Air mata yang sejak tadi ku tahan akhirnya jatuh juga, Mengapa hati ku sakit melihat Papa bercumbu dengan wanita lain.
Apakah aku terlalu berlebihan? Atau hanya sekedar rasa tak rela karena Mama baru saja tiada.
Di dalam mobil aku masih saja menangis membuat Didi heran melihat ku, Didi seorang mahasiswa yang bekerja sambil kuliah.
Kuliah yang diambilnya masuk siang, Sehingga tak menggangu aktifitasnya menyopiri ku.
"Neng Elsa kenapa?" Tanya Didi sambil terus mengemudikan mobil.
"Aku tidak apa-apa." jawab ku pelan tapi Didi masih mampu mendengarnya.
"Kalo neng punya masalah tak apa kalau neng mau cerita, Saya akan mendengarkan neng."
Aku hanya diam dan masih saja terisak tak mungkin aku menceritakan yang sebenarnya pada Didi tentang hal memalukan yang dilakukan Papa ku.
Apa yang akan aku ceritakan padanya, Haruskah aku katakan aku marah melihat Papa ku bercumbu dengan wanita yang tak ku kenal. itu sangat memalukan untuk di ceritakan.
Didi tak lagi bersuara Sepertinya dia paham bahwa aku tak ingin bercerita padanya. Lagipula aku sangat benci di kasihiani, Aku tak ingin dipandang lemah oleh siapapun.
Otak ku kembali berpikir siapa yang akan datang mengambil raport ku, Kalau saja aku satu kelas dengan Yura mungkin aku bisa meminta tolong pada Tante Ira untuk mengambil raport ku sekalian. Tapi sayangnya kelas kami berbeda.
Tiba-tiba saja aku teringat kak Hans, Apa aku minta tolong saja pada pria itu. apa tidak akan merepotkannya? Sebaiknya kutanya saja pada Yura. Ku keluarkan ponsel ku untuk mengirimkan pesan padanya.
Tapi mata ku malah fokus ke notifikasi bukti transfer dari rekening Papa yang mentransfer uang senilai 10 juta. Aku tersenyum miris, Apakah aku termasuk anak yang tergila-gila akan uang selama ini? Mengapa setitik perasaan tak Sudi menerima timbul di hati ku.
Aku tak lagi peduli pada notifikasi itu, Aku langsung membuka aplikasi WhatsApp dan mencari kontak Yura. Seharusnya dia juga sudah sampai di rumahnya sekarang.
[Ra?] Tidak butuh waktu lama Yura langsung membalas pesan ku.
[What?]
[Lo udah nyampe rumah?] Aku ingin memastikan Kak Hans di rumah saat ini atau tidak.
[Gue baru selesai mandi, Ada apa emangnya? eh.. ngomong-ngomong Lo lagi dimana sekarang?]
[Gue lagi di jalan, Nih Udah mau nyampe rumah]
[Emangnya Lo darimana?]
[Habis dari kantornya papa]
[Oh, Trus ada apa Lo chat gue? Jangan bilang Lo kangen.]
[Amit-amit, Gue mau minta tolong nih.] Balas ku lagi.
[Minta tolong apaan?]
[Kak Hans di rumah gak?]
[Ada apa Lo nyariin kakak gue ???]
[Bisa gak dia yang ambil raport gue besok? Tolong Lo tanyakan dong Ra] Aku sangat berharap agar kak Hans bersedia.
[Emangnya Bokap Lo kemana? Kan tadi udah diumumkan kalo orang tua yang ambil]
[Dia sibuk] Tak lupa aku menambahkan emoticon sedih.
[Bentar deh gue tanya ke kamarnya, Soalnya dia juga baru pulang]
[Oke, Makasih ya Ra.]
[Ok Santai aja kali, Tunggu Bentar gue tanya dulu.]
Aku sudah sampai di rumah, Dan aku langsung masuk ke dalam kamar ku. Makan siang sudah tersedia di meja makan tapi aku tak berniat menyentuhnya, Mungkin saja aku masih kenyang karena tadi di sekolah Yura juga membawa bekal untuk ku.
Setelah berganti pakaian aku langsung mengecek ponsel ku rupanya sudah ada pesan yang dikirim Yura.
