Masa muda bagaikan tumbuhan yang sedang bersemi. Semua tampak menyenangkan dan seru. Sebagian besar orang tampaknya berpikir begitu, namun sebagiannya lagi tentu saja memiliki pemikiran yang berbeda.
Tak terasa sudah satu bulan Lilia menjadi siswa SMA, perempuan bermata coklat itu masih saja bersemangat melakukan banyak hal. Begitu pula dengan teman dekatnya, Fani.
"Eh Lil, katanya pelajaran olahraga nanti digabung sama kelas sebelah," ucap Fani sambil tersenyum senang.
"Hah? dapet info darimana?" tanya Lilia heran.
"Info A1 pokoknya, aw nggak sabar gue. Kata Mia, cowok kelas sebelah ganteng-ganteng," ucap Fani sambil tertawa.
"Dasar, ganteng mulu yang dicari."
Mereka berdua tertawa. Tak lama kemudian bel tanda masuk berbunyi, semua siswa pun kembali ke tempat duduknya.
"Pagi Lilia," sapa Gavin pelan.
"Pagi juga Gavin," jawab Lilia sambil tersenyum.
Fani memutar bola matanya merasa bosan melihat kedua temannya yang terlihat seperti pasangan itu.
Tak lama kemudian guru datang. Semua siswa memperhatikan penjelasan guru dengan sungguh-sungguh. Ah, tidak, sepertinya ada satu orang yang sama sekali tak memperhatikan.
Fani sibuk mencoret-coret kertas karena tidak begitu menyukai pelajaran matematika.
Usai jam pelajaran pertama selesai, Fani pun langsung menarik tangan Lilia untuk segera berganti pakaian olahraga. Lilia hanya pasrah menuruti tingkah temannya itu.
Usai berganti baju, Fani bercermin lama sekali untuk memastikan penampilannya tidak berantakan. Lilia hanya tertawa kecil melihat Fani yang begitu semangat akan melihat laki-laki dari kelas sebelah, eh maksudnya semangat mengikuti pelajaran olahraga.
Hampir semua siswa laki-laki itu menoleh saat siswa perempuan di kelas Lilia tiba di lapangan olahraga.
"Gila kelas sebelah cakep-cakep," ucap salah satu siswa laki-laki berbisik.
"Itu siapa? model ya?"
"Yang mana?"
"Itu dua cewek yang rambutnya dikuncir satu,"
"Ya masa lu gatau? Mereka terkenal, Lilia sama Fani, kata orang-orang cewek paling cakep di angkatan ini."
Bisik-bisik yang agak keras itu membuat Lilia yang mendengarnya jadi malu sendiri. Sedangkan Fani tetap berdiri dengan penuh percaya diri memperhatikan semua laki-laki yang ada di lapangan olahraga itu.
Guru olahraga tampak geleng-geleng melihat siswanya yang hampir tak berkedip memperhatikan siswa perempuan dari kelas lainnya.
"Kalian ini, cepat baris!" ucap guru olahraga kemudian meniup peluit.
Semua siswa pun segera baris dan mendengarkan instruksi dari guru olahraga. Mereka pun melakukan pemanasan selama 15 menit.
"Kita pengambilan nilai bulanan ya, pasangannya disesuaikan dengan nomor urut kelas," ucap Pak Bambang, guru olahraga menjelaskan.
Sebagian siswa tampak menggerutu karena pengambilan nilai yang tiba-tiba, sebagian lainnya lagi merasa senang karena berkesempatan berpasangan dengan kelas lain.
Setiap siswa tampak sibuk mencari siswa lain dengan nomor punggung yang sama.
"Lilia?"
Gadis itu menoleh ke arah suara yang memanggil namanya.
Sosok pria itu tampak tak asing di matanya. Kali ini hidungnya bekerja lebih dulu. Lilia sangat mengenali aroma parfum ini.
"Ah, Reza?" ucapnya setengah terkejut.
Laki-laki bermata hitam itu tersenyum ramah lalu memberitahu Lilia jika nomor absen mereka sama.
Lilia mengangguk mengerti lalu berlatih bersama Reza sebelum penilaian.
"Gimana kabarnya Lili?"
"Baik, kamu sendiri gimana? Aku nggak tau kamu juga sekolah disini," ucap Lilia menanggapi.
Reza tertawa dengan ekspresi yang hangat. "Yah wajarlah kalau nggak tau, gue bukan siswa populer yang keberadaannya bisa dikenali siswa kelas lain."
Lilia hanya tertawa kecil. Ya, Reza masih saja seperti dulu. Namun disaat yang sama laki-laki itu tampak berbeda di mata Lilia.
Lilia dan Reza juga berasal dari SMP yang sama seperti Fani dan Gavin. Mereka berempat juga pernah akrab. Hanya saja ada kejadian yang membuat Reza tiba-tiba tampak menghindari Lilia dan Fani.
Sejak itu meski satu sekolah yang sama, Reza tak lagi sering berbicara dengan Lilia maupun Fani hingga rasanya ada jarak yang panjang antara mereka.
