Bab 2: Les Privat

"Silahkan diminum, Teh." ujar seorang perempuan yang sepertinya adalah ART, seraya meletakkan sebuah gelas berisi air berwarna orange di meja di hadapanku.

"Makasih." Sahutku sopan.

Aku duduk di salah satu sofa ruang tamu di rumah seseorang yang kemarin meneleponku dan memintaku untuk mengajar privat putranya yang bersekolah di bangku SMA.

Rumahnya cukup besar. Rumah ini juga berada di sebuah perumahan yang dipenuhi rumah-rumah yang besar. Di luar terdapat carport yang bisa memuat sekitar 6 buah mobil. Dari tempat aku duduk sekarang aku bisa melihat ke teras belakang yang terdapat sebuah kolam renang yang tidak terlalu besar tapi sangat nyaman.

Dari rumah ini aku bisa menyimpulkan bahwa calon murid privatku memiliki orang tua yang lumayan berkecukupan. Semoga saja gaji yang aku dapatkan juga lumayan.

"Nayara? Maaf ya sudah menunggu." Tiba-tiba muncul seorang perempuan paruh baya dari sebuah lorong yang terletak agak dalam di ruang tengah.

Sontak aku berdiri menyambutnya. Sepertinya itu adalah Bu Kirana, yang meneleponku kemarin.

"Gak apa-apa, Bu. Saya belum lama, kok." Aku menjabat tangannya dan ia kembali mempersilahkanku untuk duduk.

"Jadi gimana, kamu bisa mulai hari ini? Maaf ya kalau saya terkesan buru-buru. Tapi ujian kenaikan kelas sudah sekitar satu bulan lagi. Jadi saya ingin Gian belajar intensif dari sekarang." ucapnya agak sungkan.

Aku menggelengkan kepalaku dengan sopan, "Gak apa-apa bu, kebetulan saya juga sudah kosong. Saya baru saja wisuda akhir bulan lalu. Sekarang saya hanya sedang menunggu panggilan setelah saya memasukkan beberapa lamaran ke beberapa sekolah dan juga beberapa platfrom belajar online. Selebihnya saya tidak ada kesibukan apa-apa."

"Kamu tidak ada ngeprivat siswa lain?" Tanyanya.

"Tidak ada, Bu. Sejak saya mulai sibuk mengerjakan skripsi, saya memang tidak menerima panggilan privat. Kebetulan saya dapat dosen pembimbing yang lumayan 'sulit'. Jadi mau tidak mau saya harus fokus pada skripsi saya. Dan baru sekarang saya menerima privat lagi."

"Oh begitu, kalau gitu saya ucapkan selamat ya, Nayara. Saya itu dapet rekomendasi dari temen saya, Bu Sisi, anaknya namanya Bulan. Kamu kenal 'kan?" Aku mengangguk, Bulan memang murid privatku selama 2 tahun saat dia berada di SMP. "Katanya kamu jago ngajarin matematikanya, Bulan juga langsung dapet nilai yang bagus. Makanya saya ingin kamu ngajarin anak saya juga."

"Ah nggak, bu. Saya biasa aja. Saya akan mengusahakan yang terbaik, Bu." ujarku merendah.

"Anak saya ini atlet basket. Dia anak yang pintar sebenarnya, tapi dia sering ketinggalan pelajaran karena sering dispen untuk ikut pertandingan. Ayahnya ingin dia tidak meninggalkan pelajarannya walaupun dia sibuk di basket. Ayahnya memang agak perfeksionis. Maklum anak tunggal, jadi kami sangat berharap banyak Gian bisa unggul di segala bidang."

Saat sedang asyik mengobrol kami mendengar gerbang dibuka oleh ART laki-laki di rumah ini. Aku melihat sebuah mobil mazda merah masuk ke carport.

"Nah itu Gian baru pulang." Ujar Bu Kirana.

Tak lama seorang laki-laki dengan pakaian putih abu khas siswa SMA mulai menaiki tangga di halaman depan menuju ke ruang tamu. Memang, pintu utama rumah ini ada di lantai 2. Dan aku bisa melihatnya dari tempatku duduk.

Jadi itu yang namanya Gian.

