Setelah menempuh perjalanan sekitar 45 menit, akhirnya Bella pun sampai di rumah calon suaminya. Dari mulai memasuki pelataran rumah, manik matanya tak henti-hentinya mengagumi rumah megah bergaya eropa itu.
Ini adalah rumah seperti di negeri dongeng yang pernah dia baca, begitu megah dan indah.
'Mimpi apa aku semalam sampai bisa berada di rumah sebesar ini.'
Dia tidak habis pikir, bagaimana bisa ada rumah sebesar ini di kehidupan nyata.
"Nona kita sudah sampai," ujar Jo yang membuyarkan kekaguman Bella.
"A-ah, iya."
Jo segera keluar dari mobil, mengambil koper milik Bella di bagasi.
"Nona anda masuklah ke dalam, saya akan kembali ke kantor. Di depan pintu utama, sudah ada pak Sam yang menunggu anda," ujar Jo menunjukkan jalan pada Bella.
"Baiklah."
Bella segera berjalan sesuai arah yang di tunjukkan, dan benar saja sudah ada lelaki paruh baya yang berdiri di depan pintu.
'Ah mungkin itu dia pak sam,' batin Bella.
"Selamat datang di kediaman tuan Devan, nona. Saya pak Sam, kepala pelayan di sini."
Pak Sam mengenalkan diri seraya sedikit membungkukkan badannya.
"S-saya Bella, pak," sahut Bella canggung.
"Mari saya antar ke kamar anda, nona," ajak pak Sam.
"Baik pak."
Pak Sam berjalan lebih dulu, dan Bella hanya mengekor saja. Sepanjang kaki melangkah, tatapan mata Bella tak henti menatap kagum bangunan megah itu. Tidak ada kata lain yang pantas untuk nilai sebuah rumah megah ini kecuali luar biasa.
"Ini kamar anda nona, silahkan masuk," ujar pak Sam saat sudah sampai di depan pintu kamar yang akan menjadi kamar Bella.
"Baik pak, terima kasih."
"Kalau begitu saya permisi dulu nona, jika anda membutuhkan sesuatu anda bisa memanggil saya atau pelayan lain," kata pak Sam.
Bella hanya mengangguk sebagai jawaban.
Selepas kepergian pak Sam, Bella pun mulai memasuki kamar itu. Dan lagi lagi, manik matanya memandang penuh kekaguman kamarnya itu. Luas dan mewah, lebih luas dari pada ruang tamu di rumah pamannya.
'wah, ini sangat-sangat menakjubkan,' batinnya saat menatap seluruh isi kamar itu.
Setelah puas mengagumi kemewahan kamarnya itu, dia segera menuju ke lemari yang ada di pojok kamar. Rencananya dia akan menyusun baju-bajunya di sana, di lihatnya sudah ada beberapa potong baju di dalamnya, dan tinggal beberapa ruang kosong di dalamnya.
"Sepertinya ini baju mahal, apa kamar ini ada yang mengisi?" gumam Bella saat melihat isi lemari itu.
"Aku taruh di sini saja deh baju ku," sambungnya.
Dia pun mulai menata bajunya di sisa ruang itu.
Setelah selesai, Bella pun memutuskan untuk membersihkan dirinya. Dan saat memasuki kamar mandi, manik matanya kembali di suguhkan oleh interior sangat mewah.
"sepertinya, berendam air hangat bisa membantu merilekskan tubuh ku," gumamnya.
Bella mulai merenungi bagaimana nasibnya ke depannya, dia akan tetap hidup atau mati di tangan pria kejam itu. Dia tidak pernah menyangka, hal ini akan terjadi dalam hidupnya. Dulu, dia bermimpi akan menjadi wanita yang sukses, dan setelah itu baru dia akan menikah. Menikah dengan orang yang di cintainya, dan hidup bahagia bersama. Tapi kau bagaimana lagi, mungkin inilah takdir yang harus dia jalani di hidupnya.
'Sudahlah Bella, jalani saja takdir mu ini penderitaan mu akan segera di mulai,' batin Bella getir meratapi nasibnya.
