Clein sudah lebih dulu datang ke Markas komunitasnya. Jam menunjukkan pukul 16:00 Wib, hari ini adalah hari dimana Clein dan anggota komunitas Black Tyrannical akan pergi untuk mendukung Marcel secara langsung ke Stadion. Clein tidak mengerti mengapa teman-temannya yang lain belum ada satu pun yang berkumpul di Markas mereka. Selang waktu sekitar 10 menit, baru Revan saja yang datang dengan membawa tiga tas. Satu tas yang di gendongnya dan dua tas besar yang ia jinjing.
"Kita mau nonton bola bukan mau pindahan, Van. Ngapain bawa barang banyak-banyak?" Tanya Clein tak habis pikir.
"Barang yang gue bawa cuma sedikit. Barang-barang yang ada di tas besar ini, semuanya adalah barang yang kita butuhin. Ada banyak atribut dari mulai jersey dan ada beberapa bendera juga."
"Bendera?"
"Iyah, ada bendera negara kita, bendera Palestina, sama ada bendera komunitas kita juga." Revan mengeluarkan semua bendera dari dalam tas besarnya.
"Gue inisiatif bawa bendera Palestina, karena gue ngedukung banget kemerdekaan bagi negara itu. Kita tau sendiri bagaimana nasib anak-anak tidak berdosa disana yang di bunuh tanpa alasan oleh pasukan militer Israel. Pokoknya free Palestine! Kalau bendera komunitas kita, sepak bola kan ajang pertandingan yang sangat besar. Nah gue pengen memperlihatkan jati diri dari komunitas kita. Belum banyak yang tau apalagi dunia, gue pengen tunjukin kalau komunitas Black Tyrannical adalah komunitas nyata dengan segala kehebatan." Jelas Revan.
Clein tersenyum bangga dan menepuk pundak Revan.
"Taruh semua barangnya di bagasi!" Perintah Clein.
Revan mengangguk dan bergegas memasukkan semua barangnya. Clein melihat jam yang bertengger di pergelangan tangan kirinya. Tidak seperti biasanya anggota yang lain datang terlambat.
"Van, yang lain kok belum datang? Pada kemana dulu yah?" Tanya Clein.
"Entah. Bentar lagi juga pasti Dateng."
Clein mengangguk.
Benar saja tak berapa lama, mereka semua datang. Jika biasanya mereka datang dengan menggunakan motor kali ini berbeda, mereka datang dengan menggunakan mobil. Satu mobil terdiri dari empat orang. Jadi, total mobil yang berada di depan markas sekarang berjumlah 28 mobil dengan satu mobil milik Clein.
"Lah yang bawa motor gue doang?" Tanya Revan.
Mereka semua tampak turun dari mobil. Seketika lapangan yang sangat luas di depan markas berubah menjadi showroom mobil.
"Kita-kita kan di chat grup bilang kalau kita naik mobil kesananya. Salah lo sih gak pernah muncul di chat grup, jadinya beda sendiri." Ujar Son.
"Sorry Clein kita telat. Sebenarnya tadi kita nungguin Revan. Kita gak tau kalau Revan udah datang lebih dulu kesini. Soalnya dia susah banget dihubungin." Ujar Deva.
"Hehe maaf. Soalnya aku siapin banyak barang. Jadi gak sempet mainin handphone." Ucap Revan cengengesan.
"It's okay. Tapi hadir semua kan?" Tanya Clein.
"Semua sudah hadir. Gak ada yang kurang satupun." Jawab Shane.
"Baik! sekarang kita langsung berangkat!" Ucap Clein.
"Gue berangkat di motor gitu sendiri?" Tanya Revan mencebikkan bibirnya kesal.
"Masukin motornya ke dalam markas, terus gembok pintunya. Kamu naik mobil bareng saya!" Ujar Clein.
"Okey siap!" Ucap Revan semangat.
Clein hanya menggelengkan kepalanya.
Komunitas dengan 110 anggota dan 110 karakter yang berbeda. Clein sudah biasa menghadapi satu persatu dari mereka. Sebagai wanita satu-satunya sekaligus seorang pemimpin, Clein sangat disegani serta di lindungi oleh mereka semua.
Clein diibaratkan titik penting bagi komunitas itu. Apa yang mereka dapat sekarang semua hasil dari kepemimpinan Clein. Semua anggota sering menjulukinya 'Queen Of Black Tyrannical'. Ratu dengan kuasa tinggi di komunitas mereka. Meski ia seorang pemimpin, akan tetapi Clein tidak pernah bertindak semena-mena terhadap bawahannya. Ia sangat menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
Clein akan berubah sangar jika ia sudah di pertemukan dengan musuhnya. Clein menganggap anggota lain seperti saudaranya. Mereka punya visi misi yang sama, yang harus mereka capai. Komunitas mereka bukan hanya sekedar sebuah komunitas untuk main-main. Kekuatan, keharmonisan, keberanian, kecerdasan serta pencapaian harus di selaraskan dengan baik, itulah prinsip mereka.