Satu kata yang muncul di benakku ketika melihatnya, tinggi. Dia benar-benar memiliki tubuh yang tinggi, mungkin karena dia seorang atlet basket maka dari itu tubuhnya bisa setinggi itu.

Kata berikutnya yang muncul di benakku adalah, tampan. Wajahnya tampan dan imut di saat yang bersamaan. Wajahnya kecil, hidungnya mancung, dan bibirnya juga tipis. Matanya besar, membuat wajahnya terkesan baby face.

"Kok baru pulang sih, Nak? Bunda 'kan udah bilang kamu jangan pulang telat. Mulai hari ini kamu akan les privat. Nih gurunya udah dateng." Tegur Bu Kirana. Lalu beliau melihat ke arahku, "Nayara ini anak saya, Giandra Mahesa. Panggil aja Gian biar lebih simple ya."

Aku mengangguk pada Bu Kirana dan melihat ke arah Gian dan tersenyum sopan padanya. Tapi Gian malah tidak tersenyum padaku. Dia juga tidak menyahuti ucapan Bu Kirana tadi.

Gian malah menatapku lekat.

"Gian, kasih salam dong sama guru kamu. Namanya Kak Nayara." Tegur Bu Kirana.

Gian mengangguk sekilas, "Aku mandi dulu bentar." ujarnya.

Suaranya rendah sekali. Sangat bertolak belakang dengan wajah baby facenya. Aku kira ia akan memiliki suara yang lembut, tapi ternyata ia memiliki suara yang bass.

"Aduh, maaf ya Nayara. Dia emang seperti itu. Irit bicara. Irit senyum. Irit segala-galanya. Saya sudah sering memperingatkannya supaya lebih ramah ke orang, tapi sudah watak jadi sepertinya sulit."

Aku tersenyum pada Bu Kirana, "Gak apa-apa, Bu. Mungkin masih canggung karena baru pertama bertemu. Nanti juga akan terbiasa kalau sudah kenal."

Kemudian sambil menunggu Gian bersiap, aku dan Bu Kirana mengobrol. Berbeda dengan anaknya yang katanya irit bicara, ibunya justru berbicara tiada henti. Ia menceritakan tentang banyak hal. Aku jadi tahu bahwa beliau adalah ibu rumah tangga, sedangkan suaminya adalah seorang manager di sebuah perusahaan swasta. Jabatannya sudah lumayan katanya. Bisa dilihat sih dari rumah mereka ini.

Aku juga menceritakan pada beliau bahwa aku tinggal bersama ayahku berdua saja sejak orang tuaku bercerai ketika aku baru masuk ke SMA.

Ayahku bekerja di luar kota di sebuah pabrik pembuatan spare part motor, di daerah Cikarang. Sejak aku kuliah beliau jarang pulang, karena mungkin sudah menganggapku cukup dewasa untuk ditinggal sendiri di rumah, sedangkan sebelumnya beliau selalu pulang di akhir pekan. Ia tidak membawaku pindah kesana karena menurut beliau, untuk pendidikan lebih baik ada di kota Bandung ini.

"Oh gitu jadi kamu sudah terbiasa mandiri ya." celoteh Bu Kirana, "Eh, sebentar ya, Gian kok lama sih. Gian!" teriaknya memanggil sang putra.

Tak lama Gian muncul dari tangga lantai dua dengan pakaian rumahan dan dengan rambut yang masih basah. "Di atas aja privatnya." ujarnya.

"Ya udah kalau gitu kamu ke atas aja ya, Nayara. Saya akan ambilkan cemilan nanti." ujar Bu Kirana.

Akupun segera pamit dan mulai menaiki tangga ke lantai dua rumah itu. Begitu aku sampai aku melihat Gian berdiri di ambang pintu sebuah kamar.

"Di kamar aja." ujarnya masih dengan wajah tanpa ekspresinya. Aku mengangguk dan mulai mengekornya memasuki kamar.

Ia terus berjalan ke sebuah meja belajar. Meja belajarnya terletak di depan sebuah jendela besar yang menghadap ke sebuah balkon.

"Silahkan duduk." Ujarnya. Akupun duduk di kursi putar miliknya, sedangkan ia membawa sebuah kursi dari luar kamar.

