1. We Both Have Demons

Anggi

Hampir dua minggu ia baru bisa menyelesaikan laporan KKN. Selain karena banyak data yang tercecer, juga hawa liburan yang begitu menggoda membuatnya sering menunda-nunda pekerjaan.

Beberapa hari setelah berhasil menyelesaikan laporan KKN, saat ia berniat pulang ke rumah untuk refreshing, sebuah email masuk membuatnya harus merubah destinasi. Ia bahkan hanya sempat memberi tahu Rendra lewat telepon.

"Inget applyan internship aku?"

"Iyap. Kenapa?"

"Aku diterima. Hari Senin udah harus masuk jadi..."

"Apa?!" sepertinya Rendra sedang melotot di seberang sana.

"Besok pagi berangkat ke Jakarta."

Rendra yang masih ada di Surabaya dan tak bisa langsung pulang karena agenda full sampai dua hari ke depan, memberinya sederet wejangan layaknya seorang kakek ke cucunya.

"Awas copet. Kalau naik Commuter Line sebisa mungkin pilih yang gerbong wanita. Hati-hati jangan mau diajak ngobrol strangers. Jakarta beda sama Jogja. Jangan...."

"Kamu anggap aku ini suku terasing yang baru mau masuk ke kota?" gerutunya kesal.

"Berapa lama?"

"Tiga bulan."

"Hobi kamu kayaknya nyiksa aku ya?"

Esoknya jam 9 pagi ia sudah duduk manis di Kereta Api Taksaka yang akan membawanya ke Jakarta. Perjalanan hampir 8 jam lebih banyak dihabiskan dengan tidur daripada menikmati perjalanan. Sepertinya euforia kelelahan pasca KKN belum juga hilang.

Jam 5 kurang Kereta sudah merapat di Stasiun Gambir, dan langsung menemukan Disti diantara para penjemput.

"Mba Anggiiii, kangen ih," Adisti -sepupunya, putri Lik Ning, adik Mamah yang tinggal di Depok- memeluknya erat.

"Aku juga kangeeeen."

"Pakde sama Bude sehat Mba?"

"Alhamdulillah sehat. Cuman aku juga udah lama nggak ketemu."

"Loh, nggak libur apa?"

"Liburnya dipakai KKN, heee. Kemarin abis pulang KKN, ngurus laporan, trus dapet email kesini deh."

Selama magang, ia tinggal di rumah Lik Ning di Depok. Setiap hari berangkat pagi-pagi naik kereta dari Stasiun UI, lalu turun di Juanda. Dari sana disambung jalan kaki, sekitar 15 menit an.

Ia mendapat tugas di divisi pelayanan publik Humas Kemensetneg. Dengan tiga peserta magang lain, yaitu Arin dan Naya dari Ilkom Kampus Jakun, serta Billy dari FE Kampus Reformasi.

Mereka masing-masing mendapat jatah satu meja. Ia kebagian di tengah-tengah antara Arin dan Billy. Di kubikel seluas 2x2 M2 inilah ia akan menghabiskan waktu 3 bulan ke depan.

Jam kerjanya dari 07.30-16.00, tapi jangan khawatir gabut, karena magang disini benar-benar mengasyikkan.

Selain menyelesaikan jobdesc yang sudah ditentukan, mereka juga selalu dilibatkan dalam setiap kegiatan yang ada.

Mereka bahkan pernah diajak menginap semalam di Istana Cipanas, saat diminta membantu sebuah event kunjungan.

Selain kegiatan insidental, ada juga rutinitas yang menjadi favoritnya, yaitu olahraga di Monas setiap hari Selasa dan Jum'at pagi. Yah lumayan bisa jalan-jalan di sekitar taman kota.

Serunya magang membuat 3 bulan terasa cepat. Ia bahkan tak percaya besok sudah waktunya pulang. Hari terakhir ia diajak hang out sama yang punya Jekardah.

"Kapan lagi ye kan," seloroh Billy, Arin, dan Naya bersamaan. 3 bulan bersama membuat mereka mendadak jadi sahabat.

