"Jadi bagaimana, Dokter? Mulai sekarang?" Aurelia menatap Jessen yang masih terpaku di tempatnya duduk itu.
Jessen menghela nafas panjang, jantungnya berdegup kencang.
"Bisa kita bicara sebentar?" Jessen menatap gadis itu, yang sialnya malam ini dia tampil begitu sempurna dengan riasan tipisnya.
"Apa Dokter?" tanyanya sambil memasang wajah serius.
"Kamu serius ingin mengugurkan kandungan mu?"
Aurelia menghela nafas panjang, "Tentu, saya masih ingin kuliah, Dokter! Dan saya tidak mau anak ini lahir tanpa ayah!"
"Itu darah daging mu, Rel! Anakmu!"
"Saya paham, tapi jika ayahnya sendiri pun tidak menginginkan nya, apa boleh buat? Dia tidak boleh lahir tanpa ayah, Dok!"
Jessen menghela nafas panjang. Rupanya cukup sulit untuk menggoyahkan pendirian gadis itu. Sejenak ia memijat keningnya.
'Dalam sepanjang karier mu kelak, kamu akan menemukan pasien yang akan mengajak dan memaksa mu melanggar sumpah mu, sebanyak apapun uang yang ia sodorkan, tolong ingat bagaimana susahnya perjuangan mu untuk mendapatkan gelar dokter mu!'
'Saya bersumpah bahwa saya akan menghormati setiap hidup insani mulai saat pembuahan ... '
Lamat-lamat petuah yang pernah Dokter Richard berikan padanya sebulan yang lalu kembali terngiang, dan sepenggal butir sumpah dokternya bahwa sebagai dokter ia wajib melindungi kehidupan sejak dari pembuahan. Bukan malah melakukan sesuatu untuk menghilangkan nyawa yang harusnya ia hormati, ia lindungi.
"Dokter, ada apa?" Aurelia menyentuh tangan Jessen, yang sontak membuat Jessen tersentak luar biasa.
"Ahh ... tidak ... tidak apa-apa!" Jessen makin gugup, keringat mengucur dari pelipisnya.
"Jadi bagaimana, Dokter? Berapapun nanti yang Dokter minta akan saya beri!"
Jessen menatap gadis itu tajam, "Ini bukan soal uang, Rel. Bukan!" Jessen menggelengkan kepalanya.
"Ini soal kode etik, soal hukum, dan soal sumpah yang sudah ku ucap selepas aku menyelesaikan pendidikan dokterku!" Jessen menutup wajahnya dengan kedua tangan.
"Jadi Dokter tidak bisa menolong saya? Lantas kepada siapa saya minta tolong, Dokter?" mata Aurel tampak berkaca-kaca.
Jessen menatap mata itu, mata jernih yang sekarang berkaca-kaca itu malah membuat hatinya pedih. Astaga ... apa yang harus ia lakukan?
"Aku takut, sangat takut!" desis Jessen dengan suara tercekat.
"Apa yang Dokter takutkan?"
"Aku takut tindakan ku akan berdampak buruk untuk kita, Rel! Karierku, martabat profesi ku, dan buruknya lagi kalau sampai kamu harus menanggung dampak buruk dari tindakan ini. Pendarahan, rahim rusak, atau bahkan sampai kehilangan nyawamu!"
Aurelia menundukkan kepalanya, "Apa bedanya dengan kemudian mati dibunuh papa saya karena hamil diluar nikah, Dok?"
"Tidak mungkin papa mu akan Setega itu!" Jessen mendengus, masa iya bakal dibunuh sih?
"Dokter belum tahu papa saya, sih!" Aurel tersenyum sambil menyeka air matanya. Ia menangis.
"Kalau laki-laki yang menghamili anaknya seorang dokter, apa dia juga akan membunuhmu?"
Aurel menatap Jessen dengan tatapan tak mengerti. Yang menghamili anaknya seorang dokter? Apa maksudnya?
"Maksud Dokter?"
Jessen menghembuskan nafas panjang, ia menatap gadis itu lekat. "Aku ada penawaran, aku harap kamu setuju. Sehingga aku tidak harus melanggar dan menodai sumpah jabatan dokterku!"
"Apa itu, Dokter?"
"Jadi aku ingin ...,"
***
Jessen membawa mobilnya dalam diam. Gadis itu duduk di sampingnya, tanpa suara, tanpa sepatah kata apapun. Mereka hanyut dalam diam masing-masing.
"Dokter serius akan melakukannya?" tanya gadis itu sambil menatap Jessen dari balik kemudinya.
