Bab 4

Langkah Biyan sempat terhenti saat melihat seorang gadis tengah duduk menikmati sarapan di ruang makan rumahnya. Raut wajahnya yang datar semakin datar saja diikuti helaan napasnya, ia kembali berjalan dan duduk juga di hadapan gadis itu.

"Kak Dean, sedang apa di sini?" tanyanya.

Dean mendongak sembari melahap roti isinya nikmat, "Makanlah. Apalagi?" jawabnya santai dengan mulut penuh.

"Aku tahu. Maksudku sedang apa kakak di Indonesia dan bukan di New York?"

Nama lengkapnya Deandra Xavia Bramastya dan merupakan sepupu si kembar dari pihak ibu mereka. Usia mereka hanya berbeda setahun, itulah mengapa ia bisa cukup akrab dengan si kembar dan menganggap mereka sebagai adik kandungnya.

"I got some news from Grandpa about our little brother. Jadi, di sinilah aku."

Biyan yang akan menyeruput tehnya langsung berhenti, "Kakek sudah tahu?"

"Of course! He is a fool for all his Grandchild, terutama Abhi."

Benar.

Kakek mereka tidak pernah pilih kasih dan menyayangi semua anak-anaknya bahkan cucu-cucunya secara adil dan merata. Tapi Abhinara memiliki tempat tersendiri bagi kakek mereka, adiknya sedikit lebih spesial. Meski begitu, tidak ada rasa cemburu atau iri dengan hal tersebut. Mereka semua setuju jika Abhinara diperlakukan begitu karena mereka pun sangat menyayangi anak itu melebihi segalanya.

Lalu berita mengenai adiknya sudah sampai di telinga sang kakek, tak mungkin pria itu akan diam saja.

"Apa kakek mengatakan sesuatu?"

"Nothing. Tapi ia bilang percaya padamu."

Oh, itu artinya sang kakek membiarkan masalah ini di selesaikan olehnya tanpa harus ia ikut turun tangan. Inilah mengapa Biyan sangat menghormati kakek mereka, pria itu mungkin memanjakan mereka semua tapi ia tetap membiarkan mereka untuk berusaha menyelesaikan masalah mereka sendiri. Jika memang sudah tak mampu dan menemui jalan buntu maka sang Kakek akan turun tangan untuk membantu.

"Lalu sekolahmu di sana bagaimana?" tanya Biyan lagi.

Dean yang sudah menyelesaikan makannya itu tersenyum, "Aku pindah di sekolah Abhi. Kau tak berpikir aku akan diam saja dan menonton, kan? Aku ingin bertemu dengan si brengsek yang berani menyakiti kesayangan kita semua~"

Oh, yeah. Deandra dan seluruh kegilaannya. Siapa pun pelakunya, riwayatnya akan segera tamat.

"Kulihat kau pakai seragam yang sama. Kau juga?" Dean balik bertanya.

Biyan mengangguk, "Ya, tapi panggil aku Abhi saat di Sekolah."

"Wait! Kau menyamar sebagai adikmu?!"

"Yup."

Kali ini Dean menatap Biyan dari atas sampai bawah dengan tatapan tak percaya. Abhi dan Biyan memang kembar tapi siapa pun yang dapat melihat dengan jelas juga tahu mereka berdua itu berbeda. Apalagi dari segi fisik sudah sangat ketahuan. Bukan hanya fisik, dari kepribadian, fashion, sampai cara berpikir mereka itu sangat jauh berbeda. Abhi itu rapi dan bersih, tertata dengan seluruh rencana yang sudah ia atur dari jauh-jauh hari. Sudah begitu pintar, kesabarannya seluas samudra pasifik, terlalu baik hingga kadang sering di manfaatkan. Jika ia ahli dalam bidang sport juga maka Abhinara benar-benar kategori manusia yang sempurna meski tak ada manusia yang sempurna.