"Kalau ke Jogja jangan lupa calling calling ya, ntar kuajak keliling biar impas."

"Wokeeeh....."

Billy yang menjadi guide mereka, ternyata punya selera antimainstream. Billy bukannya mengajak pergi ke mall seperti perkiraannya. Tapi justru pergi ke Dufan dan kawasan kota tua. Acara seru-seruan pun di akhiri dengan pesta seafood di Bandar Djakarta. Delightful.

Ia menyempatkan diri untuk pulang dulu ke rumah selama beberapa hari. Sempat juga bertemu dan jalan dengan anak-anak Romansa. Sebelum akhirnya kembali ke Jogja dengan amunisi full siap tempur mengerjakan skripsi.

Entah keajaiban apa yang sedang menaunginya, tapi pengolahan data skripsi lancar jaya. Pak Buntoro sebagai dosbing skripsi paling killer yang pernah ada di Ilkom seakan sedang khilaf karena dengan begitu mudah memberi acc tanpa drama seperti teman-teman lain. Total hanya 4 minggu waktu yang dihabiskannya untuk mengerjakan seluruh bab. Sekarang tinggal revisi dan editing.

"Kalau gue bilang nih ya, rezeki calon manten," Mala senyum-senyum sendiri saat mereka sedang bermalas-malasan di kamarnya. Mengangkat dua kaki ke atas tembok sambil ngemil Choki-choki. Mengisi hari minggu siang yang terik.

Mereka berdua sedang sama-sama gabut. Karena Rendra sedang pergi menjenguk Papanya di Balikpapan. Sementara Yuri sedang mengerjakan proyek dosen.

Ia hanya mencibir, "Pak Bun udah males keknya jadi dosbing, jadi main acc aja."

"Gue dong, awalnya hepi dapet dosbing Bu Woro. Bayangan udah yang indah-indah aja, eh...ternyata Bu Woro ganas gaes," Mala menerawang membayangkan skripsinya yang mangkrak.

"Kerjain disini aja, lo nginep disini sampai selesai. Ntar gue bantuin."

Mala mendecak, "Udah drop gue."

"Katanya mau wisuda bareng."

"Gimana Rendra?" Mala justru mengalihkan topik.

Ia tak menjawab, malah membayangkan wajah si empunya nama yang kini mulai berputar-putar di kepalanya.

"Masih hidup kan?" Mala tertawa.

"Dia nyiapin pre-nup," jawabnya menerawang.

"Apa?" Mala melihat kearahnya kaget.

"Itu artinya dia nyiapin buat pisah nggak sih?"

"Isinya?"

"Belum gue baca. Takut."

"Lo baca dulu, baru ambil kesimpulan."

Dua minggu kemudian setelah revisi selesai. Kemudian acc, daftar sidang, sampai keluar jadwal sidang. Barulah ia memberanikan diri membuka pre nup.

Semua terlihat normal seperti umumnya format pre nup yang sempat ia baca di internet. Tentang hak, kewajiban, harta, anak. Namun yang paling membuatnya menahan napas adalah beberapa pasal di bagian lain-lain.

Pasal 1

Semua harta benda yang dimiliki pihak suami, yang diperoleh sebelum atau sesudah perkawinan, karena pembelian, hibah, atau warisan, benda bergerak atau tidak bergerak, menjadi milik bersama, terdapat persekutuan dengan pihak istri.

Pasal 2

Semua harta benda yang dimiliki pihak istri, yang diperoleh sebelum atau sesudah perkawinan, karena pembelian, hibah, atau warisan, benda bergerak atau tidak bergerak, sepenuhnya milik pihak istri, tidak ada persekutuan dengan pihak suami.

Pasal 3

Semua pengeluaran biaya-biaya rumah tangga dan pengeluaran serta beban lain yang terjadi karena perkawinan, demikian pula biaya pendidikan dan pemeliharaan anak-anak yang dilahirkan dari perkawinan mereka, seluruhnya menjadi tanggungan pihak suami dan harus dipikul dan dibayar olehnya dan pihak istri bebas dari kewajiban ini.