Semua orang bergegas masuk ke dalam mobil masing-masing. Clein masuk ke mobilnya dan di susul oleh Revan. Shane kali ini tidak pergi di mobil yang sama dengan Clein. Ia membawa mobilnya dan semobil dengan Son, Deva, dan Kenzo. Clein lebih dulu melajukan mobilnya dan memimpin perjalanan.
"Gue bawa banyak cemilan nih, Clein. Mau engga?" Tawar Revan.
Revan mengeluarkan banyak cemilan dari dalam tasnya. Clein tidak percaya dengan apa yang ia lihat. Revan termasuk salah satu spesies unik diantara anggota komunitas Black Tyrannical yang lain.
"Saya tidak percaya kamu yang mempersiapkan semua ini, padahal perjalanan kita tidak akan lama." Ucap Clein.
"Mau waktunya lama atau engga, mau perjalanannya jauh atau singkat, cemilan merupakan bahan wajib yang harus dibawa. Makanan itu unsur penting Clein, selain bisa meredakan rasa lapar, cemilan ini juga bisa menghilangkan rasa bosan pas lagi di perjalanan." Jelas Revan.
"Up to you!" Singkat Clein lelah.
"Jadi kamu mau engga?"
"Mau permen, ada?"
"Ada dong!" Revan merogoh dalam tasnya dan mencari keberadaan permen disana.
"Nih!" Revan menyerahkan beberapa permen pada Clein. Clein mengambilnya satu, membuka kemasannya dan memasukkan permen itu ke mulutnya.
Revan memasukkan kembali cemilan yang sempat ia keluarkan dan memakan salah satu cokelat yang ia bawa. Pria itu menyalakan lagu dan berjoged menghentak-hentakkan tubuhnya. Clein hanya bisa menghembuskan nafas kasar dengan sesekali memijit pelipisnya. Semoga fokusnya tidak terganggu karena itu bisa membahayakan dirinya dan juga Revan. Suara nyanyian Revan yang sangat fals itu mendominasi mobil Clein. Clein harus tetap sabar dan menerima semuanya hingga ia sampai di tempat tujuan.
Revan melirik Clein.
"Come on, Clein. Ayo kita berpesta!" Ajak Revan.
Lagu hip hop yang di putar semakin terdengar asik. Revan semakin menggoyangkan kepala dan tubuhnya. Clein yang mulai terbawa suasana, mengangkat sebelah tangannya dan menggoyangkan kepalanya diikuti dengan senyuman lebar. Not bad, Clein dapat merasa stress nya mulai berkurang. Setidaknya adanya Revan, tidak membuat perjalanannya terasa membosankan.
******
Empat jam perjalanan, mereka akhirnya sampai di Gelora Internasional Stadium. Stadion yang akan di pakai oleh Club The Fixers. Club yang dimana salah satu pemainnya adalah adik Clein, Marcel.
Revan lebih dulu turun dengan perasaan excited. Ia langsung menurunkan barang-barangnya di bagasi dengan penuh semangat.
Clein melepaskan jaketnya, cuaca malam ini lumayan panas, kemudian Clein menaruhnya di kursi belakang. Clein segera turun dari mobilnya. Semua perhatian tertuju pada Clein dan temannya yang lain. Mereka semua seperti terhipnotis dengan kedatangan komunitas Black Tyrannical. Aura mereka sangat kuat, hingga tak ada satupun dari orang-orang yang melewatkan kesempatan untuk melihat mereka.
"Ya Tuhan, Revan! Barang lo banyak banget!" Ujar Kenzo tak percaya.
Revan tidak merespon ucapan Kenzo. Fokusnya lebih utama pada barang-barangnya. Ia mengambil bendera yang lengkap dengan tiang pendek agar mudah di kibarkan. Revan menyerahkan semua bendera itu pada Kenzo.
"Nih pegang! Bagiin sama yang lainnya!" Ujar Revan.
"Widih Keren banget! Salut gue sama lo, Van!" Ujar Kenzo.
Kenzo segera membagikan semua bendera yang total keseluruhannya berjumlah tiga puluh. Sepuluh bendera negara Indonesia, sepuluh bendera negara Palestina dan sepuluh bendera komunitas Black Tyrannical. Revan sudah lebih dulu memegang bendera Palestina di tangannya. Semua orang di komunitasnya sangat tau, kalau Revan adalah salah satu orang yang sangat lantang dalam menyuarakan kebebasan negara Palestina.
"Kalau gitu ayo semuanya kita masuk!" Ucap Shane.
Semua orang mengangguk antusias. Clein dan Shane berjalan lebih dulu diikuti anggota yang lain. Kerumunan mereka sangat banyak dengan jaket hitam yang di desain sama. Hanya Clein yang tidak menggunakannya. Sudah sangat jelas mereka mengetahui bahwa Clein adalah pemimpinnya. Tatapan semua penonton teralihkan dengan kedatangan Clein dan anggota lainnya. Clein tidak merasa nyaman dengan tatapan mereka, ia membalas menatap mereka satu persatu dengan tatapan intimidasi. Seketika mereka lebih dulu memutus kontak mata dengan Clein. Aura Clein sangat menakutkan, rasanya mereka tak sanggup untuk mendapat tatapan seperti itu.
