Hari ini tepat satu bulan sudah Jessen praktek di apotek ini. Pasiennya memang belum terlalu banyak, namun ia sudah cukup bersyukur dengan semua yang ia miliki sekarang, karir dokternya, pengalaman-pengalaman yang didapatkan olehnya. Jessen tersenyum, ia melirik jam dinding yang tergantung di ruang prakteknya, sudah pukul sembilan. Saatnya pulang!
Jessen hendak meraih snelinya ketika kemudian pintu ruang prakteknya di ketuk. Ia mengerutkan keningnya, pasien? Atau pegawai apotek?
"Masuk!" perintahnya lalu kembali memposisikan diri duduk di kursinya.
Pintu ruang prakteknya terbuka, nampak gadis muda dengan rambut hitam sedada itu dengan perlahan masuk ke dalam. Jessen sedikit tercengang, gadis itu sangat cantik! Ahh ... mimpi apa ia semalam dapat pasien muda, cantik macam ini?
"Selamat malam, Dokter." sapanya sambil tersenyum.
"Silahkan duduk, dek." ujarnya sambil sekuat tenaga menahan gugup yang menyerangnya, apaan sih masa dokter gugup sama pasiennya?
"Saya mau periksa, Dok." guman gadis itu lirih.
"Apa yang dirasakan, Dek?" tanya Jessen mencoba fokus.
"Akhir-akhir ini saya sering pusing, dan sering ..." gadis itu menunduk, lalu kembali mengangkat wajahnya, "Sering mual, Dok."
Jessen hanya mengangguk pelan, lalu mempersilahkan gadis itu naik untuk diperiksa lebih lanjut.
"Periksa dulu, ya!" ujarnya sambil tersenyum ramah.
Dengan perlahan gadis itu membaringkan tubuhnya, Jessen sudah siap dengan stetoskop, ia menekan alat itu di dada gadis itu, tak ada masalah, semua sehat. Lalu ketika ia menekan stetoskop itu ke perut, alis Jessen mengerut, astaga!
Jessen buru-buru menarik stetoskopnya lalu kembali duduk dikursi. Gadis itu sudah duduk di kursinya, Jessen mengambil selembar kertas, siap menuliskan data penting dari pasiennya itu.
"Boleh tahu siapa namanya? Tanggal lahir lengkap, dan alamat?" tanya Jessen pada gadis itu.
"Nama saya Aurelia Jesica Sutomo, Dokter. Lahir 18 November 2003." jawab gadis itu dengan gugup. Kenapa sekarang jadi dia yang gugup?
"Alamat?" tanya Jessen sambil melirik gadis itu.
"Perum Kedoya Asri No 36B, Dokter."
Jessen menulis dengan detail, tentang apa yang ia dengar ketika auskultasi tadi juga tidak luput ia tulis. Lalu ia mengangkat kepalanya, menatap gadis itu dengan serius.
"Boleh tanya?" ujar Jessen sambil melipat tangannya di meja.
"Tanya apa, Dok?" Aurelia tampak menunduk, Jessen yakin ia sudah tahu perihal apa yang akan ditanyakan.
"Sudah telat haid berapa bulan?"
Jessen bisa melihat dengan jelas raut ketakutan di wajah itu, wajah cantik itu memucat, dan Jessen semakin yakin bahwa sebenarnya gadis itu sudah menyadari apa yang terjadi kepadanya.
"Tiga bulan, Dokter."
Skakmat!
"Kamu sudah tahu perihal kondisimu bukan? Lantas kenapa periksa ke sini? Harusnya kamu ke obsgyn, ini sudah diluar kewenangan dan kemampuan saya."
"Tapi saya kesini sebenarnya bukan karena ingin periksa ..."
Jessen mengerutkan dahinya, ke dokter tapi bukan karena ingin periksa? Lalu karena apa? Mau merampok dokternya? Atau interview si dokter? Ada-ada saja!
"Katakan apa tujuanmu kemari?" Jessen masih menyimak dengan serius, dilihat dari wajah dan usianya, Jessen yakin anak ini hamil diluar nikah.
"Saya mau minta tolong Dokter."
Jessen menengang, minta tolong? Jangan bilang kalau ...
"Tolong bantu saya menyingkirkan janin ini Dokter!"
"Apa? Coba ulangi kalimatmu!" Jessen hampir berteriak, astaga datang juga makhluk seperti ini ke tempat praktek nya!
"Bantu saya mengugurkan janin ini, Dokter!" gadis itu terisak, air matanya menetes.
"Astaga! Kamu hendak membunuhku?" Jessen seketika lemas, kenapa harus berjumpa dengan pasien macam ini?
"Saya hendak menggugurkan kandungan, bukan membunuh dokter!" gadis itu terlihat panik.