Pasal 4

Jika di dalam perkawinan terdapat masalah hukum menimpa pihak suami disebabkan kesalahan pihak suami, maka pihak istri berhak mengajukan perpisahan/perceraian, memperoleh hak asuh seluruh anak, mendapat ganti rugi materiil dari pihak suami sebesar Rp 10.000.000.000 (sepuluh milyar rupiah) tunai, dan mendapat seluruh harta benda pihak suami tanpa kecuali.

Pasal 5

Jika di dalam perkawinan pihak suami terbukti melakukan kekerasan/KDRT, berpaling, selingkuh, poligami, dan perbuatan tidak menyenangkan/melanggar hukum, pihak suami wajib membayar ganti rugi materiil sebesar Rp 10.000.000.000 (sepuluh milyar rupiah) tunai kepada pihak istri dan pihak istri berhak mendapat seluruh harta benda pihak suami tanpa kecuali.

Pasal 6

Jika di dalam perkawinan pihak suami mengajukan perpisahan/perceraian maka pihak suami wajib membayar ganti rugi materiil kepada pihak istri sebesar Rp 10.000.000.000 (sepuluh milyar rupiah) tunai dan seluruh harta pihak suami menjadi hak milik pihak istri tanpa kecuali.

Pasal 7

Jika di dalam perkawinan terjadi kematian pihak suami maka seluruh harta benda pihak suami menjadi hak milik pihak istri sah secara hukum tanpa kecuali.

"Aku udah baca. Isinya serem," ia meletakkan jilidan format pre-nup keatas meja.

Setelah hampir dua minggu mereka tak bertemu karena sibuk dengan urusan masing-masing, malam ini Rendra mendadak muncul di teras Raudhah dengan wajah letih.

"Semua buat kenyamanan kamu," Rendra menidurkan diri di atas kursi teras, dengan mata terpejam. Membuat ingatannya melayang pada kejadian yang hampir mirip beberapa waktu lalu.

"Kamu cape banget," ia jadi iba. Akhir-akhir ini Rendra jelas bekerja terlalu keras. "Ada masalah?"

"Nope," Rendra menggeleng dengan mata tetap terpejam.

"Kalau ada masalah jangan dipendam sendi..."

"Kalau aku bilang nggak ada masalah ya nggak ada! Jangan bikin asumsi sendiri!" kalimatnya dipotong Rendra dengan nada cukup tinggi.

Membuatnya tak terima, "Kamu ini kenapa sih?! Kalau cape tuh istirahat bukannya kesini!"

"Keberatan aku kesini?!" Rendra bangkit sambil memandangnya tajam. "Justru aku sengaja kesini biar fresh, bukannya diinterogasi macam-macam!"

"Tadi itu perhatian, bukan interogasi! Kamu nggak suka aku nanya?!"

"Aduh, Nggi, please, aku lagi nggak mood berantem," Rendra menghela napas sambil melemparkan punggung ke sandaran kursi.

"Aku juga nggak suka diteriakin!" ujarnya cepat.

"Siapa yang teriak?!" Rendra menegakkan punggung dengan suara kembali meninggi.

"Kamu tadi! Barusan juga!" ia benar-benar tak suka diajak bicara dengan nada nyolot.

"Anggi...Anggi....," Rendra kembali melemparkan punggung ke sandaran kursi.

"Itu suara normal, bukan teriak, apalagi ngebentak," lanjut Rendra dengan nada suara mulai menurun.

"Tapi nadanya nyolot!" ia jelas tak mau kalah.

"Nada bicaraku memang begini, kamu lupa?"

"Kayak ngajak berantem!"

Rendra justru tertawa sumbang, "Sekarang kita berantem beneran."

Ia hanya mencibir. Lalu mereka saling berdiam diri selama beberapa menit.

"Kayaknya kita sama-sama lagi stuck sama rutinitas," Rendra menegakkan punggung, kali ini lengkap dengan senyum miring. "Jalan yuk."

"Udah malem," ia merengut, masih kesal.

Rendra memasang wajah memohon, "Ayo dong. Kita berdua bener-bener perlu our times."

Ia memandang ke dalam kost dengan sedikit ragu. Namun 10 menit kemudian sudah duduk manis di samping Rendra, yang kini sedang mengarahkan kemudi ke Jl. Kusumanegara, lalu Jl. Gedongkuning, kini melewati Jl. Wonosari.

Ia pikir Rendra akan mengajaknya ke Bukit Bintang, ternyata masih terus melaju ke Jl. Dlingo Patuk. Barulah menepikan kemudi ke sebuah resto dan cafe yang terletak di atas sebuah bukit.

Rendra merangkum bahunya lembut, mengajaknya ke restoran yang terletak di rooftop. Melewati Sky Bridge yang sangat cantik sebagai satu-satunya jalan menuju resto.

Disini mereka bisa melihat kelap-kelip lampu kota Jogja dari atas ketinggian. Beberapa pengunjung asyik berfoto-foto di sepanjang jalan yang mereka lewati.

Rendra yang sepertinya selalu lapar memesan Wagyu Bolar Blade, sementara ia hanya memilih Choco Chez.

"Nggak makan?" Rendra mengernyit melihat pilihannya.

Ia menggeleng, "Udah makan tadi. Masih kenyang."

Rendra hanya ber oh pendek lalu makan dengan style andalan, cepat, lahap, dalam waktu singkat.

Usai makan mereka sempat berdiam diri beberapa saat. Rendra mengkerut melihat layar ponsel, sementara ia lebih memilih melemparkan pandangan ke arah kemilau lampu kota Jogja di kejauhan.

"Our times apaan?" ia mencibir demi melihat Rendra terus saja melihat layar ponsel.

Dan pancingannya berhasil. Sambil mengulum senyum Rendra akhirnya menyimpan ponsel ke dalam saku.

"Sori..sori," Rendra terkekeh. "Papa bener-bener bikin pusing."

Ia yang penasaran ingin bertanya buru-buru menutup mulut, tak ingin kejadian salah paham di teras kembali terulang. Tidak lucu kan jika mereka audah jauh-jauh datang kemari supaya enjoy, tapi malah adu otot lagi.

"Kesana yuk, pemandangannya bagus," Rendra bangkit sambil mengulurkan tangan.

Sebelum keluar resto, Rendra lebih dulu memakaikan jaket padanya. "Anginnya kenceng, ntar kamu kedinginan lagi," sambil mengancingkan jaket pelan-pelan. Membuat beberapa pengunjung memperhatikannya.

Rendra membimbing bahunya berjalan menyusuri Sky Bridge yang masih saja ramai dengan pengunjung yang sedang berfoto ria. Di salah satu sisi yang paling sepi, Rendra berhenti, lalu mengarahkan telunjuk ke kejauhan.

"Itu keknya Raudhah."

Ia jadi ikut melihat kearah Rendra menunjuk. "Itu bukannya alun-alun."

"Masa sih? Yang lampunya paling kuat Jakal itu," Rendra kembali mengangkat tangan kanan mengarah ke kejauhan.

Saat ia masih bingung dengan apa yang terjadi, Rendra kembali bersuara,

"Aku kangen banget sama kamu."

Hampir lima menit lamanya mereka saling berdiam diri, atau justru sama-sama sedang menikmati suasana yang begitu dekat? Entahlah. Ia hanya bisa memandangi kelip lampu di kejauhan.

"Kamu nggak suka diteriakin?" Rendra lebih dulu bersuara. "Kamu nggak suka di interogasi?"

Rendra terkekeh, "Kamu harus mulai adaptasi sama nada bicaraku."

"Kamu juga jangan pasang wajah bete kalau nggak mau ditanya. Aku cuma khawatir," sambungnya cepat, masih sedikit kesal.

Rendra kembali terkekeh. "Kamu mesti sabar kalau aku lagi crancky."