Saat itu Lilia maupun Fani tak mempermasalahkan itu meski pernah bertanya-tanya kenapa Reza menjauh tiba-tiba.
Gavin juga tak menjelaskan apapun dan hanya meminta Lilia dan Fani memaklumi itu.
"Kebiasaan melamun mu itu sama sekali nggak berkurang ya, Lil, tapi nanti waktu penilaian yang fokus ya." ucap Reza saat melihat Lilia tak berhasil membalikkan kok putih itu.
"Hehe, maaf," ucap Lilia sambil menghela nafas.
Tak lama kemudian giliran pengambilan nilai Lilia dan Reza tiba. Keduanya mencoba fokus agar bisa mendapatkan nilai yang baik.
Banyak siswa yang memperhatikan Lilia dan Reza yang tampak serius di lapangan itu.
Semuanya tampak takjub dengan permainan keduanya.
"Wih jago olahraga juga dia?"
"Tuh cewek kayaknya nggak ada kekurangannya ya? semua jago."
Bisik-bisik itu terus berlanjut lagi. Fani tampak bangga dengan kemampuan temannya yang dikagumi banyak orang itu.
Hanya Gavin yang melihat ke arah lapangan dengan ekspresi kurang senang. Ia sendiri tak tau kenapa.
Usai pengambilan nilai, Reza mendekat ke arah Lilia lalu berbisik.
"Baju olahraga ini kayaknya kurang bagus kalau pemakainya banyak berkeringat. Mending kamu cepat ganti, jangan di lapangan lama-lama.”
Wajah Lilia memerah mendengar itu. Reza pun langsung berlalu pergi.
Lilia langsung menghampiri Fani dan mengajaknya kembali lebih dulu karena sudah diizinkan.
Fani bingung melihat wajah Lilia yang tampak semerah tomat rebus.
Lilia melihat cermin dalam waktu lama di kamar mandi wanita.
"Lu kenapa sih Lil?" tanya Fani penasaran.
"Baju olahraga ini kalau kena keringat banyak jadi kayak agak transparan nggak sih?”
Fani memperhatikan baju Lilia dan baju yang ia kenakan, namun memang baju olahraga yang dipakai Lilia tampak agak memperlihatkan bagian kaus dalam yang dipakainya.
“Iya ya? Tapi kalau nggak berkeringat banyak nggak keliatan gitu sih. Kayaknya banyak yang nggak sadar juga.”
“Tadi Reza ngomong gitu, ngingetin aku biar cepet ganti. Ya biasanya emang nggak sebanyak ini keringatnya sih.”
“Coba bilang ke guru olahraga kali ya? Tapi kayaknya nggak ada yang protes sih.” Fani tampak berpikir keras namun ia sendiri tidak tahu harus apa.
Lilia segera membersihkan diri lalu berganti seragam. Perempuan bermata coklat itu berusaha tak memikirkan hal tersebut dan lebih memilih untuk memakai kaus rangkap jika ada pelajaran olahraga lagi.
...◇◇◇...
Menjelang siang, banyak siswa yang mulai malas, mengantuk dan tidak fokus.
Musim kemarau menjadikan udara terasa kering dan panas sehingga membuat banyak siswa kehausan.
"Kering ini gue lama-lama," ucap Fani yang sedang menempelkan kepalanya di atas meja.
"Kenapa kelas kita nggak ber-AC kayak ruang guru ya?" Lilia menanggapi sambil mengipasi lehernya yang berkeringat.
"Mana mungkin. Hahhh, kapan sih pulangnya, pengen berendem di air."
Gavin yang mendengar percakapan di belakangnya persis ikut menimbrung.
"Kenapa nggak berendem sekarang aja di kamar mandi, hehe," ucap Gavin bercanda.
Fani langsung bangkit. "Bener juga! Lil, mau ikut?"
Lilia menggeleng, Fani pun langsung berniat pergi. Namun berpapasan dengan guru yang akan masuk kelas.
"Pak, saya izin ke toilet," ucap Fani lalu segera pergi tanpa menunggu persetujuan guru tersebut.
Pak Karni hanya geleng-geleng melihat tingkah laku Fani.
Pelajaran siang itu dimulai seperti biasa dengan keadaan siswa yang merasa gerah dan tidak fokus.
Terik siang itu menyilaukan mata. Aroma parfum dan bau keringat yang bercampur sudah menjadi hal yang biasa bagi siswa di sekolah itu.
Rasa kantuk yang dirasakan oleh sebagian siswa, juga guru yang tetap menjelaskan meski hanya sedikit siswa yang memperhatikan, suatu saat nanti, semua itu akan jadi hal yang dirindukan semua orang.
Setelah pelajaran berlangsung selama 30 menit, Fani kembali ke kelas dengan wajah segar.
Sang guru tak menegur ataupun mengomentari Fani yang izin terlalu lama. Pak Karni tetap menjelaskan seperti biasa hingga jam pelajaran berakhir.
Kringggg...
Suara bel yang berbunyi kencang itu membuat semua kesadaran siswa kembali. Mereka kembali bersemangat karena jam pulang sekolah telah tiba.