"Huuuuu!!! Yeayyy!!!" Teriak Revan kegirangan.
Clein menoleh dan tersenyum tipis.
"Makasih banyak Clein. Sebab kebaikan hati lo, akhirnya gue bisa ngerasain Vibes kayak gini. Huuhhh huwaahhh!" Ujar Revan. Anggota lain hanya tersenyum dan setuju dengan perkataan Revan.
"Jangan lebay Van, tolong sikapnya dikondisikan!" Peringat Deva.
"Biarkan saja." Ujar Clein.
Deva menggaruk tengkuknya yang tak gatal dan tersenyum canggung.
"Malu Clein, diliatin orang-orang."
"Setiap orang punya kesenangannya masing-masing. Itu kebahagiaannya Revan. Jangan diganggu, biarkan dia menikmatinya." Ucap Clein.
"Tapi Clein-"
Clein menatap Deva dan menggelengkan kepalanya. Clein mencoba untuk memberi isyarat agar Deva tidak berbicara terlalu jauh dan agar tidak mengganggu kebahagiaan Revan. Setiap orang punya kebahagiaannya masing-masing dengan cara yang berbeda.
Pertandingan segera di mulai. Saat ini lagu kebangsaan Indonesia raya tengah dinyanyikan. Clein dan anggotanya yang lain manaruh lengan kanannya di depan dada dan ikut menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia raya.
Clein tersenyum bangga saat kamera menyorot Marcel. Layar besar itu menampilkan adiknya terlihat begitu serius dan terlihat sedikit gugup. Lagu selesai dinyanyikan. Baik tim The Fixers dan tim Secret Dream terlihat saling bersalaman satu sama lain.
Pertandingan dimulai. Marcel mencari keberadaan Clein, hingga tatapan mereka bertemu. Clein mengangguk seolah memberikan semangat, Marcel pun ikut mengangguk.
"Yuhuuuu mulaiii!" Teriak Revan.
"Clein orang tua kamu dimana? Bukannya mereka juga nonton?" Tanya Shane.
"Mereka ada di barisan VIP." Jawab Clein.
Shane hanya mengangguk-anggukan kepalanya tanda mengerti.
*****
Waktu sudah 89 menit, score masih satu kosong dengan tim lawan yang unggul. Clein mulai merasa khawatir. Sudah beberapa pemain yang digantikan, namun belum ada perubahan score. Sorak yang tadinya memenuhi stadion kini berubah menjadi hening dan tegang. Marcel selalu melihat ke arah Clein, adiknya itu menatap Clein dengan tatapan frustasi.
"Se-ma-ngat!" Lirih Clein. Meski tidak terdengar namun Marcel bisa memahami gerakan bibir kakaknya. Marcel mengangguk dan semangatnya kembali berkobar. Di waktu 90 menit dengan tambahan waktu 6 menit, Marcel mulai gencar melakukan penyerangan. Ia bekerja sama dengan Edvin. Saat tepat di depan gawang, Marcel menendang bola langsung ke dalam gawang.
"GOALLL!" Sorak semua orang. Wajah panik dan tegang kini berubah menjadi bahagia. Score berubah satu sama, kini tinggal satu score lagi untuk mencapai kemenangan.
Waktu semakin bergerak maju, hanya tinggal 2 menit lagi pertandingan usai. Bola kembali di kuasai oleh Edvin. Namun saat dia menendang bola, bola itu mengenai tangan kiper.
"Arghhh! Dikit lagi itu padahal." Ujar Revan.
"Asli, greget gue liatnya." Tambah Kenzo.
Clein meremas tangannya, ia sangat gugup dengan hasil akhirnya nanti. Clein tidak masalah jika mereka kalah, hanya saja Clein takut jika adiknya kecewa. Meski sepakbola permainan per tim, namun Clein tau bagaimana sifat adiknya. Marcel pasti akan menyalahkan dirinya sendiri jika timnya kalah.
Sekarang tendangan pojok untuk tim The Fixers. Marcel yang akan mengeksekusi tendangan pojok. Edvin dan Marcel saling memberikan isyarat satu sama lain. Peluit di bunyikan, bola di tendang tepat ke depan gawang. Saat bola melambung, Edvin segera menyundul bola itu, dannn...
"GOALLL!!!" Riuh suara sorakan bertambah dua kali lipat.
Clein meninju angin dan merasa puas saat bola itu masuk ke dalam gawang. Shane menyentuh pundak Clein, ia melebarkan tangannya. Clein memeluk tubuh Shane, Shane pun membalas pelukan itu. Tak hanya Shane, Clein juga memeluk beberapa anggotanya. Ia sangat bahagia.
Peluit panjang dibunyikan, wasit menghentikan pertandingan dan kemenangan di dapatkan oleh tim The Fixers. Semua pemain tim The Fixers berlari untuk melakukan selebrasi kearah penonton. Semua pemain dan penonton saling menyuarakan kebahagiaan mereka. Yel-yel di suarakan, nama Marcel dan Edvin pun menggema di seluruh stadion. Clein tidak dapat menyembunyikan rasa bangga terhadap adiknya itu.
...Terimakasih sudah membaca 💚...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments