Anggi
Rendra tak mengatakan apapun, ia juga tak ingin bertanya. Dan sepanjang perjalanan membelah padatnya lalu lintas kota, mereka saling berdiam diri, sibuk dengan pikiran masing-masing.
Namun di sebuah lampu merah yang menyala cukup lama, mungkin karena sudah merasa bosan dengan kesunyian yang tercipta, Rendra mulai menyalakan audio mobil. Dan mengalirlah suara empuk seorang penyiar radio, berhasil memecah kesepian yang melangutkan diantara mereka.
“Good music doesn’t have an expiration date. Lagu-lagu bagus yang menjadi soundtrack dalam hidupmu, siap menemani apapun aktifitasmu hari ini."
Lalu mengalunlah intro lagu yang membuat mereka berdua menjadi salah tingkah satu sama lain,
'I say black and you say white
We're as different as day and night
Who cares who's wrong, and who is right?
We don't agree with each other
We have the chance to discover
A new way to talk to each other
And say it with a kiss, no matter what it is
Put love back at the top of our list
Find a better way, to make a better day
Don't you know, don't you know, don't you know that
There'll be more happiness when we do that
Oh what a wonderful way to live
Say it with a kiss
Just say it with a kiss'
(Amy Grant, Say It With A Kiss)
Sudut matanya sempat menangkap bayangan Rendra yang geleng-geleng kepala sambil tersenyum lebar. Membuatnya semakin salah tingkah, lalu memilih untuk pura-pura membuang pandangan ke jendela samping.
'And say it with a kiss, no matter what it is
Put love back at the top of our list
Find a better way, to make a better day
Don't you know, don't you know, don't you know that
There'll be more happiness when we do that
Oh what a wonderful way to live'
(Amy Grant, Say It With A Kiss)
Saat ia mulai mengutuk-ngutuk dalam hati karena Rendra tak berusaha untuk memindahkan channel radio, sebuah telapak tangan yang besar, berat, namun hangat menyentuh puncak kepalanya.
"Kita ke kantor dulu ya," ujar Rendra dengan suara yang sangat tenang, lengkap dengan senyum. Namun ia pura-pura mencibir dengan pandangan tetap fokus ke jendela samping. Entah hal menarik apa yang ada di sisi jendela samping hingga terus-terusan melihat kearah sana, ia pun sebenarnya tak mengerti.
Rendra masih mengacak puncak rambutnya selama beberapa saat sebelum akhirnya kembali konsentrasi mengemudi.
Akhirnya setelah melewati jalanan padat yang sibuk, Rendra menepikan kemudi ke halaman ManjoMaju yang siang ini penuh dengan kendaraan.
"Kamu tunggu di ruanganku sebentar ya, sampai Bang Buyung sama Bang Fredy datang," ujar Rendra sambil berusaha melepas seat belt yang dikenakannya, sementara tangannya juga sedang bersiap untuk membuka seat belt. Persamaan waktu ini membuat tangan mereka saling bersentuhan. Ia sempat bengong sebentar sebelum akhirnya buru-buru menarik tangan, karena selama ia bengong, tangan mereka saling bertumpuk bersentuhan.
Tarikannya yang cukup menghentak membuat Rendra terlihat mengulum senyum, namun masih berusaha untuk tetap membantu membuka seat beltnya. "Aku ada briefing sebentar sama anak-anak. 15 menit an. Kamu mau tetap nunggu di ruanganku atau mau ditemenin ngobrol sama Puput?"
"Terserah," jawabnya pendek.
Rendra tak terpancing dengan jawaban menyebalkan yang dilontarkannya. Dia bahkan hanya tersenyum simpul sambil sedikit tergesa saat keluar dari mobil hanya untuk membukakan pintu di sebelahnya. Lalu seolah tak terjadi apa-apa meraih tangannya lembut untuk sama-sama memasuki ManjoMaju.
"Eh, lhadalah....ono calon manten to (wah, ada calon pengantin)," sapa Mba Sari antusias begitu melihat Rendra menggandeng dirinya memasuki lobby kantor. "Selamat siang Pak sama Bu bos, lak tumben kesini," lalu beralih kearahnya. "Mba bos apakabar? Makin seger aja," sambil memeluknya.
Ia yang awalnya masih cemberut jadi -terpaksa- tersenyum demi melihat keceriaan Mba Sari, sambil balas memeluk. "Kok Mba bos sih Mba," ujarnya malu. "Anggi aja."
"Oh, yo saru...iya to Bang bos," Mba Sari beralih kearah Rendra yang hanya berdiri mematung tanpa ekspresi.
"Apakabar Mba Sari?" ia balik bertanya. "Makin ceria aja nih."
"Alhamdulillah," Mba Sari menjawab mantap lalu tertawa. "Joss gandoss," lanjutnya sambil mengacungkan jempol. Membuat mereka bertiga akhirnya tertawa bersama.
Namun Rendra kembali merangkum bahunya, "Ok, Mba, kita keatas dulu."
"Oh, monggo....monggo (silahkan)."
Rendra langsung mengajaknya menuju ruang pimpinan melewati kubikel yang sibuk, sambil menyapa semua yang ada disana dengan gaya khas, seperti anak kecil yang mengajak temannya untuk bermain bola di lapangan, alias semangat 45, "Assalamualaikum!!!!"
"Wa'alaikumsalam," jawab orang-orang.
Ruang pimpinan kosong, karena Rakai sudah berada di ruang meeting yang tadi sempat mereka lewati saat hendak menuju kesini.
"Mau minum apa?" Rendra membuka kulkas yang terletak di salah satu sudut ruangan.
"Nggak usah, nanti bisa ambil sendiri," jawabnya sambil mendudukkan diri di sofa tamu. Namun Rendra sudah lebih dulu membawa 2 kaleng Bear Brand dan 2 botol air mineral. Lalu meletakkannya di atas meja.
Sebelum ia sempat berterima kasih, Rendra sudah beranjak ke rak di salah satu sisi ruangan yang menyimpan aneka snack untuk tamu. Lalu mengambil beberapa dan kembali meletakkannya di atas meja.
"Tunggu ya," Rendra tersenyum. "Atau mau nonton?" Rendra mengambil remote untuk menyalakan televisi.
"Aku bisa sendiri," ujarnya cepat. "Buruan briefing, udah ditungguin sama yang lain."
Rendra tersenyum setelah memilih Chanel Movies, lalu meletakkan remote di atas meja. "Kalau perlu apa-apa bisa minta ke Puput."
"Buruan briefing," gerutunya karena Rendra seolah mendelay waktu untuk pergi ke ruang meeting.
"Iya iya," Rendra terkekeh lalu keluar. Begitu pintu tertutup, ia langsung mengambil ponsel. Berniat mengecek Mala.
Anggi. : "Maafin gw Mal, lo jadi pulang sendiri."
Mala. : "Sans."
Mala. : "Gw lagi nunggu Yuri di cafe, kita mo nonton hehe..."
Anggi. : "Yasud."
Mala. : "Selamat baikan yaaa."
Anggi. : -stiker tutup mata-
Akhirnya ia memilih membuka satu botol air mineral, lalu meneguknya.
Ia pun memilih untuk melihat-lihat seluruh isi ruangan untuk mendistrak pikiran dari kissing tadi. Namun malah membuatnya jadi tersipu campur mencibir demi melihat beberapa bingkai foto yang tersimpan di atas meja milik Rendra.
Selain foto Rendra kecil dan Mamanya persis seperti foto yang pernah Rendra perlihatkan padanya saat di Pendopo Lawas. Ada juga foto mereka berdua di depan flower paperboard, pasti waktu mereka datang ke sebuah acara baby shower, saat pertama kali mereka pergi berdua.
Ada juga foto mereka berdua saat Rendra wisuda. Dan ada satu bingkai dengan ukuran paling besar, berisi foto mereka berdua saat lamaran kemarin. Ia kembali tersipu sambil mencibir.
Puas melihat foto, ia tertarik untuk melihat tumpukan kertas laporan yang ada di meja Rendra. Terlihat masih bagus seperti baru di print, namun sudah berdebu. Hmm, sepertinya Rendra jarang melihat laporan yang ditujukan padanya. No good. Bos yang baik dan benar harus selalu update report terkini.
Saat jarinya menyusuri kertas laporan yang menggunung, matanya tertarik pada sebuah buku agenda bersampul kain beludru warna hitam yang tersimpan di sebelah tumpukan laporan. Hmm, buku diary kah?
Setelah celingukan ke kanan kiri dan merasa aman, ia memutuskan untuk mengambil buku agenda tersebut. Ternyata dikunci saudara-saudara. Kunci berkode. Ia mengkerut menimbang-nimbang, buka - jangan, buka - jangan, buka....
Ia mulai dengan tanggal dan bulan lahir Rendra, gagal. Tahun lahir Rendra, gagal juga. Tanggal Mama Rendra meninggal, tetap gagal. Membuat keningnya semakin berkerut saking penasaran.
Dan entah memperoleh ilham darimana ketika tiba-tiba jarinya membuat formasi kode dari tanggal dan bulan lahirnya. Klek, terbuka. My Gosh! Ia semakin mencibir.