[Elsa, Kakak gue bersedia ambil raport Lo besok. Lo jangan kepikiran lagi oke?]
Yura saja seakan tahu aku sedang bersedih saat ini meskipun tak melihat ku, Tapi mengapa Papa ku seakan tak peduli.
[Ok Ra, Sekali Lagi thanks ya!]
[Iya sama-sama, Ingat! Kalo Lo butuh bantuan langsung saja hubungi gue. Gue seneng kalo bisa bantuin lo.] Balasnya lagi.
[Iya, Sampai ketemu besok di sekolah.]
[Ok, Bye]
Sekian percakapan singkat ku dengan Yura melalui pesan chat, Rasanya sekarang aku sudah lega karena kak Hans bersedia menolong ku.
Di rumah hanya ada beberapa pelayan yang bekerja, Tak ada satupun diantara mereka yang dekat dengan ku. Mungkin mereka membatasi diri karena aku majikan.
Bayang-bayang Papa bersama wanita itu masih berputar di benak ku, Amarah yang tadinya sudah padam kembali menyala. Sekarang sudah jam 11 malam tapi Papa belum juga pulang, Jangan-jangan dia bersama wanita itu.
Kuraih ponsel diatas nakas, Tak ada pesan sama sekali dari Papa. Apa yang ku harapkan?
"Dia tidak akan meminta maaf atau sekedar bertanya siapa yang akan mengambil raport ku besok. Buanglah jauh-jauh pikiran mu Elsa." Aku berbicara pada diri ku sendiri.
Sampai jam 12 malam Papa belum juga pulang, Apakah setiap malam dia seperti ini? Aku tak pernah tahu Papa pulang jam berapa, Karena setelah mengerjakan tugas sekolah aku Langsung tidur. Tak pernah aku menanyakan kepada pelayan jam berapa Papa pulang, Karena Menurut ku itu tidak penting. Tapi sekarang rasanya aku ingin tahu jam berapa dia pulang setiap malam.
"Sudahlah, Sebaiknya aku tidur saja lagian kak Hans sudah bersedia untuk mengambil raport ku. Aku tak perlu khawatir lagi"
Walaupun tidur cukup larut tak membuat ku bangun kesiangan, Mungkin ini satu anugerah yang patut aku syukuri. Walaupun tidur jam 2 malam karena maraton nonton Drakor tetap saja tepat jam 5 pagi aku sudah melek. Sangat berbeda dengan sahabat ku Yura, Sangat sulit dibangunkan di pagi hari. Bahkan beberapa kali ponselnya hancur karena dibantingnya sendiri karena merasa terganggu dengan alarm yang di stelnya. Sungguh aneh bukan?
Saat aku sudah rapi dengan seragam ku, Aku langsung menuju meja makan untuk sarapan.
Tak ada siapapun Disana, Hanya ada beberapa jenis sarapan yang tampak masih mengepul tanda makanan baru saja siap di sajikan.
Di atas meja ada beberapa menu sarapan diantaranya Bubur ayam, Bubur kacang hijau, nasi goreng lengkap telor ceplok. Ada juga roti tawar dengan beberapa jenis selai dari rasa stroberi, kacang, srikaya, coklat, dan rasa nenas.
Pagi ini aku memilih makan bubur kacang hijau saja karena sudah lama aku tak makan. Sebenarnya aku agak heran mengapa kali ini ada beberapa jenis sarapan, biasanya hanya akan ada roti dan nasi goreng saja. Tapi kali ini jus dan susu coklat dan vanilla juga ada.
Apakah ini Papa yang menyuruh? rasanya tidak mungkin.
Karena teringat Papa aku memanggil seorang pelayan yang kebetulan lewat "Bi, Semalam Papa pulang jam berapa?"
Wanita itu terlihat bingung karena sebelumnya aku tak pernah bertanya demikian.
"Tuan pulang hampir subuh nona, Dan sepertinya tuan langsung pergi. Bibi rasa Tuan hanya berganti pakaian ke rumah."
"Oh! Makasih bik."
"Sama-sama non, Kalau begitu bibi permisi dulu."
Aku hanya menganggukkan kepalaku dan melanjutkan sarapan.
Bersambung 💞💞💞💞💞💞
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments