Sebenarnya Amer dan Baba pergi ke tempat yang sama, hendak menjamu klien mereka yang akan bekerja sama membangun sebuah resort di salah satu pesisir.
Seharusnya Baba dan Amer bisa berangkat bersama. Karena marah Amer berangkat sendiri bahkan melajukan mobilnya kencang. Baba dan Buna pun tahu itu.
"Anak itu, benar kan Bun. Dia berontak!" tutur Baba.
"Ya, sama sepertimu, Mas!" jawab Buna Alya.
"Apa Buna yakin keputusan ini tepat?" tanya Baba lagi.
"Sangat yakin. Buna tidak hanya mengenal Bu Arumi dan Pak Hari Mas. Buna sudah banyak mengamati kehidupan Elen. Insya Alloh kita tidak melakukan kesalahan. Buna lihat mereka saat di acara Ikun, mereka serasi?" jawab Buna.
"Bersiaplah menghadapi perlawanan anakmu!" tutur Baba lagi
"Buna sudah siapkan itu semua!" jawab Buna.
Ya, Baba dan Buna hafal watak anaknya, sehingga mereka juga membuat rencana abcd terhadap semua kemungkinan yang akan terjadi. Mobil Baba pun sampai di depan kantor dimana Baba akan kedatangan tamu.
Sebelum turun Baba mengecup kening istrinya itu. Baba dan Buna, walau sudah menjadi kakek dan nenek tetaplah romantis dan menjaga keharmonisan rumah tangga. Baba pun turun dari mobil dan langsung disambut karyawanya. Sementara Buna langsung melesat ke yayasan pantinya.
Sesampainya di kantor, Amer belum datang padahal kan Amer keluar lebih dulu. Baba mengerti, emosi anaknya pasti sedang meletup letup. Dia yang biasanya lebih awal datang hari ini telat.
Bahkan ketika tamu Baba sudah datang, Amer baru tiba. Untung, pihak luar ini melakukan MOUnya ke kantor pusat yang masih dipegang Baba, bukan perusahaan yang dipegang Amer. Jadi nama besar perusahaan Baba tetap baik karena Baba sudah sampai lebih dulu. Di sini kehadiran Amer lebih karena Baba ingin mengenalkan Amer adalah Putra Baba.
Selama meeting sampai acara selesai, Baba yang lebih banyak biacara, sementara Amer lebih banyak diam, bahkan hampir tak pernah bicara. Padahal biasanya Amer akan ikut unjuk gigi.
Hal yang menjadi kebiasaan Baba menyambut mitra kerja, seusai meeting, Baba menyilahkan tamunya beranjak lebih dulu. Setelah tamunya pergi kini tinggal Amer Baba dan sekertaris.
Amer masih marah ke Baba. Amer tidak menoleh dan langsung bangun hendak pergi.
"Amer!" panggil Baba keras menghentikan Amer.
Amer pun berhenti menghela nafas kesal.
Lalu Baba mengkode sekertarisnya untuk meninggalkan mereka.
"Duduk! Baba mau bicara!" ucap Baba ke Amer.
"Meeting sudah selesai kan Ba. Ini juga bukan perusahaan Amer. Amer ada urusan!" jawab Amer meninggi bahkan terkesan sombong ke ayahnya.
Baba seketika itu tersenyum, melihat Amer ngambek dan berontak, Baba seperti melihat cerminan dirinya saat muda.
"Sehebat apa dan sepenting apa urusanmu? Sampai begini kamu memperlakukan ayahmu?" tanya Baba tidak mau kalah tinggi dari anaknya.
Amer pun menelan ludahnya, walau bagaimanapun semua yang Amer punya dari Babanya. Amer juga tahu seberapa hebat Babanya.
"Amer sudah dewasa Ba!" ucap Amer terus terang ingin mengungkapkan kalau dia tidak suka dijodohkan.
"Duduk!" tutur Baba memerintah.
Dan semakin diperintah, semakin pula Amer memberontak. Amer pun menatap Babanya berani
"Ba. Baba dan Buna itu konyol, Baba udah janji kan? Nila adalah anak terakhir yang Baba jodohkan. Amer nggak mau dijodohkan!" tutur Amer protes.
"Kenapa nggak mau?" tanya Baba.
"Ba... Amer kecewa sama Baba. Kenapa Baba selalu memaksakan kehendak!" protes Amer lagi
Baba mengernyit.
"Baba tidak memaksakan kehendak!" jawab Baba.
"Apa namanya kalau bukan memaksakan kehendak. Ba Amer sudah dewasa. Amer laki- laki. Amer juga bukan Nila. Kapan Baba berubah. Baba yang selalu ajarkan Amer jadi laki- laki harus bisa dipegang omonganya. Tapi Baba bulshit. Baba tidak memenuhi janji Baba. Baba masih saja semaunya sendiri!" protes Amer lagi dengan penuh emosi.