"Serius, daripada aku harus melakukan hal berdosa melanggar hukum itu padamu dan janinmu, lebih baik aku melakukan ini!" Jessen tersenyum kecut, sungguh pilihan yang sulit.
"Tapi ini bukan anak Dokter!"
"Aku tahu, tak perlu kau jelaskan lagi, aku kan belum pernah menyentuh mu!" Jessen menatap gadis itu, lalu kembali fokus pada kemudinya.
"Dokter harusnya cari wanita lain, yang masih perawan, bukan bekas orang seperti saya, mana saya hamil lagi." Aurel menundukkan kepalanya.
"Itu tidak penting, yang penting karierku aman!"
"Dokter melakukan ini demi karier Dokter?" Aurel mengangkat kepalanya, menatap Jessen dalam-dalam.
"Demi kamu juga, aku tidak ingin kau sampaikan celaka karena tindakan itu! Sangat beresiko untuk wanita yang masih sangat muda seperti mu!"
Aurel tersenyum, setitik dua titik air bening menetes dari pelupuk matanya. Ahh ... ternyata masih ada laki-laki sebaik ini.
"Akan jadi apa pernikahan ini nanti?" tanya Aurel sambil menghapus air matanya.
"Yang jelas akan banyak sekali aturan yang harus kita setujui. Setelah anak itu lahir, kita bisa berpisah." Jessen melirik sekilas.
"Semacam kawin kontrak?"
Jessen hanya mengangguk pelan, "Inilah satu-satunya cara untuk menyelamatkan mu, karierku, dan nyawa tak berdosa yang ada di rahim mu itu!"
"Baiklah, jadi kapan Dokter akan kerumah? Sebelum perut ini makin besar."
Jessen menoleh, kemudian kembali fokus pada jalanan di hadapannya.
"Malam ini juga aku akan bicara dengan ibuku, tunggu kabar selanjutnya!"
"Hanya dengan ibunya Dokter?" Aurel mengerutkan dahinya. "Ayah Dokter?"
"Dia sudah mati!" jawab Jessen kemudian menghembuskan nafas kesal.
"Maafkan saya, Dok." Aurel menunduk, ia jadi merasa tidak enak.
"Sudahlah, yang perlu kamu ingat jangan pernah menanyakan itu lagi kepadaku."
Aurel tersenyum, ia hanya mengangguk pelan tanpa bersuara.
"Jadi yang mana rumahmu?" tanya Jessen ketika mereka sudah masuk ke area perumahan.
"Lurus saja, Dok. Nanti kanan jalan yang cat kuning."
***
Sepanjang perjalanan pulang Jessen memaki dirinya sendiri. Bagaimana bisa ia kemudian memutuskan untuk menikahi gadis yang baru dia kenal, mana sedang hamil lagi! Gila! Tapi lebih gila lagi kalau dia masuk penjara dan dicabut izin praktek nya! Perjuangan jatuh bangunnya sia-sia sudah!
Apa nanti yang harus ia katakan pada mamanya? Pasti ia akan sangat kecewa! Pasti mama akan menganggap ia sama dengan laki-laki bule itu, berengsek, penjahat kelamin, padahal jujur having sex saja Jessen sama sekali belum pernah, ia masih perjaka tulen!
Kepala Jessen sangat pusing, ia sudah terlanjur jatuh dalam kubangan lumpur. Jadi ia harus melanjutkan permainan yang ia buat sendiri. Permainan gila yang rasanya benar-benar tidak masuk akal!
Permainan yang seolah-olah mempermainkan lembaga pernikahan yang begitu suci. Ahh ... semoga Tuhan mengampuni dirinya yang dengan sembarang bermain-main dengan janji suci di depan pendeta!
Tapi Tuhan tahu, ia melakukan ini karena tidak ingin melakukan dosa, tidak ingi melanggar sumpah nya, tidak ingin menjadi pembunuh. Harusnya Tuhan tahu itu!
Tak terasa air mata Jessen menetes, harus seperti inikah hidupnya? Sejak kecil hidup tanpa ayah, dan sekarang harus jadi ayah dari anak orang lain?
Dada Jessen mendadak sesak, ia kemudian menepikan mobilnya di sebuah SPBU. Ia mematikan mesin mobilnya, kemudian menumpahkan semua air matanya di atas kemudi mobilnya.
Bagaimana pun ia sudah mengambil keputusan, semoga ini yang terbaik. Semoga ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Nna Rina 💖
bener kan dinikahin.... keren deh jessen
2020-08-24
0
Etha Oldrezzta
semangat nulis y kak
2020-08-09
1