"Sama saja, kamu tahu apa dampak dari permintaan mu itu? Dampaknya ke kamu apa, dan dampaknya ke saya apa?" Jessen benar-benar gusar, ia baru saya bisa praktek mandiri, selesai berjuang setelah sekian lama, eh masa harus sependek ini sih karir kedokterannya?
Gadis itu menundukkan kepala, isaknya masih terdengar. Jessen benar-benar pusing sekarang.
"Tepat sebulan yang lalu saya malam-malam harus ikut operasi, tahu apa yang dioperasi? Seorang gadis, sembilan belas tahun. Rahimnya robek, rusak parah sehingga harus diambil. Tahu apa sebabnya?"
Gadis itu mengangkat kepalanya, menatap mata Jessen dalam-dalam, lalu menggelengkan kepalanya.
"Rahimnya sobek karena dia mengugurkan kandungan. Jadi dengan usia semuda itu ia harus rela rahimnya diambil. Dan tahukan bagaimana kemudian nasib seorang perempuan tanpa rahim?" Jessen menatap ke dalam mata itu. "Dia tidak akan bisa hamil, kecuali mendapat donor rahim!"
Wajah gadis itu menengang, air matanya kembali menetes. Apa sih yang dicari gadis seumuran dia dengan sex bebas? Kenikmatan sesaat? Seenak apa sih? Dia yang hampir tiga puluh tahun saja belum berani macam-macam dengan perempuan, lah gadis tujuh belas tahun malah sudah ena-ena sampai hamil, sial!
"Tapi kalau dokter yang melakukan pasti tidak akan sampai seperti itu kan, Dok? Pasti dia mengugurkan kandungan nya sembarangan, jadi rahimnya rusak. Itulah kenapa saya datang kesini, mau minta tolong sama Dokter." suara itu begitu lirih, bahkan tersamar dengan udah tangisnya, namun Jessen bisa dengar dengan jelas pembelaan gadis itu.
"Astaga!" Jessen menepuk jidatnya, keras kepala juga gadis ini. "Darimana kamu tahu kalau aku yang melakukan akan baik-baik saja? Jangan ngaco!"
"Dokter kan punya ilmunya, sekolah kedokteran."
"Aurelia, saya sekolah kedokteran itu untuk menyelamatkan nyawa orang, menolong orang supaya sakitnya sembuh, bukan untuk membunuh orang."
"Saya sakit, Dokter. Tolong saya."
"Kamu hamil, sakit darimana coba?" Jessen rasanya ingin berteriak, aduh ... kenapa harus dia yang gadis itu datangi?
"Saya bisa dibunuh papa saya kalau Dokter tidak mau menolong saya." desah gadis itu lirih.
"Saya bisa dipenjara, dicoret nama saya dari IDI, dicabut izin praktek saya ... " Jessen memijit keningnya, rasanya ia ingin menenggak analgesik untuk menghilangkan sakit kepala yang mengganggunya itu.
"Dokter tolong saya ..." desah gadis itu lagi dengan tatapan penuh harap.
"Hubungi kekasihmu itu, minta dia tanggung jawab menikahi mu, selesai masalahmu."
"Tidak semudah itu, Dokter!"
"Tidak mudah gimana? Dia laki-laki kan, suruh dia tanggung jawab dong!" Jessen makin emosi, laki-laki lain yang melakukan kenapa jadi ia yang harus kena getahnya sih? Kenapa?
"Dia sudah pergi ke Belanda dua bulan lalu, kami sudah putus. Dan dia menyuruh saya mengugurkan kandungan saya, Dokter!"
"Astaga ... " Jessen memukul meja prakteknya dengan gemas. "Laki-laki macam apa itu mau enaknya doang?"
"Oleh karena itu tolong saya, Dokter." gadis itu kembali memohon. "Saya masih ingin kuliah, sudah daftar ke PTN juga, dan jika lolos papa saya berjanji mau membelikan mobil untuk saya, Dok."
"Pas berbuat kemarin kepikiran nggak kalau bakal seperti ini? Mikirin dampaknya nggak? resiko-resiko dari hubungan bebas seperti itu?" Jessen masih mencoba sabar.
"Saya khilaf, Dok! Tapi kali ini saja, tolong saya!"
Jessen menatap gadis itu dalam-dalam, matanya masih berlinang air mata. Wajahnya pucat. Dasar anak muda jaman sekarang, tidak ada etika normanya sama sekali.
"Datanglah besok malam!"
----------
Apakah Dokter Jessen mengabulkan keinginan Aurelia? Tunggu episode selanjutnya ya ...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Ama Lorina Raju
👍👍👍
2021-05-25
0
Bulqis Malika
saya baca dari awal cerita nya
bagus & menarik. 👍
2020-10-08
2
Nna Rina 💖
dinikahin aja dok 😆🙏
2020-08-24
0