Suasana lapangan seketika diubah menjadi stage untuk pemberian piala dan medali. Juara kedua yang terlebih dahulu dipersilahkan untuk naik ke atas stage. Marcel dan Edvin saling merangkul. Mereka sangat bahagia dengan kemenangan mereka. Apalagi saat melihat supporter yang sangat banyak menyaksikan pertandingan mereka dengan bersorak bahagia. Tak ada lagi bahagia yang mampu menggambarkan suasana hati mereka.
Saatnya giliran tim The Fixers di persilahkan untuk naik ke atas Stage. Mereka berjalan satu persatu, dimulai dari pemain sampai staf dan pelatih club mereka. Mereka berdiri tepat di depan dan tak sabar untuk mendapatkan piala.
Kapten mereka yang menjadi perwakilan untuk mengambil piala itu. Piala di bawa ketengah pemain. Dalam hitungan satu sampai tiga, piala diangkat ke atas dan saat itu kembang api dinyalakan bersamaan dengan sorakan para suporter dan pemain.
Setelah selebrasi kemenangan, keluarga pemain, Staf dan pelatih turun ke lapangan. Mereka turut serta memeriahkan kemenangan itu. Marcel memberi isyarat pada Clein agar segera turun ke lapangan.
Clein mengangguk.
"Kita turun!" Perintah Clein.
"Siap!" Jawab mereka serentak.
"Woy kalau udah di bawah benderanya kibarin! Jangan ada yang ketawa, komunitas kita bakalan di sorot media! Jangan buat image sangar komunitas Black Tyrannical jadi berantakan!" Ujar Revan.
"Tumben lo hari ini semangatnya menggebu-gebu?" Cibir Deva.
"Sirik aja lo!" Ketus Revan.
"Jangan berantem dulu, kita harus cepat turun. Ikuti perintah Clein!" Ucap Shane. Pria itu berusaha mengingatkan Revan dan Deva.
Mereka semua turun dari kursi stadion dan bergegas pergi ke tengah lapangan untuk memberi ucapan selamat kepada Marcel. Clein berjalan di barisan paling depan. Tidak seperti tadi, kini tak ada senyuman di bibir Clein. Ia sengaja memasang ekspresi datar. Semua mata tertuju pada kedatangan Clein dan teman-temannya. Jumlah mereka yang banyak diiringi kibaran bendera, kembali menjadi pusat perhatian semua orang. Bahkan kini kamera beralih merekam ke arah Clein dan anggota komunitasnya.
Clein menghentikan langkahnya ketika melihat seorang pria dengan didampingi banyak pria bertubuh kekar tengah berdiri tepat di samping adiknya. Pria itu terus saja menatap dirinya dengan ekspresi wajah yang sulit untuk diartikan.
Tangan Clein mengepal dengan sempurna, ia menatap tajam pria itu. Semua anggotanya hanya saling melemparkan tatapan bingung saat Clein tetap diam di tempatnya. Shane berinisiatif untuk menghampiri Clein.
"Ada apa?"
Clein melirik Shane sebentar dan menggeleng pelan. Ia kembali melanjutkan langkahnya dan menghampiri adiknya.
"Kakak!" Marcel segera menghambur ke pelukan Clein. Pemandangan itu menjadi pemandangan tak biasa bagi pria yang senantiasa menatap Clein.
"Selamat." Ucap Clein. Marcel melepas pelukannya. Senyum bahagia tidak pernah hilang dari wajahnya.
"Kakak makasih udah datang dan support Marcel." Ujarnya.
"Sudah seharusnya kakak dukung kamu." Balas Clein.
"Buat temen-temen kak Clein juga makasih banget udah datang kesini."
"Sama-sama Cel. Lo tadi mainnya keren, salut gue." Ucap Revan.
"Ah biasa aja kak." Jawab Marcel sedikit merendah.
"Asli Cel, keren! Kalau gue punya jempol seratus udah gue kasih semua sama lo!" Ujar Revan lagi.
Marcel hanya menggelengkan kepalanya kemudian menundukkan wajahnya karena malu. Pujian dari Revan terlalu berlebihan menurutnya. Bukan hanya Marcel yang bermain bagus, tapi pemain yang lain juga mempunyai kendali yang sama.
Clein berjalan dan mendekat pada Edvin, ia memeluk tubuh teman adiknya itu.
"Selamat." Ucap Clein.
"Terimakasih ka Clein."
Clein mengangguk dan melepas pelukannya.
Clein berbalik dan menghadap pria yang tengah berdiri tepat di sampingnya. Ada sekitar sepuluh bodyguard yang menjaganya tepat di belakang tubuh pria itu. Clein tidak sedikitpun melihat ada hal yang berubah dari pria itu.
Pria itu membalas tatapan Clein. Mereka kini saling berhadapan dengan sedikit jarak. Keduanya saling menatap sengit seperti enggan untuk memutus kontak mata. Suasana disana berubah menjadi tegang. Marcel dan Edvin saling menatap dan mencoba untuk memahami apa yang terjadi. Keduanya segera mendekat pada Clein dan pria itu.
"Kak Clein, Kenalin ini Abang Edvin, namanya Karel Alvarez, kak."
Clein menoleh sebentar pada Edvin dan kembali menatap manik mata Karel.
"Karel!" Tangan pria itu terulur.
Clein menatap tangan itu dan tersenyum miring. Ia berdecih pelan.
"Berpura-pura tidak mengenal, untuk apa?" Tanya Clein dengan nada cibiran.
Karel menarik uluran tangannya dan ikut tersenyum miring.
"Mungkin saja kebencian telah menghapus semua memori anda tentang saya." Ucapnya.
