Terjebak Kejamnya Mafia

Terjebak Kejamnya Mafia

Clara Ardara

Clara Ardara adalah seorang mahasiswa psikologi yang cerdas dan berdedikasi. Dia memiliki impian yang besar untuk menjadi seorang psikolog yang membantu orang-orang dalam mengatasi masalah mereka. Dengan kecerdasan dan ketekunan yang dimilikinya, Clara selalu menjaga semangatnya untuk mencapai tujuannya.

Dia sangat terpesona oleh kekuatan pikiran manusia dan ingin memahami kompleksitas psikologi manusia secara lebih mendalam. Clara adalah sosok yang peka terhadap emosi orang lain dan memiliki dorongan kuat untuk membantu mereka yang sedang menghadapi kesulitan.

Impian Clara menjadi psikolog bukan hanya tentang karier, tetapi juga tentang memberikan dampak positif pada kehidupan orang lain. Dia adalah pribadi yang penuh semangat dan tekad untuk meraih cita-citanya, meskipun takdir yang tak terduga menantinya di depan.

Clara duduk di meja kantin yang penuh dengan teman-temannya, sambil menyantap makanan siangnya. Mereka asyik mengobrol, tertawa, dan saling berbagi pengalaman tentang tugas kuliah yang sedang mereka hadapi.

"Aduh, tugas kuliah Psikologi Abnormal kita bener-bener bikin pusing ya," ujar Clara sambil menggelengkan kepala.

Teman perempuannya, Maya, menyambut dengan senyum. "Iya, bener banget, Clara. Gila, rasanya kayak makan waktu 24 jam dalam sehari, bukan 24 jam biasa."

Ridwan, teman laki-laki mereka yang duduk di sebelah Clara, tertawa dan menyambung, "Kalian nggak sendiri, guys. Tugas Riset Metode juga bikin lelah, ngitung data, analisis statistik, semuanya bikin mata sampe berkunang-kunang."

Clara mengangguk setuju. "Bener banget, Ridwan. Rasanya kayak kehilangan jati diri ketika ngubek-ngubek data dan rumus matematika. Tapi kita harus tetap semangat, kan? Setelah semua ini selesai, kita bisa menikmati hasil jerih payah kita."

Teman mereka, Andi, yang duduk di samping Maya, ikut berbicara, "Iya, Clara. Kita harus tetap positif dan saling mendukung. Kita udah sampai di semester terakhir, jadi semangat terakhir ini harus banget kita tunjukkan."

Clara tersenyum mengapresiasi kata-kata mereka. "Kalian benar. Kita sudah melewati begitu banyak tantangan selama kuliah, dan ini adalah momen terakhir kita sebelum lulus. Ayo, kita tunjukkan pada dosen dan diri kita sendiri bahwa kita bisa menyelesaikan tugas-tugas ini dengan baik."

Mereka mengangguk setuju dan saling memberikan semangat satu sama lain. Clara merasa beruntung memiliki teman-teman seperti mereka yang selalu siap mendukung dan bersama-sama menghadapi setiap tantangan. Dalam kehangatan persahabatan mereka, Clara merasa semangatnya kembali membara dan bersiap untuk menghadapi tugas kuliah dengan penuh tekad.

Sampai akhirnya teman-teman Clata pergi. Clara duduk sendirian di sudut kantin kampus, menikmati waktu istirahatnya sambil menyeruput secangkir kopi. Sementara dia sibuk mengamati sekeliling yang ramai, tiba-tiba ponselnya bergetar dan memunculkan nama "Ibu" di layar. Dengan keheranan, dia menjawab panggilan itu.

"Hallo, Ibu? Ada apa?" tanya Clara, suaranya penuh kebingungan.

"Clara, sayang, kami perlu kamu pulang segera," suara Ibu terdengar cemas di seberang telepon.

"Pulang? Kenapa tiba-tiba?" Clara bertanya, rasa penasaran memenuhi pikirannya.

"Ayah dan aku ada masalah yang mendesak, dan kami butuh kehadiranmu di rumah," Ibu menjelaskan dengan nada yang terdengar sedih.

Clara merasa kebingungan dan cemas. Ia mencoba mengingat-ingat apakah ada hal darurat yang melibatkan keluarganya. Pikirannya terbang ke masa lalu ketika mereka pernah menghadapi kesulitan keuangan.