Aku mulai mengeluarkan beberapa buku dari dalam tasku. Ku nyalakan juga tab-ku. Lalu aku menatap ke arah Gian yang duduk di sampingku, "Sebelum mulai kita kenalan dulu ya, Gian. Saya Nayara. Buat sekitar 8 pertemuan ke depan kamu akan kita akan belajar bareng. Saya privat kamu matematika tapi kalau kamu ada masalah di mata pelajaran lain, bisa ditanyain juga. Saya akan coba bantu kamu. Pokoknya, target utama kita kamu harus bisa dapet nilai maksimal di ujian kenaikan kelas nanti. Saya harap kamu memaksimalkan usaha kamu, maka nilai kamu juga akan maksimal nantinya." Ucapku panjang lebar.

Tapi bukannya menanggapi, Gian malah diam saja dengan tangan terlipat di depan dadanya.

Dasar kulkas, dingin sekali anak ini.

Baiklah sebaiknya aku langsung mulai saja. "Nah kamu pasti udah belajar rumus ini di sekolah 'kan? Coba kamu kerjain."

Kembali ia terdiam, kini ia malah menatapku dengan dingin.

"Gian? Kamu dengar saya?" tanyaku ramah.

Ia meraih pensil dan mulai mengerjakan soal yang kuberikan. Kemudian tak lama ia meletakkan pensilnya di tengah buku tulis itu.

"Udah? Coba Saya liat dulu ya." Aku memeriksanya. "Kamu masih keliru, Gian." Kemudian pelan-pelan aku menjelaskan langkah-langkahnya. Sesekali aku menatapnya dan tatapannya masih sama, dingin dan tanpa ekspresi. Dan yang membuatku terganggu, dia tidak memerhatikan penjelasanku, dia malah menatapku lekat.

Seperti yang dilakukannya saat melihatku tadi di ruang tamu.

"Tolong perhatikan ya." tanyaku mencoba sabar.

Iapun mulai memfokuskan perhatiannya pada coretan-coretan yang aku buat di buku itu. Tapi lama-lama ia kembali tidak fokus dan menatapku dengan tatapan itu lagi.

"Gian kamu bisa fokus dulu?" tanyaku mulai tidak sabar.

Gian kembali memfokuskan perhatiannya pada buku yang kucorat-coret. Aku kembali menjelaskannya. Namun sudut mataku kembali menangkap basah ia yang malah menatapku.

"Kamu lagi ada hal yang ganggu fokus kamu, ya? Mau istirahat sebentar?" tanyaku.

Tiba-tiba terdengar suara seseorang, "Permisi, A, Teh, ini bibi anterin cemilan."

Gian bangkit dari posisinya dan menghampiri ARTnya dan meraih nampan berisi cemilan itu. "Makasih, Bi."

ART itu keluar dan seketika Gian terdiam di depan pintu beberapa saat. Kemudian ia menutup pintunya dan menyimpan nampan itu di nakas tempat tidurnya.

Ia berjalan kembali ke arah meja belajar dan terjadi begitu saja.

Gian meraup kedua pipiku dan tiba-tiba saja aku merasa matanya begitu dekat, aku bisa melihat bulu matanya yang panjang tepat di depan mataku. Ku rasakan sesuatu yang lembut di bibirku.

Apa ini? Apa Gian sedang menciumku?

