Setelah mengantar Alenka ke rumah Bi Sumi. Gio langsung pulang ke rumah pamannya. Entah kenapa dia merasa senang sekali hari ini. Banyak tempat dan makanan baru yang ia temui. Senyumannya semakin mengembang tatkala teringat saat berboncengan dengan Alenka. Tetapi tiba-tiba ia mulai sadar. Dengan pelan menepuk pipinya sendiri. "Kenapa gue seneng banget sih rasanya? Nggak mungkin kan gue suka sama tuh anak kampung? Nggak lah, nggak mungkin. Itu semua karena gue kesel aja sama tuh kampung. Sombong banget." Gumam Gio seorang diri.
"Tapi,, dia cantik juga sih.." Imbuhnya.
Plak! Plak!
"Nggak mungkin. Nggak mungkin. Gue nggak mungkin suka. Yang bener aja. Masa gue suka sama anak kampung." Gio tidak yakin dengan apa yang ia rasakan. Yang jelas dia menyangkal.
Namun tiba-tiba ibunya muncul entah dari mana. Dan langsung menjewer telinga Gio. Membuat Gio mengerang kesakitan. "Aw.. aw.. Sakit mom.." erang Gio.
"Kamu bawa Alenka kemana? Badung banget sih jadi anak!!" Seru Nadin semakin kencang menarik telinga anaknya.
"Aw... aw.. Nggak kemana-mana kok mom. Kita cuma jalan-jalan aja. Lepasin dong mom, sakit telinga anaknya!" Pinta Gio masih dengan meringis.
Nadin dengan segera melepas telinga Gio. Terlihat telinga Gio nampak merah. Gio mengusap-usap telinganya yang sakit. "Mommy tahu dari mana kalau aku bawa Alenka lari?" Tanya Gio.
"Temen sekolah Alenka dan beberapa guru melapor ke paman kamu. Ya ampun nak, bisa nggak sih jangan aneh-aneh!" Pinta Nadin, dia merasa pusing dengan kenakalan anak lelakinya itu.
"Papi kamu nyuruh mami bawa kamu kesini supaya kamu belajar jadi lebih baik. Tapi kamu malah bikin onar." Keluh Nadin yang mungkin mulai kewalahan menghadapi kenakalan anak lelakinya tersebut.
"I am sorry, mom.. Tapi aku nggak kemana-mana kok sama Alenka. Kita cuma keliling desa. Dia nunjukin tempat-tempat penting dan wisata yang ada di sekitar desa sini." Kata Gio sembari menggandeng tangan mamanya.
"Nak, lain kali jangan seperti ini lagi! Kasihan Alenka-nya kan? Dia mau sekolah, mau belajar, tapi kamu bawa kabur."
"Iya mom.. I am promise.." Nadin menghela nafas panjang. Ia bahkan kehabisan ide untuk membuat anak jera.
"Kata papi kalau kamu masih badung dan tidak bisa diatur. Papi mau kirim kamu ke pesantren milik temen papi kamu." Ucap Nadin.
"What? Pesantren?" Nadin menganggukan kepalanya dengan cepat.
"Janganlah mom!" Mohon Gio.
"Makanya, kamu harus jadi baik. Jangan seenaknya seperti kamu di luar negeri!" Kata Nadin.
"Iya mom.." Gio memutar bola matanya. Dia sebenarnya malas untuk mengikuti keinginan kedua orang tuanya. Namun, dia juga tidak mau dikirim ke pesantren.
Nadin meminta Gio untuk segera mandi. Kemudian makan malam bersama paman dan keluarganya. Untung saja Haris sangat memahami keponakannya yang masih belum terbiasa dengan makan makanan lokal. Sehingga dia meminta pembantu rumah tangganya untuk membuat makanan luar negeri sesuai selera Gio.
"Oh uncle, uncle sangat pengertian sekali. Thank you uncle.." Gio merasa sangat senang dengan makanan yang dihidangkan.
"Iya. Makan yang banyak ya!" Kata Haris.
"Iya Gio, makan yang banyak!" Sahut Nia.
"Thank you aunty.."
"Seharusnya nggak perlu repot-repot kayak gini mas, mbak. Biarin Gio makan seadanya. Dia harus beradaptasi dengan makanan rumahan." Kata Nadin merasa tidak enak dengan apa yang kakaknya lakukan.
"Udah nggak apa. Nanti lambat laun Gio juga akan terbiasa dengan makanan rumahan. Sementara biar dia makan makanan sesuai seleranya." Ucap Haris begitu sangat pengertian.
"Aunty, aku boleh minta sesuatu nggak?" Gio bertanya dengan mulut yang masih penuh makanan.
"Boleh. Apa nak?" Tanya Nia.
"Aku mau makan bak.. bak.."
"Bakmi?" Nia tak sabar mendengar Gio yang masih mikir.