Ia mencibir, "Kalau mau crancky tolong ajuin proposal dulu biar aku tahu."

Rendra terbahak. "Kamu masih kesel?"

"Aku bener-bener nggak suka diteriakin," jawabnya serius.

"Selain nggak suka diinterogasi, apalagi yang kamu nggak suka?" akhirnya ia berhasil mengalihkan ke jalur yang benar.

"Banyak. Kamu mesti siap."

Ia tersenyum sendiri. Ia juga punya banyak kelemahan dan sifat buruk yang mungkin akan menyebalkan bagi orang lain.

"Jadi, itu tadi berantem pertama kita?"

Rendra menggeleng, membuat kepala mereka saling bersentuhan, lalu terkekeh. "Miskom pertama. Masih aman terkendali."

Angin malam yang lumayan kencang mulai mempermainkan anak-anak rambutnya. Membuat Rendra semakin mengeratkan pelukan.

"Kapan sidang?"

"Minggu depan."

Rendra berpikir sejenak sebelum berkata, "Aku di Jogja, bisa nemenin."

"Nggak juga nggak papa. Banyak anak-anak."

Tapi Rendra memikirkan hal lain, "Kasih kabar kalau fixed wisuda Februari, biar aku bisa langsung ajak Papa ke rumah kamu lagi."

Ia tak menjawab.

"Habis sidang kita serius bahas pre nup, biar langsung disahin notaris, daftarin ke KUA. Cepet beres."

"Kamu serius?" tanpa sadar ia menoleh ke samping kanan.

Rendra tak menjawab.

Ia tahu Rendra menahan senyum melihatnya salah tingkah. Sebelum berkata dengan serius, "Aku pengusaha. Kalau bisnis bangkrut, kamu nggak akan dituntut buat ngelunasin hutang. Salah satu poin penting pre nup. Biar kalau terjadi hal yang nggak diinginkan, kamu sama anak-anak kita tetep aman."

"Anak-anak," ia mencibir, tapi sambil tersipu.

"Hubunganku sama keluarga besar juga nggak terlalu bagus. Mesti disiapin jauh-jauh hari. Nanti kalau aku nggak ada, semua jadi hak kamu. Nggak ada celah buat ngelaporin kamu dengan tuduhan penggelapan."

"Kamu mikirnya kejauhan," ia menghela napas.

"Berdasar pengalaman. Aku nggak mau kamu ngalamin apa yang Mama alamin."

Ia kembali menoleh ke samping, bersamaan dengan Rendra melihat kearahnya.

"Dulu Mama dituduh menggelapkan harta suami sendiri sama keluarga besar dan istri-istri Papa yang lain. Aku nggak mau itu terjadi sama kamu."

Ia mencibir, "Mau nikah aja ribet banget sih."

"Mending ribet di awal daripada nanti malah lebih repot."

Lalu mereka kembali saling berdiam diri dengan pandangan jauh ke depan. Tenggelam dalam pikiran masing-masing. Pertanyaan yang belum terjawab adalah, apakah ia sanggup untuk selalu ada di sisi Rendra dengan segala kekurangan dan sifat buruknya? Begitu pula sebaliknya.

'We both have demons, that we can't stand

I love your demons, like devils can

If you're still seeking an honest man

And stop deceiving Lord please

'Why are you looking down all the wrong roads

When mine is the heart and the soul of the song

There may be lovers who hold out their hands but

He'll never love you like I can'

(Sam Smith, Like I Can)

***

Terpopuler

Comments

✨️ɛ.

✨️ɛ.

doa Bang Rendra diijabah..

2024-12-06

0

✨️ɛ.

✨️ɛ.

