POV ELHAN
...~♥♥♥♥♥~...
Kedua mataku tidak pernah lepas dari Leon, bocah laki-laki yang sedang terbaring lemah di brankar rumah sakit. Ini semua karena keteledoranku, bahkan aku tidak mengetahui jika anakku menjadi korban penyiksaan yang dilakukan oleh baby sitter nya sendiri. Dan puncaknya saat makan malam tadi. Tiba-tiba Leon mengeluh jika ia kesulitan bernafas ditambah dengan ruam-ruam merah yang muncul di wajah dan tubuhnya. Leon itu alergi terhadap kacang dan baby sitternya itu malah memberikan Leon makanan dengan kandungan kacang di dalamnya.
Padahal saat ia baru bekerja bersama kami sudah diberitahu apa saja yang boleh dan tidak boleh dikonsumsi oleh Leon. Dan ternyata dia memang tidak becus menjadi baby sitter. Sering kali meninggalkan Leon sendirian saat sekolah dan bermain. Itu benar-benar tidak bisa aku toleransi lagi. Aku akan membuat hidupnya sengsara setelah apa yang ia lakukan kepada putraku.
“I am sorry, son.” Batinku tidak pernah berhenti mengucapkan kalimat itu.
“Daddy.” Aku segera menoleh menatap Leon yang kini sudah membuka matanya.
“Yes, son?” aku merasakan kelegaan di dada saat melihatnya sudah siuman dan sedang menatapku dengan matanya yang berwarna hijau seperti mommy nya.
“Hauc, mau minum.” Aku membantunya bangkit dari posisi tidurnya, kemudian membantunya meminum air mineral yang sudah tersedia di sana. Kuletakkan kembali gelas itu di atas nakas setelah Leon selesai menghilangkan dahaganya.
“Apa masih terasa gatal dan sesak nafas?” tanyaku memastikan kondisinya.
“Enggak, daddy. Leon cudah cehat, ayo pulang.”
Aku menahan tubuhnya yang ingin turun dari brankar. Ia menelengkan kepalanya ke arah kanan, seolah bertanya atas tindakanku. “Nanti.” Ucapku dengan suara tegas.
“Daddy, Leon bocen dicini.” Rajuk bocah itu dengan mencebikkan bibirnya seperti mulut bebek.
“Kamu baru bangun. Bagaimana bisa kamu sudah merasa bosan, hm?” Leon menunduk lesu setelah mendengar perkataanku. Leon itu termasuk anak yang hyper active sehingga, dia tidak senang jika harus berdiam diri seperti saat ini. “Daddy, janji. Kalo dokter sudah memperbolehkanmu pulang, kita akan pulang.” Ucapku pada akhirnya untuk sedikit menyenangkannya.
Leon mengembangkan senyumnya yang indah, hingga memperlihatkan deretan gigi susunya. Aku membiarkan Leon untuk menikmati siaran cartoon di televisi, sedangkan diriku kembali bergelut dengan berkas-berkas kantor yang sebelumnya diantarkan oleh asisten ku. Dan waktu berjalan begitu cepat hingga tidak terasa sudah menjelang pagi. Jika aku tidak salah ingat ini jadwal pergantian shift dan pengecekan rutin pasien.
Walau pun aku tidak terlalu banyak terjun dalam mengurusi rumah sakit namun, sedikit banyaknya aku tahu dengan sistem yang berjalan di sini. Karena rumah sakit masih diurus oleh daddy dan mommy ku, lain halnya dengan perusahaan yang sudah diambil alih oleh diriku. Kemudian terdengar ketukan pintu pada ruangan Leon, mungkin itu para perawat yang akan mengecek kondisi Leon.
“Masuk.”
Setelahnya para perawat itu masuk bergiliran. Dan ada satu perawat yang kukenal di antara mereka yaitu, perawat wanita yang teledor dalam tugasnya. Ya, walau pun harus ku akui dia membantuku untuk menenangkan mommy yang khawatir dan gelisah dengan kondisi cucu kesayangannya. Dapatku lihat netra matanya sedikit melirik ke arahku lalu berpaling begitu saja. Ah–bodo amat.
“Hai, Leon. Boleh kakak periksa dulu suhu badannya?” dia bertanya setelah berada di sebelah brankar Leon. Putraku itu hanya menjawabnya dengan anggukkan kepala.
Saat perawat itu akan melangkah keluar ruangan, tiba-tiba Leon bertanya. “Kapan Leon boleh pulang?” Leon bertanya dengan suara lirih namun, aku masih dapat mendengar apa yang ia katakan.
“Kenapa, bosen ya?”
