love You
98
Ekstra 8: Mengejar Cinta Nabila
99
Ekstra 9: Jodohkah Kita?

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!