3. Dibawa Kabur

Gio berjalan-jalan berkeliling kampung serta sekolah yang akan ia masuki. Dia masih terus menggerutu dengan keputusan papi dan maminya. "Gue harus sekolah disini?" Gumamnya dengan kesal.

"Tempatnya masih kampungan banget.." Gerutunya lagi. Ia menatap ke sekeliling sekolah. Banyak para gadis yang menatapnya dengan kagum. Dia seorang lelaki tampan dengan wajah agak bule. Tentu saja ketampanan itu menyenangkan bagi kaum hawa.

Edgar tanpa sengaja melihat sepupunya berjalan di dalam lingkungan sekolah. Ia kemudian berlari mendekatinya. "Hello brother.. Kamu disini? Kenapa nggak bilang? Tahu gitu aku ajak kamu keliling sekolahan." Kata Edgar.

"Mami yang suruh gue keliling kampung dan lihat-lihat sekolah." Jawab Gio masih dengan kesal.

"Emang murid-murid disini pada norak kayak gini ya? Belum pernah lihat cowok ganteng?" Tanya Gio yang semakin risi karena mereka terus memandangi dirinya.

"Maklum aja bro, mereka kan nggak terbiasa lihat wajah bule." Ucap Edgar.

"Ikut aku yuk!" Edgar menarik tangan Gio. Ia mengajak Gio untuk berkeliling sekolah dan memperkenalkan sekolah itu kepada Gio, sepupunya.

Edgar begitu sangat senang dan bangga mengajak Gio berkeliling. Apalagi banyak wanita yang menatap mereka. Edgar merasa sangat bangga dan percaya diri.

"Alenka.." Sapa Edgar saat berpapasan dengan Alenka.

"Hai Gar.." Sapa balik Alenka dengan tersenyum kecil. Namun, Alenka melengos saat melihat Gio. Ia kemudian menarik tangan Yolla untuk segera melanjutkan langkahnya.

"Mas ganteng.." Ucap Yolla sembari menatap Gio dengan senang. Ia juga melayangkan ciuman dengan tangan.

"Yolla!!" Seru Alenka dengan kesal. Ia terus menarik tangan Yolla.

Tentu saja perilaku Alenka itu semakin membuat Gio menjadi kesal. Ia segera berlari mendekati Alenka. Kemudian meraih tangannya lalu membawanya lari keluar sekolah.

"Eh Alenka.." Seru Yolla kebingungan.

Para murid yang melihat juga berteriak dan berseru. Namun, Gio tidak mempedulikan mereka semua. Ia terus berlari sembari menarik tangan Alenka. Berlari keluar dari lingkungan sekolah.

"Gio lepasin!!" Seru Alenka berusaha melepaskan tangannya. Namun, kekuatan Gio jauh lebih besar darinya.

"Gio, mau kamu apa?" Seru Alenka lagi.

"Gue mau kita bersenang-senang." Jawab Gio sembari tertawa. Ia memang anak yang sangat usil.

"Ini nggak lucu, Gio!" Seru Alenka menjadi marah.

"Come on baby, this is funny.." Ucap Gio terus mengajak Alenka lari bahkan sampai keluar desa.

Mereka tiba di sebuah pasar di desa sebelah. Gio tertawa senang bahkan merasa tak bersalah sama sekali. Ia juga terus menggenggam tangan Alenka. "Gio, kamu keterlaluan!" Alenka marah karena tindakan Gio. Membuat Alenka jadi tak mengikuti pelajaran.

"Hei, come on. Kita nikmati permainan yang menyenangkan ini!" Kata Gio sama sekali tidak merasa bersalah.

"Ini sama sekali tidak lucu, Gio!" Alenka semakin marah.

Melihat wajah marah Alenka dan air mata Alenka yang hampir menetes. Gio menjadi luluh. "Oke, oke, ini nggak lucu. Kita minum dulu ya! Lo pasti haus kan? Gue juga." Gio kembali menarik Alenka menuju sebuah toko kelontong untuk membeli minuman.

Setelah membayar, Gio memberikan sebotol minuman untuk Alenka. Namun, tanpa mau melepaskan genggaman tangannya sama sekali. Bahkan saat banyak orang yang menatap mereka. Gio seolah tidak peduli.

"Gi, aku mau balik ke sekolah!" Pinta Alenka dengan memelas.

"Sehari aja bolos ya! Temenin gue keliling desa!" Gio memohon.

"Tapi aku nanti ketinggalan pelajaran."

"Nggak akan. Cuma sehari aja. Please!" Gio kembali memohon.