Sedangkan Arbiyan itu liar, ugal-ugalan, brutal, berantakan, pemarah, kesabarannya itu seperti tisu basah yang di bagi seribu. Motto hidupnya adalah bertindak lebih dahulu baru berpikir. Ia tidak memperdulikan sekitarnya kecuali yang menyangkut keluarganya saja. Beruntungnya ia terlahir dengan wajah tampan dan proporsi badan ideal, sudah begitu dari keluarga Old money pula. Jadi semua hal negatifnya sedikit banyak dapat tertutupi oleh hal itu.

Lalu tadi ia bilang sedang menyamar sebagai Abhinara?

Jangan bercanda.

"Kau pikir bisa menipu teman-temannya?"

Biyan menatapnya dan tersenyum lebar, hal itu membuat Dean balas menatapnya syok.

"Mereka percaya kau adalah Abhi? Aku tidak tahu siapa yang tolol di antara kalian," dengus Dean.

"Aku hanya perlu bertingkah bodoh dan mengatakan bahwa aku kehilangan sebagian ingatanku. Tak ada yang curiga."

Dean semakin menatap sepupunya itu takjub, tak ia sangka teman-teman Abhi akan dengan mudahnya percaya atas semua kebohongan yang di lontarkan Biyan.

"Setidaknya berpakaian lah yang rapi. Kau akan merusak citra adikmu itu nanti."

***

Mereka berangkat ke Sekolah bersama menggunakan mobil milik Dean yang di kirim langsung dari New York. Biyan tak menyangka kakak sepupunya itu sampai nekat melakukannya. Kenapa tidak membeli yang baru saja?

Tak lama mobil mereka memasuki pekarangan Sekolah dan Dean langsung memarkirkannya di deretan beberapa mobil mewah di sana. Maklum saja, Sekolah Abhi merupakan salah satu Sekolah elit terbaik yang 98% diisi oleh para konglomerat. Sisanya yang menerima beasiswa. Jadi tidak heran jika mendapati jejeran mobil mewah di sana.

"Woah! Sekolah di Indonesia memang beda. Ayo turun," kata Dean.

Sekolah dalam keadaan ramai ketika mereka berdua tiba, tentu saja lagi-lagi Biyan menjadi bahan perhatian oleh para siswa. Mau bagaimana lagi, kasus sang adik memang sedang jadi perbincangan hangat akhir-akhir ini. Banyak rumor yang beredar bahwa Abhinara sebenarnya di bully hingga berusaha bunuh diri dan masuk rumah sakit. Juga ada rumor lainnya yang lebih menyakiti telinganya bahwa sang adik mungkin saja digilir oleh beberapa siswa di gudang belakang setiap pulang sekolah. Makanya melihat sosok yang di gosipi dalam keadaan sehat dan baik-baik saja, tentu mereka semakin penasaran.

"Woah! Lihat itu! Apa Abhinara konglomerat? Mobil yang di naikinya salah satu mobil paling mahal di dunia, kan?!"

"Eyy! Kudengar ia bukan penerima beasiswa, sudah pasti anak konglomerat lah!"

"Lalu siapa gadis cantik yang turun bersamanya itu? Apa itu kekasihnya?"

"Eh, sadar tidak sih kalian, akhir-akhir ini Abhinara terlihat tampan sekali! Badannya lebih berisi dan ia terlihat seksi! Aduh!'

Dan masih banyak lagi omongan-omongan para siswa yang membuat telinga Biyan panas. Jika bukan demi misinya, sudah ia bungkam mulut-mulut jahanam itu.

"Biyan, kendalikan ekspresimu adikku~" bisik Dean dengan kekehan pelan.

"Aku tahu," dengusnya. Kemudian berjalan memasuki Sekolah bersama dengan Dean di sebelahnya. "Perlu ku antar ke ruang guru?" tanya Biyan.

Dean menggeleng. "Aku bisa sendiri. Kirim aku pesan di mana kelasmu. Istirahat nanti aku jemput. Bye~"

Selepas gadis itu pergi, Biyan lanjut berjalan menuju kelasnya yang berada di gedung berbeda. Sesampainya di sana ia masuk dan mendapati Ara juga Ares sudah duduk di tempat mereka sembari mengobrol.