Aku sedikit tertarik mendengar percakapan mereka, aku beralih menatap keduanya dan meninggalkan sejenak lembaran-lembaran kertas di hadapanku. Karena biasanya Leon sangat pemalu jika dihadapkan dengan orang baru namun, lihat sekarang ia dengan berani mengadu kepada perawat wanita itu. Leon menganggukkan kepalanya pelan. “Iya, Leon bocen cuctel.”
Sudut bibirku terangkat membentuk senyuman tipis. Kemudian aku melangkah mendekati mereka berdua. “Makanya jangan bandel. Kalo enggak boleh makan kacang ya jangan dimakan.” Ucapku saat sudah berada di sebelah Leon. Berdiri dengan kedua tangan yang kumasukkan ke dalam saku celana bahanku.
“Kalo Leon udah sembuh, pasti dibolehin pulang sama dokternya.”
“Benelan, cuctel?”
“Iya, tapi Leon harus sehat dulu. Okay?”
Aku hanya diam menyaksikan interaksi mereka, tanpa ingin ikut hanyut dalam pembicaraan keduanya. Ku lihat Leon menganggukkan kepalannya beberapa kali, menyetujui perintah dari perawat itu. Sampai akhirnya perawat wanita yang tidak ku kenal namanya itu berpamitan untuk melanjutkan pekerjaannya. Dan memperkenalkan perawat-perawat yang akan menjaga disift pagi hari ini.
“Suster keluar dulu ya, bye-bye Leon.”
“Hati-hati cuctel, campai ketemu lagi.” Leon melambaikan tangannya dengan senyuman yang tidak luntur dari wajah tampannya, mengiringi kepergian perawat itu.
Hening beberapa saat di antara diriku dan Leon. Sampai seseorang mengantarkan makanan untuk Leon sarapan. Aku menyiapkan meja untuk bocah itu makan namun, Leon memilih untuk disuapi olehku. Lalu, aku arah kan sesendok nasi dan lauk pauk yang ada dipiring. Hingga semuanya habis disantap oleh Leon tanpa penolakan.
“Enggak ada lacanya, dad. Leon enggak cuka.” Adu Leon setelah selesai menenggak air putih di dalam gelas.
“Kalo enggak suka. Kenapa dihabisin?”
Leon membenarkan posisi duduknya. “Bial Leon cepet cembuh, teluc cepet pulang.” Ucapnya sambil menyuap potongan-potongan buah melon. Aku terdiam sesaat, tidak biasanya Leon dengan patuh mematuhi perkataan seseorang terlebih lagi dari orang asing.
“Daddy.”
“Yes, son?”
“Oma kapan kecini?”
“Sebentar lagi oma datang, tunggu aja.” Tanganku mengelus surai kecokelatan milik Leon, persis seperti mommy nya. Leon adalah copyan langsung dari mommy nya tidak ada kemiripan sedikit pun dengan ayahnya. Matanya, hidungnya, rambutnya benar-benar seperti Lilian.
Ceklek
Pintu terbuka dan memperlihat mommy dan daddy yang tersenyum menatap Leon. Mommy segera berhambur memeluk cucu semata wayangnya itu. Sedangkan aku lebih memilih menyingkir duduk di sofa bersama daddy. “Kamu enggak ke kantor, son?” tanya daddy ketika aku mulai membuka lagi berkas-berkas di atas meja.
“Hm, Leon lebih penting.” Jawabku tanpa mengalihkan pandangan ku dari layar laptop yang menyala.
“Ada mommy mu dan daddy juga akan berada di rumah sakit.”
“Apa terjadi masalah?” tanyaku dengan khawatir, pasalnya daddy sangat jarang datang ke rumah sakit jika tidak ada masalah yang mendesak.
“Nothing, hanya meeting rutin untuk membahas kelanjutan program kerja dibulan depan.”
Aku mengalihkan kembali atensiku pada berkas-berkas ini. “Aku akan tetap menemani Leon di sini. Dia sudah menitipkan Leon kepadaku dan sudah seharusnya aku menjaga Leon dengan baik.” Dapatku rasakan mataku sedikit berair saat mengingat peristiwa itu lagi. Peristiwa kelam yang membuat Leon harus kehilangan orang terkasihnya. Dan semenjak itu aku berjanji untuk memberikan kasih sayang penuh dan menjaga Leon seumur hidupku.
Daddy hanya diam setelah mendengar perkataan ku. Aku tahu dia juga merasakan perasaan yang sama seperti yang kurasakan, Jika saja waktu dapat diputar kembali kami mungkin tidak akan membiarkannya pergi begitu saja tapi, apa mau dikata saat takdir sudah berkehendak. Sekarang hanya menjaga satu-satunya peninggalan nya saja yang bisa kami lakukan, yaitu Leon. Menjamin bocah itu tumbuh dengan baik dan menjadi orang yang hebat tanpa kekurangan kasih sayang sedikit pun.
