2. Kecewa

Sebuah mobil mewah menuju rumah kepala desa. Disana sudah banyak warga yang menunggu kedatangan adik dan keponakan kepala desa. Mobil itu berhenti tepat di depan rumah Haris. Tentu saja kedatangan mobil itu membuat gaduh para warga yang telah lama menunggu. Suara riuh para warga semakin terdengar tatkala seorang wanita berusia sekitar 40 tahun keluar dari mobil tersebut.

"Cantik sekali.." begitu gumam para warga saat Nadin keluar dari dalam mobil.

"Ya Allah dek Nadin, kamu cantik sekali.." Puji Akbar pelan. Ia tak berani berkata keras karena takut di dengar oleh istrinya. Matanya berbinar melihat kecantikan wanita yang dulu ia cintai itu.

"Andai saja dulu kamu nikah sama aku, dek.." gumamnya lagi. Dan itu hanya bisa ia dengar sendiri.

"Matanya mas! Awas aja.." Lirih Anisa. Ia terus memperhatikan suaminya yang tak berkedip saat melihat Nadin.

"Nggak dek.." Jawab Akbar ketakutan.

Nadin nampak bahagia bisa kembali ke kampung halamannya. Ia melihat banyak wajah baru. Itu artinya desa itu sudah semakin banyak penduduknya.

"Apa kabar mbak?" Tanya Nadin kepada kakak iparnya.

"Baik dek.." Nia, kakak iparnya langsung memeluk Nadin. Ia sangat merindukan adik dari suaminya tersebut.

"Apa kabar mas?" Tanya Nadin kepada kakak lelakinya.

"Baik dek.. Gio mana?" Tanya Haris. Ia tidak sabar ingin bertemu dengan keponakannya yang sudah lama tak bertemu.

Nadin kemudian menengok ke dalam mobil lagi. Ia melihat anak lelakinya yang masih enggan untuk keluar. "Ayo keluar, nak! Sudah ditunggu paman dan bibi kamu!" Ucap Nadin.

"Males ah mom.. Masa iya aku harus tinggal di desa kayak gini? Kita balik aja yuk mom! Atau kita susul papi dan Ghea aja yuk!" Gio tidak mau tinggal di desa seperti itu.

"Turun nak!" Nadin tetap memaksa anaknya untuk keluar dari mobil.

"Papi kamu yang ingin kamu tinggal disini!" Imbuh Nadin.

"Come on moms, i can't stay in here.." Gio tetap menolak untuk turun dari mobil.

Namun, Nadin yang tidak sabar segera menarik tangan Gio. Ia berusaha keras untuk membawa anaknya keluar dari mobil tersebut. Usahanya pun berhasil. Gio dengan terpaksa keluar dari mobil.

"Wow.." kehebohan terjadi saat Gio keluar dari mobil. Ketampanannya menyihir para wanita muda di desa tersebut. Semua memuji ketampanan Gio yang berwajah agak kebulean.

Tak terkecuali Alenka. Ia sampai melongo dan terpukau dengan ketampanan Gio. Ia bahkan tak berhenti menatap Gio. 'Ganteng banget..' gumamnya dalam hati.

Nadin segera memperkenalkan Gio kepada kakaknya dan juga beberapa orang yang ia kenal. "Ini paman dan bibi kamu!" Nadin menunjuk Haris dan juga istrinya.

"Hallo uncle, aunty, i Gio.." sapa Gio.

"Iya nak.. ah, kamu sudah gede ya.." Nia senang melihat keponakannya tumbuh besar dan tampan.

"Ini Edgar, sepupu kamu.." kata Nadin lagi.

"Hai bro.." sapa Gio kepada Edgar.

"Hai bro. Nice to meet you.." kata Edgar. Ia juga senang bertemu dengan sepupunya.

"Yeah, nice to meet you.."

"Ini paman kamu juga, namanya paman Akbar.. Dan itu bibi Anisa, istri paman Akbar." Nadin memperkenalkan Gio kepada Akbar.

"Hallo uncle.. Hallo aunty.."

"Dan ini Bi Sumi sama paman Bejo.." Gio juga menyapa mereka dengan malas-malasan.

"Dan ini pak lek Oman.. Teman papi kamu."

"Hallo Gio.. Pak lek seneng banget ketemu kamu. Papi kamu dulu temen deket pak lek.." kata Oman dengan senang. Melihat Gio, mengingatkan Oman pada sosok Hendra.