Kemudian dengan gelagat stalker sejati, ia menajamkan mata melihat lembar demi lembar buku agenda yang berisi daily to do list, serta weekly dan monthly timeline. Lengkap, detail, dan ditulis dengan tulisan tangan yang rapih sekaligus mudah dibaca. Hmm, bos yang well organized sekaligus konservatif karena masih memakai tulisan tangan daripada mengandalkan gadget dan layanan serba digital lain. Kusuka, kusuka, batinnya senang.
Ia hampir menutup buku agenda karena bosan melihat deret tulisan yang hampir mirip. Namun niatnya tertahan demi melihat bagian belakang buku agenda.
Seperti cara menulis huruf Arab yang dimulai dari sisi buku bagian belakang/kanan, disana tertulis list project baik yang sedang running, on going maupun yang masih on process.
Lalu ada juga cashflow, RAB (rencana anggaran biaya) mulai dari lamaran, seserahan, hingga akad dan resepsi pernikahan mereka. Tertulis sampai detail terkecil.
Membuat matanya mulai memanas.
Dan yang paling membuat hatinya mencelos adalah apa saja yang akan dilakukan Rendra dengan keuntungan yang didapat dari tiap proyek. Disana tertulis, kuliah master mereka berdua, biaya hidup setelah menikah, asuransi, tempat tinggal, kendaraan, persiapan kelahiran anak, dan....budgeting honeymoon mereka ke Jepang dan beberapa negara Eropa. Mulai dari tiket pesawat, sampai biaya akomodasi lengkap (hotel, makan, dll), hingga oleh-oleh, bahkan tiket menonton MotoGp, F1, EPL, sampai biaya tak terduga. Speechless.
Matanya yang sejak awal sudah memanas kini mulai berkaca-kaca. Ternyata Rendra benar-benar serius mempersiapkan segalanya. Rendra yang selalu ada untuknya, yang tak pernah mengeluh walau ia kadang memperlakukannya dengan buruk, yang meski bergaya slengean namun selalu membuktikan semua ucapan dengan perbuatan nyata. Ia tak pernah membayangkan ada seseorang yang bahkan belum lama dikenalnya, melakukan hal sebermakna dan seromantis ini padanya. Ya, baginya ini perlakuan paling romantis yang pernah ia terima. Ever.
Ceklek!
Pintu ruangan mendadak terbuka, membuatnya spontan menoleh ke arah suara. Dilihatnya Rendra sedang berusaha menutup pintu namun urung begitu melihat ekspresi wajahnya. Ada apa dengan wajahnya hingga air muka Rendra berubah mendung? Oh, no, ia buru-buru menghapus air mata yang membanjiri pipi.
"Put," suara Rendra terdengar. "Don't disturb sampai gua keluar sendiri."
"Siap, Bang."
Lalu terdengar suara pintu ditutup sekaligus dikunci. Dan dengan tanpa suara tiba-tiba Rendra sudah berdiri di belakangnya. Membuatnya juga ikut berbalik ke belakang agar mereka bisa saling berhadapan. Lalu sambil terus menunduk dalam-dalam karena berusaha menyembunyikan airmata yang semakin deras mengalir, ia berbisik pelan, "Maafin aku," sambil mulai terisak. "Maafin aku...."
Rendra tersenyum menenangkan. Tanpa berkata sepatah katapun langsung merengkuhnya. "It's okay."
Bisikan Rendra justru membuat isakannya semakin deras, membuat bahunya berguncang turun naik.
"I got you."
Sementara itu sayup-sayup terdengar alunan lagu yang berasal dari luar ruangan, sepertinya dari salah satu komputer anak-anak ManjoMaju,
'Cinta 'kan membawamu kembali di sini
Menuai rindu, membasuh perih
Bawa serta dirimu, dirimu yang dulu
Mencintaiku apa adanya'
(Dewa 19, Cinta kan Membawamu Kembali)
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments
Herlina Lina
q pribadi lw lg ngambek or marah besar trs dpt perlakuan sesimple ini aja udh luluh sbnrny tp gtw knp rasa mw marah itu ttp ada tp lw ngerasa pa yg q lakuin itu kelewatan sdgkn pasangan ttp perlakuin q dg baik bgtu walau bibir masih lencang dpn hati ngerasa luluh dan ngerasa bersalah dlm 1 waktu ...intiny butuh wkt bbrp saat u/ netralin nnti baik lg dan akhirny sm2 minta maaf
2024-06-09
2
Ai Noerhidayah471
sudah baca yg ke 4 kalinya, karena tiap kangen sll baca ulang, baik versi cetak atau versi Noveltoon
daaannn sll ikutan nangis pas baca part ini
ikutan nyesek, berasa jd Anggi
daebakkkk mak Shera
sehat2 sll dan smg terus berkarya
2024-04-21
0
JandaQueen
sabar banget ni abang... 😘
2024-04-13
0