"Tapi, Ibu, aku sedang sibuk dengan kuliah dan pekerjaan tugas," Clara mencoba menjelaskan dengan nada khawatir.

"Iya, sayang, aku tahu itu. Tapi ini benar-benar darurat, dan kami butuhmu di sini. Ayahmu dan aku tidak tahu kepada siapa lagi kami bisa meminta bantuan," Ibu menjelaskan dengan nada yang penuh harap.

Perasaan bertentangan menyelimuti Clara. Di satu sisi, dia merasa terikat dengan tanggung jawab keluarganya dan ingin membantu dalam kesulitan. Namun, di sisi lain, dia merasa kecewa karena harus meninggalkan kuliah dan mengorbankan keinginannya untuk menjadi seorang psikolog.

"Ibu, baiklah. Aku akan pulang segera," kata Clara akhirnya dengan suara rendah.

Dengan hati yang berat, Clara menutup panggilan itu dan menyadari bahwa takdirnya kembali dipertaruhkan. Dia berdiri dari kursi kantin, memandangi cangkir kopinya yang masih penuh, dan memutuskan bahwa keluarga tetap menjadi prioritas utamanya. Dalam hati, Clara berjanji bahwa suatu hari nanti, dia akan kembali mewujudkan impian menjadi seorang psikolog.

***

Clara tiba di rumah dengan hati yang berdebar. Dia melangkah masuk dan langsung melihat pemandangan yang membuatnya terkejut. Barang-barangnya berserakan di lantai, seolah-olah sedang diambil dari tempatnya dengan tergesa-gesa. Dia memandang sekeliling dengan kebingungan, dan hatinya semakin berat ketika ia melihat kedua orang tuanya duduk di sofa, air mata mengalir di wajah mereka.

"Ibu, Ayah, apa yang terjadi?" Clara terdengar gemetar saat bertanya, mencoba mengendalikan kekhawatirannya.

Ibu menengok ke arah Clara dengan mata yang penuh dengan kesedihan. Suaranya terdengar patah ketika dia menjawab, "Sayang, kita sedang menghadapi masalah yang sulit. Hutang-hutang kami telah menumpuk, dan kami tidak punya cara lain selain menjual beberapa barang dan mengosongkan rumah."

Air mata Clara mulai mengalir melihat kedua orang tuanya yang selalu kuat dan tegar, sekarang hancur dan terpuruk. "Tapi, Ayah, Ibu, apa yang bisa aku lakukan? Bagaimana kita bisa mengatasi ini semua?"

Ayah mengusap air mata dengan punggung tangannya dan menjawab dengan suara terdengar rapuh, "Sayang, kami tidak ingin kamu terlibat dalam masalah ini. Kita akan mencari jalan keluar. Yang penting sekarang adalah kamu, masa depanmu, dan impianmu untuk menjadi seorang psikolog. Kami ingin kamu tetap fokus pada studimu dan menggapai impianmu."

Clara merasa campur aduk, antara rasa cemas dan rasa bersalah. Dia ingin membantu, tetapi juga ingin melindungi impian dan masa depannya. Dia berlutut di samping kedua orang tuanya, memeluk mereka erat dan berkata dengan penuh ketegasan, "Ayah, Ibu, aku tidak akan pernah meninggalkan kalian. Kita akan menghadapi masalah ini bersama-sama. Saya akan bekerja keras untuk mencapai impian saya dan membantu mengatasi masalah keuangan kita."

Mendengar kata-kata itu, kedua orang tuanya tersenyum penuh harap. Mereka tahu bahwa Clara adalah anak yang tangguh dan berhati mulia. Dalam pelukan keluarga yang erat, mereka bersama-sama menghadapi masa sulit yang menanti mereka, dengan keyakinan bahwa cinta dan kekuatan keluarga akan membawa mereka melewati segala tantangan.

"Anak kalian cantik juga, bagaimana jika dia menjadi pelunas hutang? Akan kuserahkan dia kepada bosku, kebetulan dia membutuhkan perempuan untuk pemuas hasratnya."

Deg

Terpopuler

Comments

αʝιѕнαкα²¹ᴸ

αʝιѕнαкα²¹ᴸ

mampir baca ya 🙏

2023-06-27

0

Tetik Saputri

Tetik Saputri

semangat kak

2023-06-25

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!