COMPLICATED
Jessen memandang puas ruang prakteknya di salah satu apotek di tengah kota itu. Akhirnya setelah tiga setengah tahun pre-klinik, dua tahun kepaniteraan klinik, dua tahun internship, dua tahu PTT, ia bisa kembali ke kota kelahirannya ini dan membuka tempat praktek sendiri.
Jadi dokter, siapa yang mengira bocah bandel macam Jessen bisa jadi dokter? Mungkin jika ia bertemu dengan guru-gurunya semasa SD, SMP, dan SMA mereka akan pingsan begitu tahu Jessen sekarang menjadi seorang dokter. Karena dulu banyak yang mengira bahwa anak laki-laki bandel itu mungkin hanya akan jadi preman besar karena kenakalannya.
Siapa yang tak kenal Jessen? Anak laki-laki paling jago berantem seantero sekolah, paling suka bolos, tapi nilainya selalu hampir sempurna. Karena itulah mengapa Jessen tidak sampai dikeluarkan dari sekolah karena kenakalannya. Bahkan kena skorsing pun Jessen belum pernah. Hebat bukan? Mungkin hanya Jessen yang bisa melakukannya.
Selain pintar dalam akademik, Jessen punya segudang talenta. Ia masuk tim basket sekolah, sejak dia SMP. Permainan baskernya luar biasa. Ia bahkan menyumbangkan satu piala semasa SMP dan dua piala untuk sekolah semasa SMA. Belum lagi ketika ada lomba gambar, lomba karate, selalu Jessen yang maju, dan pulang selalu dengan piala kemenangan.
Sungguh sempurna bukan? Tidak, tidak ada yang sempurna. Dibalik semua prestasi Jessen baik akademik maupun non akademik, Jessen punya satu kelemahan, ya ... seperti yang tadi dikatakan, ia sangat suka mencari gara-gara, lalu berkelahi dengan teman-temannya. Ia juga suka sekali membolos pada jam pelajaran yang gurunya tidak ia sukai. Kantin Mbak Inem adalah tempat bersembunyi favoritnya.
Dan kini di kota kelahirannya, ia akan mengabdikan dirinya sebagai tenaga medis yang mengayomi masyarakat, ia akan abdikan semua pengetahuan dan ilmu kedokteran untuk masyarakat. Ia bukan lagi anak bandel, ia sudah menjelma jadi malaikat penolong bagi masyarakat yang membutuhkan jasanya, ilmunya.
Ia dapat jatah tiga tempat praktek dari IDI, entah apakah ia benar-benar sanggup atau tidak, ia sendiri belum yakin. Namun ia akan mencoba untuk sebisa mungkin maksimal mengabdi.
Jessen menatap bayangan wajahnya di cermin wastafel. Wajah itu perpaduan Cina - Belanda, karena ibunya memang berdarah Cina dan ayahnya ada darah Belanda. Ayahnya? Ahh ... darah Jessen mendidih tiap ia teringat laki-laki itu! Entah sekarang dimana dia berada, Jessen tidak tahu. Sudah berpuluh-puluh tahun lelaki bule itu meninggalkan ia dan ibunya sendirian, semua demi wanita muda itu! Sebenarnya apa salah ibunya? Apa salah dirinya? Sehingga mereka harus menderita seperti ini?
Jessen membasuh wajahnya dengan air dari wastafel, berharap kepedihannya dapat hilang. Jessen melirik arlojinya, sudah pukul delapan, ia bergegas segera pulang. Baru besok ia mulai praktek di apotek ini. Hari ini hanya mengecek kelengkapan peralatan saja.
Jessen bergegas keluar dari ruang praktek, lalu berpamitan pada apoteker yang sedang berjaga itu.
"Aku balik dulu, Mbak." pamitnya sambil melambaikan tangan.
"Hati-hati, Dokter." apoteker yang tengah melayani beberapa pembeli itu balas melambaikan tangan.
Jessen segera menghidupkan mesin mobilnya, belum sempat ia membawa mobil itu melaju, ponselnya berdering. Jessen segera merogoh saku celananya. Dokter Ricard?
