Kamu bisa masak gak sih?

Mata Bintang membelalak sempurna ketika mendengar jawaban Zemira.

“Kamar mandi itu ada di sana!” kata Bintang menunjuk ruangan yang berada di sudut kamar itu.

“Ha?” Zemira melongo, “Kalau aku mandi di dalam situ, bukankah airnya akan jatuh ke lantai satu?”

Bintang yang bingung dengan jawaban Zemira, langsung saja menarik pergelangan tangan gadis itu dan membawanya ke kamar mandi. “Mandi saja di sini dan jangan bicara lagi!” Bintang mendorong pelan tubuh Zemira.

Bintang bingung ketika Zemira justru kembali keluar. “Kamu kenapa lagi?”

“Tidak ada ember dan gayung buat mandi.” Jawab Zemira polos.

Mata Bintang melotot, dia tidak percaya akan pendengarannya.

‘Apa aku tidak salah dengar? Gadis ini mencari ember dan gayung?’ Batin Bintang.

“Di dalam juga tidak ada toilet.” Kata Zemira.

Pikiran Bintang yang galau, tidak mau berdebat dengan gadis yang bahkan baru ditemuinya dalam hitungan jam. Dia langsung menarik Zemira kembali ke kamar mandi dan menerangkan semua fungsi dan cara penggunaan alat-alat yang berada dalam kamar mandi.

“Kenapa masih menatapku? Apa kamu masih tidak mengerti?” tanya Bintang mulai kesal.

“Aku sudah mengerti, tapi apa kamu mau tetap berada dalam kamar mandi? Aku mau mandi.” Kata Zemira tanpa melepaskan tatapan matanya di wajah Bintang.

Bintang tidak menjawab, dia langsung saja melangkah keluar kamar mandi.

Sejenak dia menatap pintu kamar mandi setelah Zemira menguncinya.

“Simpanan konglomerat berlagak sok polos, apa kamu pikir bisa menjebakku? Tidak!” bisik Bintang kesal.

Hampir setengah jam Bintang menunggu akhirnya Zemira keluar juga.

Bintang terkejut melihat gadis yang kini berdiri didepannya.

Meskipun piyama yang diberikan Bintang tidak sesuai ukuran tubuhnya, namun tidak serta merta membuat kecantikannya berkurang.

‘Inikah gadis yang aku nikahi? Benar-benar memiliki kencantikan paripurna. Namun, sayang kecantikannya disalahgunakan. Buat apa cantik kalau hanya mengejar harta saja? Lebih baik aku menikah dengan gadis buruk rupa, dari pada harus menikah dengan gadis malam.’ Batin Bintang.

Sedetik kemudian Bintang sadar gadis yang memiliki kencantikan paripurna itu tidak lain adalah istrinya. ‘Sial! Benar-benar sial! Kenapa aku menikahi wanita malam.’

Tidak mau tergoda Bintang langsung mengambil handuk yang ada di lemari dan melangkah menuju kamar mandi.

Belum juga mencapai pintu, langkah kakinya terhenti ketika mendengar kata-kata Zee Zemira.

“Sebaiknya kamu jangan terlalu kasar sama orangtua sendiri, nanti kamu akan menyesal. Diluar sana masih banyak orangtua yang membuang anak kandungnya, bahkan ada yang sampai menjual anak kandungnya demi uang.”

“Jangan sok tahu! Urus saja urusanmu sendiri.” Kata Bintang tambah kesal.

Berbeda dengan Zemira yang mandi hampir setengah jam, Bintang justru tidak sampai lima belas menit.

“Kenapa menatapku?” tanya Bintang merasa risih.

“Kamu itu harus lebih menghormati orangtua, tanpa mereka kamu bukan siapa-siapa. Bersyukurlah karena kamu memiliki orangtua yang peduli padamu.”

Bintang tidak memberi komentar tapi dia langsung saja melemparkan selimut dan bantal ke sofa. “Selama kita menikah, itu akan menjadi tempat tidurmu!”

“Oh ya satu lagi, wanita malam seperti dirimu sama sekali tidak pantas untuk memberikan nasehat! Lebih baik koreksi dirimu, dan bertobatlah.”

Walaupun masih banyak yang ingin dikatakan Zemira, namum melihat raut wajah Bintang, Zemira memilih menganggukkan kepalanya. Dia sadar tinggal di rumah itu sudah cukup darinya. Jangankan sofa, tidur di Gudang pun dia siap asalkan tidak akan bertemu dengan lelaki hidup belang yang doyan kawin.