Clein menggelengkan kepalanya sembari berdecak.
"Kebencian saya sangat besar! Saya akan mengingat semua tentang anda dan kesalahan anda!" Ujar Clein.
"Kebencian yang tidak berdasar! Apa yang dulu saya lakukan terhadap anda adalah sesuatu yang benar! Anda saja yang tidak ingin membuka pikiran anda terhadap hal positif!" Ucap Karel.
"Apa yang menurut anda benar, tidak pernah benar di mata saya!" Tegas Clein.
"Apa jika saya membawa anda ke atas ranjang dan mencumbu anda, itu baru sesuatu yang benar?"
Clein menajamkan matanya, ia mencekik leher Karel dengan sebelah tangannya lalu mencengkeramnya kuat.
"JAGA BATASAN ANDA!" Tegas Clein.
Bodyguard Karel mulai panik, mereka berniat untuk maju namun Karel mengisyaratkan mereka dengan tangannya untuk tetap berdiri di tempat mereka. Edvin juga merasa khawatir dengan Abangnya. Karel tersenyum menyeringai saat melihat Clein di selimuti amarah karena pancingannya berhasil.
"Kak Clein, lepasin kak Karel! Jangan sakitin abang Edvin!"
Terpaksa Clein melepaskannya dengan kasar disertai dorongan. Leher Karel terlihat memerah akibat dari cengkraman lengan Clein. Semua penonton yang berada di stadion, tidak melewatkan kesempatan untuk mengabadikan momen tersebut. Mereka merogoh handphonenya lalu merekamnya.
"Kali ini anda selamat! Jika adik anda tidak memohon, mungkin hari ini tidak akan ada lagi kehidupan untuk anda!" Tegas Clein penuh penekanan.
Clein memilih pergi dari sana diikuti anggota komunitasnya. Shane, Deva, dan Son menatap tak suka pada Karel. Bahkan Revan terlihat mengacungkan jari tengahnya pada pria itu. Kenzo melihat Karel dari ujung rambut sampai ujung kaki, ia berpura-pura akan maju dan akan memukul Karel. Namun salah satu bodyguard pria itu langsung menghalangi aksinya.
"Arghhh gak asik, anying!" Ujar Kenzo kemudian langsung menyusul teman-temannya yang lain.
Marcel berniat untuk mengejar Clein, namun orang tuanya lebih dulu datang.
"Udah biarin aja. Jangan ganggu kakak kamu kalo dia lagi marah. Nikmati kemenangan kamu. Disana ada Shane, Deva, dan banyak temannya yang lain. Mereka yang akan menenangkan Clein." Ujar Rio, ayah dari Clein dan Marcel.
"Marcel takut kalau nanti kakak buat hal yang macam-macam. Dia kelihatan marah banget ayah, bunda." Ucap Marcel.
"Jangan dipikirkan. Kakak kamu sudah dewasa. Dia tidak akan berbuat hal yang melampaui batas. Kamu kan tau kakak kamu itu, dia adalah kakak yang hebat. Dia bisa mengatasi apapun." Tambah Eliana, bunda Clein dan Marcel.
"Ayo gabung lagi sama yang lainnya! Malam ini kamu harus happy, ini impian kamu dari lama." Ucap Rio.
Marcel hanya mengangguk lemah dan berjalan bersama kedua orang tuanya untuk bergabung bersama pemain lainnya. Marcel melirik Karel dan berdecak kesal. Rio dan Eliana yang menyadari itu, segera merangkul Marcel dan menjauhkan Marcel dari pria itu. Rio dan Eliana tidak ingin Marcel merusak momennya sendiri.
******
"Dia siapa Clein?" Tanya Shane yang langsung menyusul Clein.
Mereka sudah berada di luar Stadion. Clein membalikkan tubuhnya dan melihat pada teman-temannya yang ingin meminta penjelasan.
"Dia musuh Clein sewaktu SMA!" Bukannya Clein yang menjawab, Seorang pria dari anggota komunitasnya berjalan maju menghampiri Shane.
"Lo tau, Oki?" Tanya Shane.
"Ya tau lah! Dulu gue sama Clein itu teman satu kelas sewaktu SMA. Sebelum dia kenal sama komunitas Black Tyrannical, dulu kita itu punya geng motor di sekolah dan pria itu bernama Karel Alvarez. Dia dulu ketua MPK sekaligus ketua kelas di kelas gue sama Clein. Dari SMA, Clein sangat-sangat membenci Karel! Pria itu seringkali mencoba untuk menjatuhkan serta mengurusi urusan Clein!" Jelas Oki.
Clein menatap Oki tak suka.
"Hentikan! Jangan bicara terlalu jauh!" Tegas Clein.
Oki menundukkan kepalanya.
"Sorry." Lirihnya.
"Kalau faktanya kayak gitu, seharusnya tadi kita habisin aja dia, Clein!" Ujar Kenzo.
"Tadi dia tidak melakukan apapun. Mencekiknya itu sudah cukup. Tidak perlu melakukan hal lebih yang akan membuat nama komunitas kita menjadi buruk!" Jelas Clein.
Semua hanya terdiam.
"Kembali ke markas! Kita harus segera mengeksekusi rencana penyerangan kita terhadap Geng Hitler!"
"Baik!"
Clein lebih dulu masuk ke dalam mobilnya. Revan segera menyusul. Suasana hati Clein tidak baik-baik saja, bisa saja jika nanti Clein langsung melajukan mobilnya tanpa memikirkannya. Para anggota yang lain masuk ke dalam mobil dan bergegas untuk kembali ke markas mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments