Dengan Langkah gontai aku memasuki rumah, Walaupun hari ini cukup menyenangkan tapi tak bisa ku pungkiri hati ku masih saja sedih. masih teringat dengan jelas bagaimana cara temen-temen memandang ku sinis karena tak ada Papa menghadiri pembagian raport tadi. Bahkan ada juga teman-teman ku yang terang-terangan mengatakan kalau Papa ku lebih mementingkan pekerjaan daripada aku anaknya. Aku sangat kesal meskipun yang dikatakan mereka benar adanya tapi tetap saja aku tidak terima.
Kak Hans mengatakan kalau aku tak usah memikirkan ucapan mereka karena masih ada dia dan keluarganya yang peduli padaku. Disaat-saat seperti ini mungkin anak-anak lain mungkin sedang berbahagia dengan perayaan dari keluarganya karena mendapat prestasi, Tapi jangankan hadiah atau pesta kecil-kecilan mendapatkan ucapan selamat saja aku tidak dari Papa.
Sungguh miris..
Kutatap ruang tamu yang sepi Seperti biasanya, Dulu saat aku pulang sekolah selalu kudapati Mama menunggu ku dengan senyum lembut khas miliknya. Tapi sekarang Mama telah pergi seakan ikut membawa serta kehangatan di dalam rumah ini.
Rumah ini bagaikan rumah tak berpenghuni, Hanya ada kesunyian di dalamnya.
Ku letakkan tas ku di meja belajar, Tanpa mengganti pakaian atau sekedar membuka sepatu aku Langsung merebahkan tubuh ku di kasur. Kutatap langit-langit kamar pikiran ku kembali diselimuti rasa sedih yang amat dalam. Pandangan ku mulai buram, Rupanya air mata yang sudah menghalangi pandangan ku. Tanpa permisi Akhirnya air mata jatuh juga, Mengalir dengan derasnya. Kali ini tak ada tangisan atau isakan hanya air mata yang terus mengalir. Ku menangis tanpa suara, Percayalah menangis tanpa suara itu sangat menyakitkan.
Dada rasanya berat seperti tertimpa beban berton-ton beratnya. Mungkin karena kelelahan aku sampai tertidur dengan mata bengkak.
Aku terbangun di jam 8 malam itu juga karena pelayan mengetuk kamar ku untuk makan malam.
Setelah bangun aku langsung cek ponsel ku berharap Papa mengirimkan pesan untuk sekedar menanyakan bagaimana prestasi ku di sekolah. Tetapi nihil, Hanya ada pesan dari Yura yang mengajak ku untuk main di toko kuenya besok.
Kuhembuskan nafas ku perlahan berharap perasaan sedih ini ikut meluap tetapi ternyata itu tidak merubah perasaan ku sama sekali.
Setelah membersihkan diri aku langsung keluar dari kamar menuju ruang makan, Hanya ada makanan yang tersedia di sana tanpa ada seorang pun yang menemani. Para pelayan juga akan kembali ke tugasnya masing-masing jika sudah selesai menyediakan makanan.
Sebenarnya aku tak berselera, saat di rumah Yura tadi aku makan kekenyangan karena makan dengan sayur daun singkong tumbuk lengkap dengan ikan teri Medan yang digoreng kering.
Aku hanya makan beberapa suap saja setelah itu langsung kembali ke kamar ku seperti biasanya.
Aku mulai berfikir bagaimana nasib ku di masa depan, Jalan apa yang harus aku tempuh? Rasanya aku hanya menjadi beban di hidup Papa. Meskipun Dia tak pernah mengatakan itu tetap saja hati ku merasa demikian.
Pukul 10 malam ku dengar mobil Papa memasuki garasi, Tumben dia pulang secepat ini!
Setelah beberapa menit ku dengar dia berbicara di depan kamar ku melalui ponselnya, Entah siapa temannya berbicara aku tak tahu.
Tok..Tok..
Pintu kamar ku diketuk, Apakah itu Papa?
Dengan semangat aku membuka pintu.
Ternyata Hanya seorang pelayan yang mengetuk pintu ku.
"Ada apa Bi?" Tanya ku lesu.
"Tuan besar menyuruh non ke ruang tamu."
"Memangnya sekarang Papa dimana bik?"
"Sedang ke kamarnya non, Katanya Nona disuruh menunggu di sana!"
"Oh, Baiklah."
Apakah aku ini orang asing? Padahal baru saja ku dengar Papa berada di depan pintu kamar ku. Mengapa hal sekecil ini harus disampaikan Papa melalui pelayan?
Tak mau berlama-lama aku langsung pergi ke ruang tamu, Cukup lama aku menunggu mungkin Papa mandi terlebih dahulu.
"Elsa." Papa memanggil ku.
Segera ku letakkan ponsel ku yang sebelumnya ku utak-atik hanya untuk mengalihkan perhatian ku.
"Ada apa Pa?" Jawab ku
"Papa ingin bicara penting." Kulihat ada keraguan di matanya. Apa yang ingin disampaikannya?