"Pagi, Abhi!" sapa Ara semangat.

"Pagi, bro," kata Ares.

"Kalian lebih pagi, ya."

"Kami piket. Mau bagaimana lagi," keluh Ares.

Ara mendesis. "Kami? hanya aku dan dua orang lainnya yang piket! Kau tidak melakukan apa pun selain mengomel!"

"Aku membantumu mengangkat sampah!" Ares tak mau kalah.

"Sampah apa?! Debu-debu berterbangan maksudmu?! Kau bahkan tidak membersihkan papan tulis dan kabur entah kemana!"

"Aku tidak kabur! Aku kebelet! Apa aku tidak boleh ke toilet?!"

"Kau dan seluruh alasan tololmu!"

Mereka beradu argumen lagi dan membuat suasana kelas menjadi riuh. Beberapa anak mencoba memisahkan karena Ara sudah memegang penggaris kayu dan hendak menghajar Ares yang panik. Biyan sampai tak bisa berkata-kata dengan tingkah mereka berdua. Apa adiknya harus mengalami hal seperti setiap harinya?

"Kalian berisik sekali. Bisa diam?" celetuk Biyan tiba-tiba dengan suara dan ekspresi wajahnya yang super datar.

"Kalau mau berkelahi, silahkan ke lapangan luas sana. Aku akan memberi semangat dari sini," lanjut Biyan lagi.

Sontak suasana menjadi hening. Ara dan Ares langsung menoleh ke arah Biyan sebelum saling melirik satu sama lain. Mereka berdehem dan kembali duduk di tempat masing-masing. Entah kenapa aura anak itu jadi lebih menakutkan dari biasanya, membuat keduanya jadi tak berani untuk melanjutkan argumen mereka.

***

Tak terasa bel istirahat sudah berbunyi, para siswa langsung berhamburan keluar menuju kantin untuk memuaskan rasa lapar mereka. Begitu pun Ara dan Ares yang sudah berdiri hendak ke kantin juga. Tapi mereka melihat Biyan yang masih duduk sembari memegang ponselnya.

"Abhi, tidak ikut?" tanya Ara.

"Oh, Tu—"

"Abhi!" panggil Dean dari arah pintu sambil melambai.

Biyan menoleh dan berdiri, lalu menatap Ara dan Ares bergantian, "Ayo."

Ara yang melihat itu langsung mengerjap bingung. Siapa gadis itu? Ia tak pernah melihatnya. Apa siswa baru? Lalu kenapa bisa mengenal Abhi dan memanggilnya seolah lama mengenal.

"Sial, kelas kita kenapa jauh sekali!" protes Dean. Ia harus berjalan menuju gedung lainnya untuk ke kelas Biyan. Memang setiap angkatan memiliki gedung yang berbeda. Dean adalah senior jadi kelasnya berada di gedung paling ujung.

"Kau yang ngotot ingin kemari."

"Ey~ dingin sekali. Gendong aku!" goda Dean.

Biyan menatap gadis itu datar dan disambut tawa Dean yang membahana. "Aku bercanda, Astaga!" ucapnya sembari mengusak rambut Biyan asal.

"Aish! Hentikan!" protes Biyan kesal.

Sementara Ara dan Ares hanya menonton bingung dengan interaksi keduanya yang nampak akrab. Sejujurnya mereka tak pernah melihat Abhinara akrab dengan siapa pun kecuali dengan mereka berdua. Ares langsung melirik Ara yang sudah memasang tampang cemberut. Membuatnya sedikit menyenggol gadis itu pelan.

"Cemburu?" bisiknya pelan.

Ara mendesis dan mencubit gemas pinggang Ares hingga anak itu berteriak kesakitan.

"Arrgh! Aracelli! Itu sakit!"

Pekikan Ares membuat Biyan dan Dean sampai terkejut hingga kembali fokus pada mereka berdua. Sadar bahwa mereka sempat mengabaikan dua orang sahabat adiknya itu. Biyan berdehem canggung merasa tidak enak, padahal ia tak pernah begitu sebelumnya.