Setelah beberapa menit berendam dan pikirannya mulai tenang, Bella memutuskan untuk menyudahi kegiatannya itu, dan segera berganti pakaian. Tidak ada yang bisa Bella lakukan di sana, dia hanya duduk termenung di ranjangnya.
Setelah bosan dengan lamunannya, Bella membuka pintu balkon kamarnya. Dan ternyata hari sudah petang, terlihat pemandangan luar yang sudah temaram dengan Lampu-lampu jalan sebagai penerangan. Hal itu sedikit mampu membuatnya tenang, lama kelamaan berada di sana dia mulai merasa mengantuk. Dia memutuskan kembali masuk ke dalam kamar dan berbaring di ranjang menuju alam mimpi.
****
Matahari sudah menunjukkan sinarnya, hari sudah menunjukkan pukul 10 pagi, namun Bella masih asik bergelung di alam mimpinya.
Terdengar suara gaduh dari arah bawah, yang membuat Bella terusik dari tidur lelapnya. Karena penasaran, Bella memutuskan untuk keluar dari kamarnya.
"Saya terpaksa, tuan. maafkan saya." Terdengar seorang wanita sedang memohon ampunan.
Bella memutuskan untuk bersembunyi di balik tembok, dia melihat seorang pria tampan bertubuh kekar sedang berdiri dengan tatapan mata yang begitu tajam. Dan di depannya, ada seorang wanita yang tengah bersujud memohon pengampunan.
"Penghianat tetaplah penghianat!" ucap pria itu dingin.
"Saya di ancam tuan, jika saya tidak melakukannya maka dia akan mencelakai keluarga saya," kata wanita itu melakukan pembelaan.
"Arrgh, ****!" Umpat pria itu.
"Saya mohon, ampuni saya tuan." Mohon wanita itu lagi.
"Bawa dia ke rumah pasung!" Mutlak pria itu dingin.
Bella yang mendengar hal itu langsung gemetar ketakutan, apa katanya tadi? Rumah pasung? Benar-benar mengerikan. Dirinya memang sudah terbiasa di perlakukan buruk oleh bibi dan sepupunya, tapi dia tidak pernah sampai mendengar kata seperti itu. Di rumah pamannya, dia memang di perlakukan buruk, tapi dia masih bisa pergi kuliah, bekerja dan menikmati udara luar dengan bebas. Tetapi di sini? Entahlah, dia tidak tau akan bagaimana nasibnya nanti.
Apa dia akan bernasib sama dengan wanita tadi? Atau kah lebih buruk dari itu? Hanya dengan membayangkannya saja sudah berhasil membuat lututnya lemas tak bertulang.
'Ya tuhan, dosa besar apa yang telah ku perbuat hingga aku mengalami nasib seperti ini? Tolong aku tuhan.'
Saking asiknya Bella dengan lamunannya, dirinya tidak sadar bahwa Devan sudah berjalan ke arah dirinya. Pria dingin itu memperhatikan siapakah wanita asing yang berada di rumahnya itu.
"Siapa kau?" tanya Devan saat sudah berdiri di depan Bella.
Bella terkejut sekaligus bergetar ketakutan saat mendengar suara dingin itu, terlebih saat matanya tidak sengaja menatap manik mata yang menyorot tajam dan dingin itu. Buru-buru dia menundukkan kembali kepalanya, Bella tidak sanggup berlama-lama menatap mata itu.
Bella tidak menjawab apapun, bibirnya terasa kaku seakan terkunci. Dia hanya mampu diam menunduk tanpa berani menjawab pertanyaan itu.
Jo yang berdiri di belakang tuannya menatap iba pada gadis belia itu, nampak sekali jika gadis itu sangat ketakutan.
"Maaf tuan, dia adalah putri tuan Isa yang di serahkan pada anda," jelas Jo mewakili Bella.
Devan tidak menjawab, lelaki dingin itu hanya diam sambil memperhatikan wanita yang akan dia nikahi. Entah apa yang ada dalam pikirannya.
Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Devan berlalu pergi dan meminta untuk tidak ada yang mengganggunya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 68 Episodes
Comments