"Iya, iya, whatever.." kata Gio. Tapi, dia langsung mendapat teguran dari Nadin. Ia tak suka anaknya bersikap tidak sopan terhadap orang lain.

"Iya mom.. Udah ya aku mau tidur. Aku capek mom.." Keluh Gio. Nada bicaranya juga terdengar masih kebulean. Karena ia memang sudah lama tinggal di luar negeri.

Gio langsung main nyelenong tanpa menyapa semua warga yang sudah menunggunya sejak lama. Tentu saja perilaku Gio tersebut membuat Nadin merasa bersalah. Ia segera meminta maaf kepada para warga atas perilaku tidak sopan anaknya. "Maafin anak aku ya. Mungkin dia masih capek karena perjalanan jauh.. Sekali lagi aku minta maaf." Kata Nadin.

Para warga merasa tak keberatan. Mereka tidak mempersalahkan lagi tindakan Gio tersebut. Mereka semua memaklumi jika Gio mungkin capek.

Setelah itu para warga membubarkan diri masing-masing. Termasuk Alenka yang langsung pulang. Entah kenapa dia merasa kecewa dengan perilaku Gio. Dia menganggap Gio orang yang sombong dan tak tahu sopan santun. Karena kesal, Alenka segera mengambil buku diarinya.

[ Aku nggak nyangka kalau dia ternyata sombong dan tidak tahu sopan santun. Hanya punya wajah ganteng aja. Terus kenapa kalau ganteng? Gio? Namanya cukup bagus. Tapi tidak dengan perilakunya. Ah, kenapa aku begitu sangat kecewa? Aku yang aku harapkan sebenarnya? Ada apa dengan hati ini?]

***

Keesokan paginya.

Alenka berangkat ke sekolah bersama dengan sahabatnya, Yolla. Mereka berangkat dengan berjalan kaki. Karena sekolah mereka yang tak begitu jauh dari tempat tinggal mereka. "Al, keponakan pak Haris ganteng banget ya?" Ucap Yolla.

"Nggak ah, biasa aja." Kata Alenka.

"Ah Alenka.. masa biasa sih? Ganteng banget tahu.." puji Yolla lagi.

"Iya terserah.." Alenka melanjutkan langkahnya menuju ke sekolah. Dengan langkah cepat ia meninggalkan Yolla. Entah kenapa ketika nama Gio diucap. Ia merasa sangat kesal. Apalagi saat teringat perilaku Gio semalam.

"Tunggu Al!!" Seru Yolla sembari berlari kecil mengejar Alenka.

"Siuuit.."

Namun tanpa di duga oleh Alenka dan Yolla. Ternyata Gio berdiri di depan gerbang sekolah mereka. Ia sengaja bersiul menggoda Alenka dan Yolla. "Hallo pretty girls.." ucapnya.

"Hallo mas ganteng.." sapa Yolla balik. Namun, dengan cepat Alenka menarik tangan Yolla. Ia tidak mempedulikan godaan Gio. Dengan segera meninggalkan Gio.

"Njir, sombong amat." Gerutu Gio saat Alenka cuekin dia.

"Sombong amat sih? Jangan sok deh! Kalian itu cuma cewek kampung." Seru Gio yang sempat membuat langkah Alenka terhenti. Ia berbalik dan menatap Gio dengan tajam. Namun, Alenka lebih memilih untuk kembali tidak mempedulikan Gio. Anggap aja orang gila yang sedang kumat.

Gio menatap kepergian Alenka sembari tersenyum kecil. Ia tak menyangka jika di tempat kecil di pedesaan juga ada wanita sombong seperti Alenka. Yang sama sekali tidak terpesona dengan ketampananya. Disaat semua wanita menatapnya dengan kagum. Tapi Alenka malah cuek padanya.

"Lihat aja. Lo bakalan bertekuk lutut di depan gue. Karena tidak ada yang bisa menolak ketampanan gue." Ucap Gio dengan percaya diri.

Gio kemudian melanjutkan untuk jalan-jalan. Ia ingin mengenal tempat tersebut. Tempat yang akan menjadi tempat tinggalnya. "Yaelah, masa gue harus stay di tempat seperti ini? Yang bener aja sih?" Gio kembali menggerutu dengan keputusan kedua orang tuanya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!