Alenka menghela nafasnya. Kembali ke sekolah pun sama aja. Dia pasti sudah ketinggalan pelajaran dan pasti kena hukuman juga. Akhirnya dia menuruti keinginan Gio.

Alenka menunjukan beberapa tempat penting yang berada di desa tempat tinggalnya. Termasuk wisata terdekat. Karena capek jalan, Gio pun meminjam sepeda milik warga setempat. Dia ngeboncengi Alenka menuju tempat-tempat yang Alenka tunjukin.

"Nah, kalau pasar tadi. Itu sudah beda desa. Bukan termasuk desa Permata Hati." Kata Alenka.

"My Honey, lo laper nggak?" Tanya Gio. Perutnya sudah mulai keroncongan.

Alenka menganggukan kepala serta memegangi perutnya yang sudah berbunyi. Ia juga merasa lapar karena sejak tadi dia belum makan. "Lurus aja nanti ada warung bakso enak, langganan aku." Ucapnya mengarahkan Gio agar pergi kesana.

Gio memarkirkan sepeda di depan warung kecil tersebut. Ia menatap tak percaya kalau ia akan makan di tempat seperti itu. Matanya melebar dan mulutnya melongo. "You serious? Kita eating in here?" Tanya Gio masih tak percaya.

Dengan cepat Alenka menganggukan kepalanya. Ia segera menarik tangan Gio. "Ayo katanya hungry?" Kata Alenka.

"Honey, kita eating in here?" Tanya Gio lagi.

"Iyes. Kalau nggak mau ya udah. Dan lagi, jangan panggil aku honey! Namaku Alenka!" Kata Alenka kemudian meninggalkan Gio yang masih enggan masuk ke dalam warung kecil tersebut.

Mau tak mau Gio menyusul Alenka yang terlebih dulu masuk ke dalam warung kecil itu tapi penuh dengan pengunjung. "Gue suka panggil lo honey, kenapa emangnya?" Tanya Gio mengikuti Alenka.

"Aku nggak suka. Namaku Alenka. Alenka Pratiwi." Alenka menjelaskan nama panjangnya.

"Whatever.." sahut Gio tak peduli. Dia lebih suka memanggil Alenka dengan sebutan my honey.

Tak lama pesanan Alenka datang. Alenka merasa sangat senang. Ia tak sabar melahap bakso dengan kuah panas yang begitu menggiurkan. "Wow.. enak sekali ini.." ucap Alenka.

"Lo cuma pesan satu?" Tanya Gio tak habis pikir dengan Alenka. Masa iya mereka berdua, tapi Alenka cuma pesan satu porsi saja.

"Oh kamu mau? Tadi katanya nggak mau.. Kalau gitu aku pesenin lagi ya!" Alenka hendak berdiri. Tapi dengan cepat Gio menahan tangannya.

"Nggak usah. Aku minta dikit punya lo aja." Ucapnya.

Alenka kemudian mendorong mangkok baksi tersebut ke depan Gio. Biarin lah Gio mencicipi makanan lokal tersebut. "Enak kan?" Tanyanya saat melihat ekspresi wajah Gio setelah mencicipi makanan berbentuk bulat tersebut.

"Lumayan sih.." Gio kembali mencicipi bakso tersebut.

"Habisin aja! Nanti aku pesan lagi." Kata Alenka. Ia tersenyum melihat Gio menikmati makanan tersebut.

Buru-buru Gio mendorong mangkok bakso tersebut ke depan Alenka. "Lo makan aja! Gue udah kenyang. Gue nggak biasa makan makanan kayak gini." Ucapnya. Tapi harus diakui jika makanan berbentuk bulat itu memang sangat lezat. Itu pertama kalinya Gio menikmati makanan lokal tersebut.

Selesai makan. Gio dan Alenka kembali ke sekolahan. Alenka hendak mengambil tas yang sempat ia tinggalkan di dalam kelas. Namun, lagi-lagi Gio menahannya. Gio melihat sebuah taman kecil dan ada pohon besar di tengahnya di belakang sekolah. Ia menarik Alenka ke tempat tersebut.

"Gi, aku mau ambil tas aku." Kata Alenka.

"Gue udah wa Edgar buat bawain tas lo pulang." Jawab Gio. Ia meminta Alenka untuk duduk di ayunan yang ada di bawah pohon tersebut. Dengan pelan Gio mendorong Alenka.

"Pelan-pelan Gio! Aku takut!" Seru Alenka saat Gio mendorongnya lebih kencang.

"Ada gue. Nggak usah takut!" Kata Gio.

Kedua remaja berlawanan jenis tersebut merasa senang. Mereka bahkan saling berkejaran, saling dorong mendorong diayunan. Sampai lupa kalau hari sudah semakin sore.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!