Terpopuler

Comments

Dewi Anggya

Dewi Anggya

waduuuh si gian

2024-05-24

1

lihat semua
Episodes
1 Bab 1: Prolog
2 Bab 2: Les Privat
3 Bab 3: Pertemuan Kedua
4 Bab 4: Dominasi Gian
5 Bab 5: Pertemuan Terakhir
6 Bab 6: Obrolan dengan Mama
7 Bab 7: Kakak Sambung
8 Bab 8: Kegigihan Gian
9 Bab 9: Menerima Gian
10 Bab 10: Pertandingan Basket
11 Bab 11: Rencana untuk Backstreet
12 Bab 12: Hari Pertama
13 Bab 13: Perhatian Kecil
14 Bab 14: Kembali Dekat
15 Bab 15: Terpana
16 Bab 16: Hari Guru
17 Bab 17: Ketahuan
18 Bab 18: Perih
19 Bab 19: Perempuan Paling Cantik
20 Bab 20: Rasa yang Tidak Diperbolehkan
21 Bab 21: Patah Hati yang Konyol
22 Bab 22: Meyakinkan Naya
23 Bab 23: Nayara Pacarnya Giandra
24 Bab 24: Ganjaran
25 Bab 25: Kencan
26 Bab 26: Masa Depan Gian
27 Bab 27: Kakak-adik yang Tak lagi Harmonis
28 Bab 28: Pacar Manjaku
29 Bab 29: Sebelum berpisah
30 Bab 30: Selalu Dukung Kamu
31 Bab 31: Syarat dari Kak Deon
32 Bab 32: Berbohong
33 Bab 33: Kencan di Luar Rencana
34 Bab 34: Pergi dari Rumah
35 Bab 35: Gian yang Dewasa
36 Bab 36: Upacara Kelulusan
37 Bab 37: Waktu yang Tidak Tepat
38 Bab 38: Truth or Dare
39 Bab 39: Diabaikan
40 Bab 40: Curiga
41 Bab 41: Situasi Macam Apa Ini?
42 Bab 42: Bertemu Kembali
43 Bab 43: Rumah Bagiku
44 Bab 44: Dunia yang Sempit
45 Bab 45: Chaos
46 Bab 46: Muram
47 Bab 47: Gian Harus Tahu
48 Bab 48: Selamat Tinggal, Gian
49 Bab 49: Ayah untuk Janinku
50 Bab 50: Kenangan dari Gian
51 Bab 51: Pernikahan yang Hambar
52 Bab 52: Rindu Setiap Saat
53 Bab 53: Tak Ada yang Bahagia
54 Bab 54: Orang Ketiga itu Sasha
55 Bab 55: Akhir dari Penderitaan
56 Bab 56: (Bab Spesial)
57 Bab 57: Enam Tahun Kemudian
58 Bab 58: Kembali ke Tanah Air
59 Bab 59: Andra dan Om Pirang
60 Bab 60: Siapa Om Pirang
61 Bab 61: Setelah Bertahun-tahun
62 Bab 62: Mengabulkan Permintaan Andra
63 Bab 63: Debaran Kedua
64 Bab 64: Canggung
65 Bab 65: Menyebalkan
66 Bab 66: Jangan Buat Aku Rapuh Lagi
67 Bab 67: Menjemput Andra
68 Bab 68: Gian yang Terkenal
69 Bab 69: Isi Hati Gian
70 Bab 70: Semakin
71 Bab 71: Siapakah Giandra Mahesa?
72 Bab 72: Berkenalan dengan Eyang
73 Bab 73: Berdebat
74 Bab 74: Cincin dalam Eskrim
75 Bab 75: Gian Pergi
76 Bab 76: Kebenaran
77 Bab 77: Pengorbanan Nayara
78 Bab 78: Saling Merelakan
79 Bab 79: Tato
80 Bab 80: Salam Terakhir
81 Bab 81: Terkoyak dan Sesal
82 Bab 82: Andra Butuh Ayah Kandungnya
83 Bab 83: Gian Tahu Semuanya
84 Bab 84: Dari Hati ke Hati
85 Bab 85: Pendekatan Kembali
86 Bab 86: Hubungan Tanpa Status
87 Bab 87: Bahagia
88 Bab 88: Bertemu Eyang
89 Bab 89: Kejutan untuk Gian
90 Bab 90: Melamar Gian (end)
91 Ekstra 1: Wanita Rahasia Daddy Zach
92 Ekstra 2: The Bad Boy and His Nanny
93 Ekstra 3: Om Rey Tersayang
94 Ekstra 4: Marry Me, Dev
95 Ekstra 5: My Big Girl
96 Ekstra 6: Single Mom
97 Ekstra 7: Miss Rania, I Love You
98 Ekstra 8: Mengejar Cinta Nabila
99 Ekstra 9: Jodohkah Kita?
Episodes