Ya. Di keluarga Amer, Baba terkesan selalu mendominasi, protektif dan juga egois. Selama ini Baba yang sering berkonflik dengan anaknua dan Buna yang menjadi ibu peri anaknya. Sampai suatu hari, Baba pernah berjanji untuk tidak lagi ikut campur urusan anaknya.
Amer pun yakin kali ini juga ulah Baba. Amer tahu betul ibunya orangnya santai. Kalaupun Ibunya memilihkan jodoh, tebakan Amer selera Buna seperti istri Ikun atau seperti adiknya si Nila.
"Bunamu yang pilihkan Elen untukmu, bukan Baba!" jawab Baba keras membungkam Amer.
Seketika itu Amer tercekat kaget.
"Woh? Buna?" pekik Amer.
"Ya!" jawab Baba.
Tapi kemudian Amer menggeleng tersenyum masam sembari menatap Babanya tambah benci.
"Amer semakin kecewa ke Baba. Apa karena Baba tahu kalau Amer sayang ke Buna dan Baba jadi menggunakan Buna sebagai senjata? Baba suami macam apa? Ajaran apa yang sedang Baba tunjukan ke Amer, Ba?" lawan Amer semakin berani.
"Brak!" Baba lepas kendali, dirinya yang dihormati ribuan orang, baik dari dalam negeri sampai luar negeri, dari karyawan rendahan hingga pejabat sekalipun, anaknya sendiri pada berani.
Amer mengeratkan rahangnya sedikit kaget, tapi dadanya masih bergemuruh, egonya masih terlalu tinggi.
"Kamu merendahkan Baba?" tanya Baba emosi yang tadinya berdiri jadi bangun.
Amer masih diam, tapi tampak mengeratkan rahang dan memalingkan muka.
"Kenapa diam. Baba tidak pernah ingkar janji. Kamu bisa tanyakan sendiri pada Ibumu. Ibumu yang menginginkan Elen bukan Baba!" ucap Baba mempertegas.
Amer yang diam mendengar pertanyaan Baba gatal menjawab dan menoleh Baba lagi.
"Tapi apa alasanya Ba? Buna nggak pernah memaksakan kehendak? Amer bisa cari istri sendiri!" jawab Amer.
"Hanya ibumu yang tahu kenapa dia memilih Elen. Dan kamu hanya tinggal mematuhinya!" tutur Baba meminta.
"Amer nggak mau!" jawab Amer kekeh menolak.
"Amer!" bentak Baba lagi.
"Maaf, Ba. Amer akan bilang ke Buna. Kali ini Buna konyol. Amer nggak bisa ikutin Buna!" ucap Amer lagi.
Spontan Baba langsung menampar Amer.
"Ba!"
"Kamu tahu kan? Tidak peduli kamu anakku atau bukan. Bukan Baba mengajarkanmu untuk tunduk pada istri. Tapi siapaun yang membuat Alya Berlian Sari istriku sedih dan menangis akan berhadapan denganku!" tutur Baba serius.
Ya. Baba memang sangat sayang dan cinta pada Buna. Apalagi di usianya sekarang, yang sebentar lagi masuk masa pensiun.
"Amer juga sayang ke Buna Ba. Tapi bukan berarti Amer harus ikutin semua mau Buna!" jawab Amer kekeh.
"Amer!" pekik Baba meninggi lagi.
Sayangnya Amer tetap melawan dengan tidak menyahut membalikan badan dan menghentakan berjalan menjauh meninggalkan Babanya dengan sedikit menghentakkan kaki.
"Amer...," panggil Baba lagi.
Amer tidak menyahut tapi kemudian terdengar Baba terjatuh juga benturan kursi.
Amer pun berhenti dan menoleh.
Amer berhenti sejenak. "Baba tidak sedang mengeluarkan trik dan pura- pura kan?" pikirnya memperhatikan Baba.
Setahu Amer baba dan Bunanya bukan pasangan orang tua dan renta. Bahkan walau uban mulai nongol di kepala Baba, tapi Baba malah tambah gagah. Meski perutnya sedikit membuncit tapi Baba masih rutin olahraga dan berat badanya masih tekendali. Amer juga tidak pernah dengar Babanya mengidap penyakit tertentu, apalagi Bunanya, adiknya, kakaknya, iparnya kakeknya seorang dokter.
Amer jadi ragu mau mendekat menolong.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments
Susi Sidi
sumpah kaget.. apa baba kena serangan jantung..
2023-08-31
0
Ida Nur Hidayati
aduuh Amer cepet segera tolong babamu kalau tidak kamu akan menyesal...
2023-08-27
0
qeeraira
baba pasti shock itu serasa melihat cermin sendiri terhadap Amer 🙈🙈ego Amer beneran berjiwa muda panas ingin bebas gamau diatur..
**hayoooo saking emosi baba sampai terjatuh,, apakah trik ato sungguhan 🤔🤭
**ditunggu ka Ririn selanjuuuuuutnya
2023-08-27
0