"Ah, maaf. Tidak bermaksud mengabaikan kalian. Dia ini—"

"Aku lapar. Aku duluan," potong Ara cepat dan langsung berjalan mendahului mereka tanpa menengok kebelakang. Bahkan membuat Biyan bingung juga kaget.

"Arq! Tunggu!" panggil Ares tapi gadis itu tidak berhenti. Kemudian menatap Biyan juga Dean, "Aku akan menyusulnya. Kita ketemu di kantin, oke?" katanya lalu berlari menyusul Ara.

Sementara Biyan dan Dean yang ditinggal hanya terdiam saja. Dean langsung melirik Biyan dan menyenggol anak itu.

"Pacarmu? Harusnya kau bilang."

Biyan mengerjap dan menatap Dean tak percaya. "Bukan. Dia teman dekat Abhi.

"Tapi ia terlihat cemburu."

"Oh, ini hanya dugaanku saja. Tapi sepertinya ia menyukai Abhi," jawab Biyan.

Dean sontak menatap Biya. tajam. "Harusnya kau bilang! Ia pasti berpikir aku sedang menggodamu! Aduh!"

"Apa itu penting?"

"Astaga! Pantas saja kau tak punya kekasih!" decak Dean dan berjalan meninggalkan Biyan yang masih tidak paham.

Hah?

***

Ketika mereka berdua sedang berjalan menuju kantin, beberapa siswa lelaki menghadang jalan mereka. Tentu saja Biyan ingat mereka karena merekalah yang mengganggunya kemarin saat di kantin.

"Oho! Sekarang kau jalan dengan seorang gadis? Hya, Abhi. Apa benda di bawah sana bisa kau gunakan?" salah satu dari mereka tiba-tiba bersuara dan mengejeknya. Membuat temannya yang lain ikut tertawa juga. Lalu salah satu dari mereka yang kemarin seingatnya bernama "Rendra" maju dan mendorong pundaknya kasar.

"Kau berani sekali melawanku, sialan! Benar-benar cari mati, huh?!"

Biyan menghela napas malas. "Apa kita sedang berada di sebuah drama? Kenapa bertingkah berlebihan begini? Kau pikir kau keren? Kau terlihat konyol asal tahu saja."

Beberapa siswa yang lewat dan memperhatikan sontak terkekeh pelan mendengar ucapan Biyan. Namun mereka segera pergi saat di tatap tajam oleh yang bersangkutan.

"Abhinara! Kau!"

Ia akan maju tapi seseorang menahannya cepat dan membuat Rendra langsung mengurungkan niatnya. Dari perangainya sepertinya siswa itu yang memimpin kelompok menggelikan mereka ini.

"Abhi, kudengar kau kecelakaan dan hilang ingatan. Apa itu benar?" tanya siswa itu.

Mata Biyan turun dan melihat name tag disana bernama "Bagaskara". Wajahnya terlihat kalem tapi caranya menatap seseorang benar-benar membuat risih. Ia terasa seperti sedang melihat mangsanya dengan mulut lapar dan Biyan tidak suka itu. Instingnya berkata untuk menghajar anak itu tapi logika menahannya cepat.

"Lalu?"

Siswa bernama Bagaskara maju mendekati Biyan hingga jarak mereka benar-benar tipis. Didorong sedikit saja dan genre cerita ini akan berubah. Intinya terlalu dekat seolah mencoba mengintimidasi tapi Biyan tidak terpengaruh sama sekali.

"Jadi, kau lupa dengan kejadian hari itu, Abhinara? Sayang sekali. It's feel so fucking Amazing," bisiknya tepat di telinga Biyan dan membuat anak itu membatu.

Huh?

Apa maksudnya itu?

Terpopuler

Comments

CutiePie

CutiePie

curiga sih mereka pelakunya 😡

2023-06-28

1

CutiePie

CutiePie

heh 😂😂

2023-06-28

2

CutiePie

CutiePie

bguss

2023-06-28

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!