"Malam, Dok. Bagaimana ada apa, Dokter?"
"Sibuk nggak kamu, Sen? Mau ikut asistensi?"
Jessen mengerutkan keningnya, pasti sengaja nih. Memang para senior sukanya begitu. Tapi tak apalah, ia kan bakal tambah ilmu tiap ikut asistensi di OK seperti ini.
"Cito operasi, Dok?"
"Datang sajalah, aku tunggu di OK."
Belum sempat Jessen membalas, sambungan telepon sudah dimatikan. Ahh ... Jessen memasukkan kembali ponselnya, lalu mulai membawa mobilnya ke rumah sakit daerah yang hanya perlu lima belas menit untuk sampai kesana.
"Operasi apaan sih? Disana nggak ada yang bisa diajak asistensi apa?" Jessen ngomel sendiri.
Memang ia harus terbiasa sih dengan kondisi seperti ini, malam-malam mendadak di telpon, suruh ke rumah sakit, asistensi Cito operasi, atau sekedar cek kondisi pasien yang ia pegang kasusnya.
Bagaimana pun sudah resiko dan Jessen sudah sangat mengerti konsekuensinya. Oke malam ini ia harus menghabiskan waktu istirahatnya di OK. Padahal besok ia sudah harus dinas di dua rumah sakit dan tentu saja apotek yang baru saja ia kunjungi barusan. Mendadak Jessen mulas membayangkan bagaimana jadinya esok itu.
Jessen segera memarkirkan mobilnya di parkiran rumah sakit. kemudian ia meraih snelinya sebelum turun dari mobil, untung ia tidak pakai celana jeans sobek-sobek miliknya tadi. Jadi masih pantas lah ia masuk ke rumah sakit sebagai dokter.
Ia bergegas melangkah ke dalam rumah sakit, langsung ke OK mungkin. Sebenarnya operasi apa? Kalau benar Cito operasi kenapa harus menunggu dia? Ah ... pasti Dokter Richard sengaja mengajaknya, sengaja menganggu waktu luangnya.
"Nah ini yang ditunggu, sudah cuci tangan dan lain-lain?" Dokter Richard
"Kenapa harus ada saya sih, Dok?" Jessen sungguh heran sekaligus gemas dengan dokter bedah itu.
"Kamu dikasih ilmu nggak mau ini?" Dokter Richard sudah memakai maskernya.
"Bukan begitu sih, cuma heran saja." Jessen tak berani banyak membantah, ia segera memakai nurse cap-nya.
"Tak usah banyak bicara, ayo ikut kedalam. Semua sudah siap!"
Jessen memakai maskernya, lalu mengekor di belakang Dokter Richard. Di meja operasi sudah terbaring wanita muda itu. Entah apa yang akan di operasi darinya, Jessen sama sekali tidak tahu. Dokter Richard tidak memberitahu, dan mendadak sekali mengabarkan bahwa ia harus ikut asistensi di operasinya.
Dia bahkan tidak mengenali siapa saja dokter yang bergabung di dalam, karena semua sudah siap dengan jubah operasi dan masker mereka.
"Persediaan darah sudah siap, Dokter!" suara itu sedikit mengejutkan Jessen
Jessen menoleh, sebenarnya gadis itu kenapa? Kenapa butuh sekian banyak kantong darah?
"Oke, semua siap kan?" Dokter Richard sudah siap dengan instrumen di tangannya.
Semua hanya mengangguk, lalu Dokter Richard mulai menyayat perut bagian bawah gadis itu.
Jessen hanya terpaku melihat betapa lincah tangan Dokter Richard bermain dengan pisau bedah itu, ahh ... rasanya kelak ia tidak ingin mengambil spesialisasi bedah, terlalu beresiko.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
¢ᖱ'D⃤ ̐Nu⏤͟͟͞R❗☕𝐙⃝🦜
mulai baca karya yg lain nya....
2021-04-28
0
Ellaa🎭
ceritanya seru kak😍💜💜
mampir juga kak ke karyaku 'Kay and Say'🥰🌹
jangan lupa untuk mampir yaa siapa tau suka 😍❤️
semangat terus kak 😊🌹
2020-10-07
0