"Aku akan mendengarkan." Jawab ku perlahan.
"Ijinkan Papa menikahi lagi!"
Duar...!!
Hatiku bagaikan diledakkan dengan bom kekuatan tinggi, Apa yang barusan ku dengar? Menikah?!
Aku masih diam mematung, Tak tau harus menjawab apa.
"Maafkan Papa, Bukanya Papa tak mencintai Mama. Hanya saja Papa tak ingin membuat mu terus kesepian." Sambungnya.
Apa katanya? Agar aku tak kesepian? Alasan apa itu! Bukan aku yang kesepian tapi dirinya yang tak tahan tak punya istri! Apakah semua laki-laki seperti ini?
Aku masih diam mulut ku seakan terkunci tanpa mampu berkata walau hanya sepatah kata.
"Elsa tolong jawab Papa nak! jangan diam seperti ini."
Aku berdiri dari duduk ku, Tanpa menoleh aku hanya mengucapkan "Tunggu aku sampai lulus SMA!"
"Baiklah, Jika itu keputusan mu Papa akan setuju." Ada sedikit kelegaan kudengar dari nada bicaranya.
Aku beranjak meninggalkan Papa, Setelah sampai di kamar air mata kembali jatuh. Lagi-lagi tak ada suara tangis yang ku keluarkan, Hanya bulir-bulir air mata yang berlomba-lomba keluar.
Mengapa rasanya begitu sakit? Mama baru 3 bulan meninggal. Secepat itukah mengganti Mama di hatinya?! Laki-laki brengsek!! Ingin sekali aku memakinya tapi aku tak mampu.
Apa selama ini semua perlakuan manisnya pada mama hanya sandiwara? Kata-kata cinta yang sering diucapkannya dulu apakah hanya omong kosong!? Aku terus bertanya di dalam hati tanpa mampu kutemukan jawabannya.
Disaat Papa pulang cepat malam ini aku pikir karena dia ingin mengucapkan selamat pada ku, Namun malah permintaan menikah lagi yang kudapatkan. Sungguh laki-laki brengsek!
Saat melihat keromantisan Mama dan Papa dulu, aku sempat bermimpi kelak jika aku menikah akan seromantis mereka. Tapi sekarang aku sangat membenci diriku karena sudah berkhayal demikian. Sekarang rasa benci sudah menyelimuti hati ku, Apakah berdosa jika aku membencinya? Otakku terus saja memaksa ku untuk tidak membenci Pria yang telah membuat ku bisa makan, Tidur di ranjang yang nyaman, Bahkan bisa bersekolah di sekolah yang elite. Tapi hatiku tak bisa menerima semua ini. Aku hanyalah gadis remaja berusia 16 tahun saat ini rasanya aku tak bisa menerima kenyataan ini.
Tanpa sadar aku menangis tanpa suara sampai jam 4 pagi, Sampai akhirnya aku tertidur sampai jam 11 siang.
Aku terbangun karena kelaparan, Tumben sekali tak ada pelayan yang membangunkan ku.
Mata ku sangat bengkak bahkan aku sudah sangat kesulitan untuk melihat, Setelah selesai mandi aku langsung ke ruang makan untuk mengisi perut.
Seperti biasanya, Tak ada siapapun Disana.
Karena pelayan melihat ku sudah berada disana, mereka dengan terburu-buru menyiapkan makanan.
"Maaf non, Tadi kami sudah menyiapkan sarapan tapi karena non gak bangun-bangun jadi kami simpan lagi."
"Kenapa kalian tidak membangunkan ku?"
"Kata tuan tidak usah mengganggu karena non sudah libur sekolah katanya." Pelayan itupun terus saja menaruh makanan diatas meja, Begitu banyaknya makanan padahal aku makan sendiri.
"Bi, Lain kali tidak usah masak sebanyak ini. Kalian hanya perlu memasak yang ku minta saja!" Jawab ku dingin.
"Baik non, Tapi kalau boleh tau mengapa mata non Elsa bisa bengkak begitu?" Kulihat pelayan itu bertanya dengan agak takut.
"Aku nonton Drakor semalam Bi, Ceritanya sangat sedih." Aku mulai menikmati makanan dengan agak tergesa-gesa karena jujur aku sudah sangat kelaparan, mungkin karena aku sedang lelah secara jiwa dan raga.
"Begitu ya non, Kalau begitu Bibi permisi dulu. Kalo non butuh sesuatu segera saja panggil kami."
Aku hanya mengangguk tanpa menjawab, Setelahnya pelayan itu kembali melanjutkan pekerjaannya yang tertunda karena menyiapkan makanan untuk ku.
Bersambung 💞💞💞💞💞
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments
Salsa
kasihan elsa, Mama baru aja pergi untuk selamanya. Eh Papanya udah minta nikah lagi gak kebayang kalo ada di posisinya!
2023-07-10
1
eva
kok belum up thor?????
2023-07-10
1
Princess 👠👠💍💖
Kok rada-rada melow ini Thor?
2023-07-03
1