Lilia masih menyenderkan kepalanya di meja, kagum melihat Fani yang terlihat segar.
Gavin menoleh. "Lu beneran berendem Fan?"
"Mandi sih gue tadi wkwk."
Gavin terkejut dengan pernyataan Fani, namun enggan berkomentar lagi, begitupun dengan Lilia.
"Lil bangun, mau pulang nggak?" Fani menarik Lilia yang terlihat lemas.
"Panas banget, aku meleleh," ucap Lilia malas.
"Mau mampir beli es kelapa muda nggak sebelum pulang?" Gavin bertanya tiba-tiba sambil memperhatikan Lilia.
Lilia langsung bangun. "Es kelapa muda!"
Fani memutar bola matanya, kesal dengan temannya yang tiba-tiba begitu semangat mendengar kata es.
Drrtt…
Suara getaran ponsel itu menghentikan langkah kaki Gavin yang sedang menuju tempat parkir.
"Ada apa?" tanya Fani.
"Nggak ada apa-apa," jawab Gavin singkat lalu memasukkan ponselnya ke dalam saku.
"Gav, oi!"
Terdengar suara teriakan memanggil nama Gavin. Semuanya pun menoleh kecuali laki-laki bermata coklat keabuan itu.
"Nebeng lah gue, hari ini nggak bawa motor," ucap Gio sambil tertawa.
"Yah gue nggak langsung pulang," ucap Gavin beralasan.
"Mau kemana?" tanya Gio penasaran lalu melihat ke arah Lilia dan Fani.
"Mau beli es kelamud dulu."
"Apaan tuh kayaknya enak, ajak gue juga lah."
Gavin tampak ragu lalu melihat ke arah Fani dan Lilia seolah bertanya. Fani yang memahami itu langsung menyahut.
"Ikut aja sekalian."
Mereka berempat pun melanjutkan berjalan menuju tempat parkir.
Melihat Reza di tempat parkir yang dekat dengan motor Fani membuat Lilia menjadi gugup.
"Fan, aku tunggu depan gerbang aja ya," ucap Lilia yang disambut dengan anggukan Fani tanda setuju.
Fani berusaha mengeluarkan motornya dari tempat parkir yang penuh sesak itu.
"Perlu bantuan?" tanya Reza.
"Nggak," jawab Fani ketus.
Reza hanya diam mendapat tanggapan yang dingin dari Fani. Tentu saja ia menerima hal tersebut karena saat SMP dulu, dialah yang menjauhi semua temannya.
Fani mendekat ke arah Reza yang berusaha mengeluarkan motornya dari jajaran motor lainnya.
"Jangan sembarangan ngomentarin soal baju, bikin malu aja,” ucap Fani.
Fani yang berniat kembali ke motornya, ditahan oleh Reza yang menggenggam tangannya.
"Oh sorry, gue nggak bermaksud, cuma gue khawatir aja karena banyak cowok kelas gue yang lihatin dia," ucap Reza membela diri.
Belum sempat menjawab ucapan Reza, klakson motor dari arah belakang membuat Fani harus segera pergi.
... ◇◇◇...
Setibanya di warung pinggir hutan yang menjual es kelapa muda, Fani tampak masih kesal karena tak bisa menjawab ucapan Reza.
"Kenapa Fan tiba-tiba kayak kesel gitu," tanya Lilia penasaran.
Gavin hanya diam ikut memperhatikan Fani. Gio yang melihat di tempat parkir tadi ikut nimbrung tanpa tahu situasi.
"Apa gara-gara tadi ketemu Reza? Mantan lu kah? kayaknya ekspresi lu tadi kesel banget wkwkwk."
“Bukan!” jawab Fani ketus.
Fani mengambil es kelapa muda yang sudah datang, meminumnya sampai puas lalu menghela nafas panjang.
"Gatau gue emosi kalau lihat tuh anak."
Lilia diam sambil meminum es kelapa muda yang segar itu, begitupun dengan Gavin.
"Bukannya kalian dari SMP yang sama ya? kayaknya Gavin cukup akrab sama Reza."
Gavin yang mendengar itu langsung tersedak.
Ni bocah mulutnya nggak ada filter yang tau situasi ya?
Lilia dan Fani berpandangan heran dengan pernyataan Gio barusan.
"Lu tetep akrab sama Reza? kok bisa? Lah dulu kenapa kayak gitu dah? Jadi yang dijauhin gue sama Lilia doang?" tanya Fani penasaran.
Gavin mengatur nafasnya lalu memberi tatapan intimidasi ke arah Gio yang kemudian disambut tawa oleh temannya itu.
Lilia yang enggan membicarakan Reza, mengalihkan topik dengan menyebutkan ide untuk mengadakan iuran sekelas agar ruang kelas bisa dipasang kipas angin. Gavin pun setuju dengan hal tersebut.
Fani paham Lilia malas membicarakan Reza sehingga ia pun tak bertanya lagi tentang teman satu SMP nya dulu itu.
...◆◇◆◇◆...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
😺 Aning 😾
Bunga sekolah ☺️
2023-07-19
1
Dark p
cerita bagus semangat 👍
2023-07-08
1