“Oma, tadi Leon ketemu cuctel cantik.” Celotehan Leon mampu membuat aku dan daddy menatap dua orang berbeda generasi yang sedang asyik mengobrol di sana.
“Oh, ya? Siapa namanya?” mommy mengikuti alur cerita Leon.
“Leon enggak tau, oma.” Kepala Leon tertunduk lesu.
“Nanti kalo ketemu lagi jangan lupa tanya namanya, ya?” Leon mengangguk kan kepalanya dengan antusias, ia juga tersenyum. “Lebih cantik mana oma sama suster itu?” tanya mommy menggoda cucunya itu.
“Maaf, oma.” Kami bertiga mengernyit heran menatap Leon. Kenapa bocah itu malah meminta maaf? “Soalnya lebih cantik tante susternya, hehe.” Leon melanjutkan ucapannya sambil terkekeh, hingga memperlihatkan gigi susunya.
•
»
•
“Daddy, kenapa cuctel yang tadi pagi enggak dateng lagi ya?” tanya Leon dengan tangannya yang sibuk mengotak-atik rubik ditangannya.
Di ruangan Leon hanya ada aku dan anak itu, sedangkan kedua orang tuaku harus berangkat ke Bandung untuk menjenguk omaku yang tiba-tiba jatuh sakit. Sejak beberapa waktu lalu anak itu terus bertanya dengan pertanyaan yang sama berulang kali. Bahkan ia sampai bertanya pada suster yang membantunya mengganti cairan infusnya tadi. Sebenarnya ada apa dengan bocah itu?
“Leon mau jalan-jalan keluar enggak?” tanyaku, menawarkan hal lain agar dia tidak terus bertanya kenapa suster kesayangannya itu tidak kunjung muncul.
“Mau daddy.” Ucapnya dengan semangat 45.
Aku segera mengambil kursi roda yang berada dipojok ruangan. Kemudian membantu Leon untuk mendudukkan dirinya di sana. Setelah dirasa Leon sudah nyaman dengan posisi duduknya, aku mulai membawanya keluar ruangan. Berkeliling sekitar rumah sakit, guna menghilangkan kebosanan bocah itu.
Tiba-tiba Leon menyentuh tanganku. Aku sedikit menunduk menatap bocah itu. “Daddy ayo kecana.” Telunjuk Leon terangkat menunjuk arah depan.
Mataku mengikuti arah yang ditunjuk oleh Leon. Taman, Leon menunjuk taman rumah sakit yang di isi oleh para pasien dan perawat. Mungkin dia tertarik setelah melihat anak-anak seusianya bermain di sana. Tanpa membalas ucapan Leon, kudorong kursi roda mendekati salah satu kursi taman yang kosong. Aku menduduki kursi itu dengan Leon yang tetap duduk di kursi rodanya.
“Daddy, Leon mau main cama meleka.” Ucap nyaa meminta izin kepada ku dengan suara sedikit berbisik.
“No, son.” Leon tertunduk lesu dengan urut bibirnya melengkung ke bawah. Aku sedikit membenarkan jaket yang membalut tubuh kecil Leon. “Leon kan masih di infus.” Tanganku menyentuh puncak kepala anak itu. Dan tersenyum lembut saat mata Leon menatap ke arahku. Senyum yang sangat jarang aku perlihatkan kepada orang lain, selain untuk orang terkasihku.
“Kapan Leon pulang, dad?” dia menelengkan kepalanya ke kanan dengan wajah menggemaskan.
“Kalo Dokternya udah kasih izin.” Aku mengelus lembut surai kecokelatan milik Leon. Mungkin dia sudah merindukan bermain dengan teman-temannya juga suasana rumah yang ramai. Leon memang tidak seperti diriku yang sulit bersosialisasi dan percaya dengan orang baru. Dia seperti orang itu, yang terbuka dan mudah percaya. Walau mungkin, sifatnya sedikit berubah akhir-akhir ini. Tapi, akan aku pastikan Leon tidak akan dikecewakan seperti dia.
“Daddy janji, setelah Leon pulang kita akan jalan-jalan bersama.”
Kulihat mata hijaunya membulat dengan lucu. “Benelan, daddy?” aku memberikan anggukkan kepala sebagai jawaban. “Daddy enggak bohong kan?” kembali kepalaku mengangguk menjawab pertanyaannya. “Janji?” Leon mengacungkan ari kelingkingnya di depan wajahku. Aku yang paham dengan maksud bocah itu, segera mengangkat jari kelingkingku untuk bertaut dengan kelingking mungil Leon. Dia tersenyum lebar hingga memperlihatkan gigi susunya.
“Aku sudah berjanji untuk menjaganya seumur hidupku, bahkan jika aku harus mempertaruhkan nyawaku. Karena, hanya Leon satu-satunya peninggalan yang ditinggalkan dia untukku.”
•
»
•
Malam harinya, aku dan Leon hanya berdiam diri di dalam kamar inap. Dengan aku yang berkutat dengan laptop dan berkas laporan kantor. Lain halnya dengan Leon yang sedang membaca buku dongengnya ditemani oleh Kinara, sekretarisku. Sebelumnya aku meminta wanita itu membawa berkas laporan ke rumah sakit. Dan Leon juga sudah dekat dan mengenal baik Kinara. Karena terkadang aku menitipkan Leon padanya jika aku mengajak bocah itu ke kantor.
Tapi, aku tidak berpikir untuk menikahi wanita itu. Walau dia dapat dengan mudah mengambil hati Leon tapi tidak denganku. Kami hanya berhubungan sebatas atasan dan pegawainya. Selain itu, Kinara ini sudah memiliki seorang kekasih, yang tidak lain adalah teman ku sendiri.
Tiba-tiba terdengar ketukan pintu dari luar. Aku bangkit dari sofa yang kududuki dan berjalan ke arah pintu untuk mempersilahkan tamu itu masuk. Ternyata mereka seorang Dokter dan perawat wanita. “Permisi pak, saya akan memeriksa kondisi putra anda.” Ucap Dokter laki-laki yang aku ketahui bernama Raka, terlihat dari name tag di jas dokternya.
Aku mengangguk dan sedikit menggeser tubuhku untuk mempersilahkannya masuk. Kedua orang itu masuk dan langsung bertegur sapa ringan dengan Kinara dan Leon. Sebenarnya aku tidak terlalu peduli tapi, jika dilihat-lihat Kinara seperti sudah mengenal salah satu petugas medis itu. Bahkan terlihat akrab sampai mereka berbicara dengan bahasa nonformal.
“Doktel, Leon udah cembuhkan?”
“Udah. Leon udah sembuh, kok.” Ku lihat Dokter itu mengelus puncak kepala Leon.
“Belalti Leon udah boleh pulang kan?”
“Boleh. Tapi, Leon harus janji. Jangan pernah makan kacang dan coklat lagi, oke?” Leon mengangguk dengan semangat.
Setelah berpamitan dengan ku, kedua orang itu keluar dari kamar inap Leon dan menyisakan kami bertiga. Aku melangkah mendekati ranjang Leon dan berdiri di sebelahnya. “Seneng?”
“Ceneng. Leon udah boleh pulang, boleh main lagi cama temen-temen. Dicini bocenin. ya kan, aunty Ala?”
“Iya.”
“Kinara, kamu terlihat dekat sekali dengan perawat tadi.” Pernyataanku membuat Kinara yang sebelumnya menunduk menatap Leon menjadi menatap diriku.
“Oh, itu.. dia sahabat saya sejak masa SMA pak. Ketiga sahabat saya bekerja sebagai perawat di sini, dan yang tadi salah satunya.” Aku akan membalas penjelasan Kinara namun, Leon lebih dulu bertanya kepada wanita itu.
“Kenapa aunty enggak bilang, Leon mau dikenalin cama cuctel cantik.” Terlihat Leon mencebikkan bibirnya kesal.
“Suster yang tadi namanya, suster Aura.”
“Bukan yang itu. Yang lain, cuctelnya cantik banget, baik lagi. Leon mau punya bunda kayak cuctel cantik itu.” Papar Leon dengan lancar dengan senyuman mengembang dan pandangan menerawang jauh berkhayal.
“Heh?” dapat ku pastikan Kinara juga sama terkejut nya dengan ku setelah mendengar perkataan Leon.
Kinara menatapku dengan satu alisnya terangkat ke atas. Aku hanya diam dan menepuk pelan dahiku. Jika itu adalah permintaan Leon maka akan sangat sulit untuk aku kabulkan. Aku adalah pria yang berjanji hanya menikah sekali seumur hidup dan hanya untuk satu wanita. Tidak ada yang kedua ataupun ketiga. Itu janjiku sejak dulu, tepatnya setelah aku mulai mengurus Leon.
...~♥♥♥♥♥~...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 52 Episodes
Comments
Claaudyy Claa
luvvv
2023-07-17
1