“Apa kamu sudah terbiasa dengan sebutan wanita malam atau pelakor? Hingga tidak ada satu kalimat bantahan yang keluar dari mulutmu? Setidaknya pembelaan diri?” tanya Bintang penasaran.

“Apapun pembelaan yang aku katakan, pasti kamu tidak akan percaya. Jadi biarkan saja waktu yang menjawab pertanyaanmu. Terima kasih telah mengizinkan aku tinggal di sini. Sekarang izinkan aku tidur setelah seharian menjalani perjalanan berat.”

Mata Bintang membelalak ketika Zemira langsung saja naik ke sofa dan tidur. Untuk pertama kalinya dia menemukan sosok wanita yang sama sekali tidak tertarik melihat ketampanannya, bahkan Bintang merasa gadis itu menyimpan banyak rahasia.

Stiven kesal dan langsung saja menarik Zemira. “Aku sedang berbicara! Apa kamu tidak diajarkan sopan santun?”

“Dapatkah kamu bertanya besok saja? Aku benar-benar capek hari ini.”

“Apa hari ini adalah hari pernikahanmu? Tapi gagal gara-gara kepergok sama istri sah, terus pacarmu lebih memilih istri sahnya? Begitu?!”

Kalimat Bintang membuat aimata Zemira mengalir tidak terkendali, dia kembali teringat bagaimana calon suaminya menjualnya, bagaimana orangtuanya menjualnya kepada lelaki yang doyan kawin dan sekarang dia menikah dengan lelaki yang menganggapnya sebagai wanita malam dan pelakor.

Melihat airmata yang mengalir dari kelopak mata Rena tak urun membuat Bintang bingung. “Kamu jangan menangis. Ok! Ok! Aku tidak akan mengingatkanmu tentang kegagalanmu menikah hari ini.”

Zemira tidak menjawab, dia langsung saja naik ke sofa dan menarik selimut kemudian memejamkan mata. Meskipun mata Zemira sudah terpejam, tapi dia tidak tidur, dia sedang menangisi kehidupannya. Menjelang subuh barulah Zemira tertidur.

Jam sudah menunjukkan pukul 07.30 Wita.

“Bangung, Brengsek! Apa kamu pikir setelah menikah terus bisa menjadi nyonya Morales sesungguhnya? Jangan pernah bermimpi!” bentak Nadin Hilton, ibu Bintang.

Zemira langsung terbangun dari tidurnya, dia menatap sekelilingnya, sunyi.

Ya! Bintang sudah berangkat ke kantor tanpa membangunkan Zemira.

“Apa kamu mau meminta bantuan putraku? Hari ini dia sudah ke kantor, jadi tidak ada satupun yang akan membelamu!” Nadin langsung saja menarik pergelangan tangan Zemira dan membawanya ke lantai satu.

“Stop! Hari ini kalian semua hanya perlu duduk dan mengawasi gadis ini, tapi ingat jangan ada yang melapor pada tuan muda. Paham!” tita nyonya besar.

“Baik, nyonya.”

“Jangan ada yang membantunya! Kalau sampai ketahuan ada yang membantunya, maka aku akan segera memecat yang bersangkutan!” ancam Nadin.

Tidak mau menyusahkan pelayan rumah, Zemira langsung saja memulai pekerjaannya. Zemira bersyukur pernah bekerja di rumah orang terkaya di desanya. Jadi sebagian besar peralatan itu dapat dioperasikan oleh Zemira.

Setelah selesai mengepel, Zemira melanjutkan dengan memasak nasi goreng dan membawanya kepada Nadin untuk mencobanya.

Nadin mencicipi nasi goreng itu dan membatin, ‘nasi goreng ini terasa berbeda, benar-benar lezat. Sepintar inikah dia memasak? Apa Stiven menyukainya karena makanan yang dibuatnya selalu lezat?’

Sedetik kemudian Nadin sadar, Zemira telah menghancurkan kedua perusahaan besar untuk bersatu.

Tanpa menunggu dia langsung saja melemparkan piring yang berisi nasi goreng ke lantai.

Pranggg!!!! Branggg!!!! Pranggg!!!!

Zemira menahan nafas, dia tahu Nadin pasti akan mencari-cari kesalahannya.

“Kamu bisa masak gak sih? Ini rasa apaan? Kenapa asin sekali!” gerutu Nadin kesal. Padahal dia masih ingin makan, namun gengsi mengalahkannya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!