"Itu loh aunty, yang makanan pakai kuah terus bentuknya bulat kecil tapi nggak kecil banget. Namanya apa tuh bak.. bak.. apa ya?" Gio kembali mikir nama makanan yang tadi ia makan bersama dengan Alenka.
"Oh bakso? Kamu mau makan bakso?" Tanya Nia tersenyum senang.
"Iya itu bakso.."
"Oh kamu mau bakso? Besok biar bibi bikinin bakso buat kamu.." kata Nia.
Selesai makan Gio langsung pergi ke kamar. Kebetulan untuk sementara ia sekamar dengan Edgar, sampai rumah milik ibunya selesai di renovasi. "Thank ya bro.." katanya sembari merebahkan tubuhnya.
"Ya. Tapi lain kali jangan kayak gitu! Kasihan kan Alenka. Besok dia pasti kena hukuman." Ucap Edgar. Ia membayangkan hukuman seperti apa yang akan Alenka terima.
"Gue perhatiin, lo kayaknya suka sama tuh gadis kampung. Tadi lo nyapa dia dengan wajah ceria. Sekarang lo nampak khawatir." Tanya Gio mulai mencurigai Edgar.
"Siapa yang nggak suka sama Alenka sih? Selain cantik, dia juga baik dan pintar juga. Banyak yang suka sama dia." Jawab Edgar belum mau mengakui perasaannya.
"Termasuk lo?" Edgar terdiam.
"Kalau suka kenapa nggak ngomong? Gentle dong jadi laki!" Kata Gio.
Edgar menghela nafas. Dia menatap Gio yang kini mulai duduk. "Sepertinya dia udah punya pacar." Kata Edgar pesimis.
"Trabas aja!"
"Nggak. Aku nggak sebrutal itu. Asal dia bahagia, aku ikut seneng."
"Ah.. Basi.." Gio kecewa dengan sepupunya yang mudah menyerah.
"Jadi dia udah punya pacar?" Tanya Gio masih belum yakin.
"Nggak tahu juga. Cuma kayaknya deket dengan cowok. Kenapa? Kamu juga suka sama dia?" Tanya Edgar saat melihat wajah Gio yang masam.
"Gue? Suka cewek kampung itu? Nggak mungkin lah." Jawab Gio dengan cepat. Dia yakin jika dia tidak menyukai Alenka. Jangan sampai suka.
****
Alenka makan malam dengan tenang bersama dengan Bi Sumi dan Pak Bejo. Ia merasa tak enak karena telah membuat mereka berdua khawatir. "Bi, paman, aku minta maaf ya karena udah bikin kalian khawatir?" Kata Alenka pelan.
"Nggak apa-apa Al.. Paman sama Bibi nggak nyalahin kamu kok. Kita udah denger semua dari Yolla. Kamu nggak perlu khawatir." Jawab pak Bejo.
"Makasih paman. Sekali lagi maaf."
"Iya. Cepat habisin makanan kamu. Terus istirahat!" Kata Bi Sumi. Alenka hanya menganggukan kepalanya saja.
Sementara di kamarnya, Alenka kembali membuka buku diarinya. Ia mulai menulis disana. Mencurahkan semua yang ia rasakan. Penanya mulai menari diatas lembar demi lembar.
[ Hari ini aku kesel banget. Dia kurang ajar sekali. Dia menarik aku dan membawa aku kabur dari sekolah. Seharian dia memaksa aku untuk menemani dia. Ih, maunya apa sih? Dia bilang aku wanita kampung. Tapi dia terus mengganggu. Tapi, ada satu hal yang lucu. Masa dia belum pernah makan bakso. Kan bakso makanan yang paling enak, menurutku. Dan lagi, aku kesel karena dia selalu memanggilku dengan sebutan my honey. Ih, aku risi dengan panggilan. Aku kan punya nama. Alenka. Alenka Pratiwi. Ah, aku takut, takut dengan hukuman apa yang akan aku terima besok. Awas aja tuh dia. Seenaknya bawa kabur aku.]
Alenka menutup buku hariannya dengan wajah kesal. Dia membayangkan hukuman seperti apa yang akan dia terima besok karena kabur dari sekolah. "Ih, awas aja kalau aku besok sampai dihukum berat." Gumam Alenka.
Namun, tiba-tiba bibirnya mengembang saat teringat apa yang dia lakukan seharian bersama dengan Gio. Meskipun kesal, tapi dia juga menikmati kebersamaan itu. Apalagi saat mereka berada di taman belakang sekolah. Alenka merasa sangat bahagia.
"Ish, kenapa aku mikirin dia sih?" Gumam Alenka kesal. Ia kemudian berbaring lalu memejamkan matanya. Mencoba tidur agar bisa secepatnya melupakan kejadian hari ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments