Jessen gelisah di kursinya duduk, haruskah nanti ia melakukannya? Lantas bagaimana jika timbul efek yang kemudian berakibat fatal baik pada gadis itu atau pada dirinya?
Jessen benar-benar pusing dibuatnya. Kenapa harus ia yang gadis itu datangi? Kenapa tidak ke rekan sejawatnya yang lain? Di kota ini ada banyak sekali dokter, kenapa ia yang kemudian di datangi? Kenapa?
Ahh ... kenapa ia jadi pusing begini? Tolak, suruh cari dokter lain kan beres! Ia tidak harus melakukan tindakan beresiko yang melanggar hukum itu. Tindakan yang mengancam semua karir yang ia bangun dari nol.
Tapi kalau kemudian nanti ia lari ke tempat yang tidak tepat, lalu harus kehilangan rahim atau nyawanya bagaimama?
Tapi apa peduli Jessen? Memang gadis itu siapanya? Adiknya? Saudaranya? Atau kekasihnya? Bukan! Gadis itu bukan siapa-siapa nya. Lantas kenapa Jessen jadi begitu memikirkan dia?
Jessen mengacak rambutnya, kepalanya benar-benar pening, sampai rasanya begitu menyiksa! Apa yang harus ia lakukan? Apa??
Jessen tersentak ketika kemudian ada seseorang menepuk pundaknya, tampak Dokter Agus sudah tersenyum berdiri di sampingnya.
"Istirahat lah dulu, biar aku yang belakangan. Aku belum ingin makan, Sen!"
Jessen tersenyum, ia mengangguk pelan kemudian bangkit dari duduknya.
"Kalau gitu saya pamit istirahat dulu, Dokter!" dengan sopan Jessen pamit pada Dokter senior di IGD itu.
Jessen sengaja keluar lewat pintu depan, beberapa keluarga pasien yang duduk di depan IGD tampak memandangi nya. Sudah biasa, sneli yang ia gunakan pasti selalu menarik perhatian. Padahal bukan hanya sneli Jessen yang menarik perhatian setiap orang yang bertemu dengannya, namun karena perpaduan apik yang ada pada dirinya. Membuat Jessen tampak berbeda dengan masyarakat Indonesia pada umumnya.
Jessen masih bingung hendak kemana, pikirannya suntuk memikirkan janji yang terlanjur ia katakan pada gadis itu. Memikirkan segala kemungkinan buruk yang terjadi jika Jessen menuruti permintaan gadis itu. Oh tidak ... seharusnya ia mengusir nya semalam, bukannya malah memberi janji yang tentu saja mengancam karier kedokterannya!
Jessen tersentak ketika ada yang memanggil namanya, rasanya suara itu ... Jessen membalikkan badan dan terkejut luar biasa melihat siapa yang berlari-lari kecil mengejarnya itu.
"Kamu?" Jessen benar-benar tidak percaya sosok itu muncul di hadapannya sekarang.
"Selamat siang, Dokter!" sapa gadis itu yang tampak feminim dengan dress polkadot dan outer rajut warna hitam.
Jessen tak berkedip menatap wajah cantik itu, pantas saja dia sampai hamil! Laki-laki normal manapun pasti akan tergoda dengan wajah ayu, bibir sensual, dan body menggoda gadis tujuh belas tahun itu!
"Dokter?" panggilnya sekali lagi yang mampu membuat Jessen tersentak dari lamunan liar nya.
"Untuk apa ke sini?" Jessen bergegas menarik tangan gadis itu, membawanya sedikit menjauh dari IGD.
"Tadi dari beli persiapan kuliah, sekalian mampir. Tadi saya tanya ke petugas yang jaga apotek katanya dokter praktek di sini."
Jessen menepuk jidatnya, "Ngapain pakai mampir ke sini sih?" sungguh ia sangat gemas dengan gadis ini.
"Oh, nggak apa-apa sih, cuma mau antar ini!" dia menyodorkan plastik putih itu, tampak nama restoran makanan Jepang terkenal. "Dokter belum makan pasti?"
Jessen melongo, sungguh ia tidak mengira gadis itu mampir hanya untuk memberinya bento untuk makan siang.
"Untuk saya?" tanyanya sekali lagi.
"Tentu lah untuk dokter, emang buat siapa lagi?" jawabnya sambil tersenyum memamerkan lesung pipinya.
Keringat Jessen mengucur, sungguh wajah itu sangat cantik! Apalagi senyum itu, astaga! Kepala Jessen makin pening!
"Terimakasih." hanya itu yang mampu Jessen ucapkan.
"Nanti saya ke apotek jam berapa, Dok?"
Jessen menatap gadis itu dengan nanar, hatinya masih bimbang, haruskah ia melakukan semua itu? Atau ada cara lain yang bisa ia lakukan? Atau bagaimana? Atau ... ? Ahh ... rasanya Jessen ingin memaki dirinya sendiri! Kenapa kemarin ia sebodoh itu menceburkan diri dalam urusan rumit ini?
"Dokter?"
"Datang saja agak malam, biar nanti sudah tidak ada pasien yang menunggu, prosesnya cukup memakan waktu."
Gadis itu kembali tersenyum, ahh ... Jessen dibuat panas dingin lagi oleh manis senyum itu! Kenapa mata dan senyum itu seolah menghipnotis nya? Kenapa ia tidak mampu menolak?
"Baiklah, boleh saya minta nomor telepon Dokter?" gadis itu menyodorkan iPhone miliknya, lalu Jessen mengetikkan nomor handphonenya.
"Terimakasih, saya pamit dulu Dokter. Selamat makan!" ujarnya sopan lalu melangkah pergi dari hadapan Jessen.
Jessen hanya menatap nanar kepergian gadis itu. ******! Sekali lagi ia terjebak! Harus bagaimana ia sekarang? Ahh ... Jessen memaki dirinya sendiri, kenapa ia jadi sebodoh itu ketika berhadapan dengan gadis itu? Kenapa? Apa yang salah?
Dengan lunglai Jessen melangkah ke kantin rumah sakit. Tangan kanannya membawa plastik dari restoran Jepang itu. Entah nafsu makannya melonjak drastis, ia tidak bernafsu makan. Kepalanya pening. Nanti malam? Apa yang akan terjadi nanti malam? Kariernya? Apa yang kemudian akan terjadi pada kariernya? Sontak mata Jessen memerah, jika tidak di tempat umum, rasanya ia sudah menangis sekarang!
***
Jessen dengan gelisah duduk di kursi prakteknya. Ia sudah di apotek sekarang, beberapa jam yang lalu gadis itu sudah menghubungi lewat WhatsApp. Tanya ia ingin dibawakan apa, memangnya Jessen ingin apa? Ia hanya ingin nasib dan kariernya baik-baik saja, hanya itu!
Ahh ... kepalanya kembali pening! Instrumen kuret itu sudah tersedia. Semua perlengkapan sudah lengkap. Namun hati kecilnya masih menolak untuk melakukan semua itu.
Rasanya Jessen ingin menangis, Ya Tuhan ... haruskah ia nodai ilmu kedokteran dengan praktek ilegal berdosa macam ini? Lantas ia harus bagaimana?
Jessen melirik jam dinding, sudah pukul sembilan orang lima belas menit. Dan tepat pukul sembilan nanti gadis itu sudah pasti akan kemari, sesuai janji mereka.
Jessen terus mengacak rambutnya, semua ini benar-benar menyiksanya. Ia berjalan mondar-mandir di dalam ruang prakteknya, berharap ia menemukan solusi untuk permasalahan yang kini menghimpitnya. Belum juga ia menemukan solusi, ketukan pintu itu mengejutkan dirinya.
"Masuk!" perintahnya lalu kembali duduk di kursinya. Mata Jessen terbelalak kaget, ketika yang muncul adalah Aurelia!
Ia datang dengan dress kuning selutut dan outer warna hitam. Rambutnya ia biarkan tergerai, bibirnya tampak berkilau, mungkin efek lipgloss atau apalah, ia tidak paham. Yang jelas Dimata Jessen gadis itu benar-benar cantik sempurna.
"Selamat malam, Dokter!" sapanya dengan senyum mengembang. Apa dia tidak tahu bagaimana proses kuret itu nanti, sehingga ia masih bisa senyam-senyum seperti itu?
"Malam!" jawab Jessen putus asa, matilah ia malam ini!
"Maaf kalau agak heboh penampilan saya, Dok. Tadi izin nya mau ke ulangtahun teman."
Jessen hanya mengangguk lemah, ia harus bagaimana sekarang? Haruskah ia melakukan itu? Haruskah janin itu ia bunuh?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Esti Afitri88
kok ikut kuatir aq
2022-09-30
0
¢ᖱ'D⃤ ̐Nu⏤͟͟͞R❗☕𝐙⃝🦜
jgn sia2 kan perjuangan mu
2021-04-28
0
IdaDaliaMutiara
smoga tidak tergoda dok, atw nikahin saja dok hahahaa
2020-08-15
0