Updated 99 Episodes

1
Bab 1: Prolog
2
Bab 2: Les Privat
3
Bab 3: Pertemuan Kedua
4
Bab 4: Dominasi Gian
5
Bab 5: Pertemuan Terakhir
6
Bab 6: Obrolan dengan Mama
7
Bab 7: Kakak Sambung
8
Bab 8: Kegigihan Gian
9
Bab 9: Menerima Gian
10
Bab 10: Pertandingan Basket
11
Bab 11: Rencana untuk Backstreet
12
Bab 12: Hari Pertama
13
Bab 13: Perhatian Kecil
14
Bab 14: Kembali Dekat
15
Bab 15: Terpana
16
Bab 16: Hari Guru
17
Bab 17: Ketahuan
18
Bab 18: Perih
19
Bab 19: Perempuan Paling Cantik
20
Bab 20: Rasa yang Tidak Diperbolehkan
21
Bab 21: Patah Hati yang Konyol
22
Bab 22: Meyakinkan Naya
23
Bab 23: Nayara Pacarnya Giandra
24
Bab 24: Ganjaran
25
Bab 25: Kencan
26
Bab 26: Masa Depan Gian
27
Bab 27: Kakak-adik yang Tak lagi Harmonis
28
Bab 28: Pacar Manjaku
29
Bab 29: Sebelum berpisah
30
Bab 30: Selalu Dukung Kamu
31
Bab 31: Syarat dari Kak Deon
32
Bab 32: Berbohong
33
Bab 33: Kencan di Luar Rencana
34
Bab 34: Pergi dari Rumah
35
Bab 35: Gian yang Dewasa
36
Bab 36: Upacara Kelulusan
37
Bab 37: Waktu yang Tidak Tepat
38
Bab 38: Truth or Dare
39
Bab 39: Diabaikan
40
Bab 40: Curiga
41
Bab 41: Situasi Macam Apa Ini?
42
Bab 42: Bertemu Kembali
43
Bab 43: Rumah Bagiku
44
Bab 44: Dunia yang Sempit
45
Bab 45: Chaos
46
Bab 46: Muram
47
Bab 47: Gian Harus Tahu
48
Bab 48: Selamat Tinggal, Gian
49
Bab 49: Ayah untuk Janinku
50
Bab 50: Kenangan dari Gian
51
Bab 51: Pernikahan yang Hambar
52
Bab 52: Rindu Setiap Saat
53
Bab 53: Tak Ada yang Bahagia
54
Bab 54: Orang Ketiga itu Sasha
55
Bab 55: Akhir dari Penderitaan
56
Bab 56: (Bab Spesial)
57
Bab 57: Enam Tahun Kemudian
58
Bab 58: Kembali ke Tanah Air
59
Bab 59: Andra dan Om Pirang
60
Bab 60: Siapa Om Pirang
61
Bab 61: Setelah Bertahun-tahun
62
Bab 62: Mengabulkan Permintaan Andra
63
Bab 63: Debaran Kedua
64
Bab 64: Canggung
65
Bab 65: Menyebalkan
66
Bab 66: Jangan Buat Aku Rapuh Lagi
67
Bab 67: Menjemput Andra
68
Bab 68: Gian yang Terkenal
69
Bab 69: Isi Hati Gian
70
Bab 70: Semakin
71
Bab 71: Siapakah Giandra Mahesa?
72
Bab 72: Berkenalan dengan Eyang
73
Bab 73: Berdebat
74
Bab 74: Cincin dalam Eskrim
75
Bab 75: Gian Pergi
76
Bab 76: Kebenaran
77
Bab 77: Pengorbanan Nayara
78
Bab 78: Saling Merelakan
79
Bab 79: Tato
80
Bab 80: Salam Terakhir
81
Bab 81: Terkoyak dan Sesal
82
Bab 82: Andra Butuh Ayah Kandungnya
83
Bab 83: Gian Tahu Semuanya
84
Bab 84: Dari Hati ke Hati
85
Bab 85: Pendekatan Kembali
86
Bab 86: Hubungan Tanpa Status
87
Bab 87: Bahagia
88
Bab 88: Bertemu Eyang
89
Bab 89: Kejutan untuk Gian
90
Bab 90: Melamar Gian (end)
91
Ekstra 1: Wanita Rahasia Daddy Zach
92
Ekstra 2: The Bad Boy and His Nanny
93
Ekstra 3: Om Rey Tersayang
94
Ekstra 4: Marry Me, Dev
95
Ekstra 5: My Big Girl
96
Ekstra 6: Single Mom
97
Ekstra 7: Miss Rania, I Love You
98
Ekstra 8: Mengejar Cinta Nabila
99
Ekstra 9: Jodohkah Kita?

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!