Hanum ➡️ Ajeng ➡️ Disti

2024-12-06

0

Ei_AldeguerGhazali

Ei_AldeguerGhazali

Abang lafyou so much 🤏🏻

2024-11-24

0

lihat semua
Episodes
1 PROLOG
2 1. We Both Have Demons
3 2. Bridezilla
4 3. Say It With
5 4. Destiny Like A Coincidence
6 5. Menghitung Hari
7 6. Love Is In The Air
8 7. Janji Suci, Satu Untuk Selamanya
9 8."He's A Really Good ...."
10 9. Bahagia Melihatmu Dengannya
11 10. Gelombang Pasang
12 11. Segitiga Bermuda
13 12. Rahasia Adit
14 13. The Darmastawa's Family
15 14. Baby You're All That I Want
16 15. "Lemme Show You Something...."
17 16. Selalu untuk Selamanya
18 17. A Hundred Thousand Things To See
19 18. Far Away
20 19. Don't You Dare Close Your Eyes
21 20. "Aku Baik-Baik Saja"
22 21. Boys Will Be Boys
23 22. "Sorry, For Being Rude"
24 23. I'll Be By Your Side
25 24. God's Greatest Gift
26 25. You're Just Too Good To Be True
27 26. The Six Million Dollar Twins
28 27. Husband Material, Ever
29 28. Sayap - Sayap Patah
30 29. Love Me Tender, Love Me Sweet
31 30. Never Let Me Go
32 31. Tears In Heaven
33 32. Best Daddys Award
34 33. (Real) Life After Marriage
35 34. The Baby Number Two or Three?
36 35. I'll Give You Everything
37 36. Falling Down
38 37. Going Through The Pain
39 38. Deal With The Pain
40 39. When You Were Here
41 40. Life Is Like A Rollercoaster
42 41. "Stay With Me, Please...."
43 42. Dynamic Duo
44 43. Help Me, Please!
45 44. Always Gonna be You
46 45. Beautiful Life
47 46. Cup of Tea
48 47. Feels Like Yesterday
49 48. Where The Heart Left Behind
50 EPILOG
51 Dibuang Sayang 1
52 Dibuang Sayang 2
53 Dibuang Sayang 3
54 Teruntuk Readers Tersayang
55 From Author with Love
Episodes

Updated 55 Episodes

1
PROLOG
2
1. We Both Have Demons
3
2. Bridezilla
4
3. Say It With
5
4. Destiny Like A Coincidence
6
5. Menghitung Hari
7
6. Love Is In The Air
8
7. Janji Suci, Satu Untuk Selamanya
9
8."He's A Really Good ...."
10
9. Bahagia Melihatmu Dengannya
11
10. Gelombang Pasang
12
11. Segitiga Bermuda
13
12. Rahasia Adit
14
13. The Darmastawa's Family
15
14. Baby You're All That I Want
16
15. "Lemme Show You Something...."
17
16. Selalu untuk Selamanya
18
17. A Hundred Thousand Things To See
19
18. Far Away
20
19. Don't You Dare Close Your Eyes
21
20. "Aku Baik-Baik Saja"
22
21. Boys Will Be Boys
23
22. "Sorry, For Being Rude"
24
23. I'll Be By Your Side
25
24. God's Greatest Gift
26
25. You're Just Too Good To Be True
27
26. The Six Million Dollar Twins
28
27. Husband Material, Ever
29
28. Sayap - Sayap Patah
30
29. Love Me Tender, Love Me Sweet
31
30. Never Let Me Go
32
31. Tears In Heaven
33
32. Best Daddys Award
34
33. (Real) Life After Marriage
35
34. The Baby Number Two or Three?
36
35. I'll Give You Everything
37
36. Falling Down
38
37. Going Through The Pain
39
38. Deal With The Pain
40
39. When You Were Here
41
40. Life Is Like A Rollercoaster
42
41. "Stay With Me, Please...."
43
42. Dynamic Duo
44
43. Help Me, Please!
45
44. Always Gonna be You
46
45. Beautiful Life
47
46. Cup of Tea
48
47. Feels Like Yesterday
49
48. Where The Heart Left Behind
50
EPILOG
51
Dibuang Sayang 1
52
Dibuang Sayang 2
53
Dibuang Sayang 3
54
Teruntuk Readers Tersayang
55
From Author with Love

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!