Tenda-tenda para penjajal makanan, minuman dan juga penjajal pakaian yang turut menjadi penghias area tempat berkumpulnya para manusia yang menghabiskan waktunya, atau hanya sekedar singgah untuk melepaskan dahaga lapar dan hausnya. Tepat di alun-alun kota Jakarta pusat ini semua orang bercampur aduk dengan berbagai aktivitasnya. Tenda itu berada diluar gedung yang sering disebut dengan Alun-alun Grand Indonesia itu.
Di dalam gedung pun tak kalah ramainya dengan berbagai macam jenis makanan dan juga oleh-oleh serta kerajinan tangan hasil karya anak bangsa. Kerajinan tangan khas Indonesia menghiasi setiap penjuru gedung itu dari berbagai macam jenis dan bentuknya. Di samping itu Ajun, Dirta dan Royyan baru saja tiba di depan gedung megah itu. Setelah mobil masing-masing terparkir dengan rapi, mereka beringsut masuk ke dalam gedung alun-alun Indonesia itu.
"Mau ngapain kesini?"tanya Ajun seraya dia memakai jaketnya.
"Nyari jajanan."sahut Royyan singkat.
Ajun dan Dirta tersekat sejenak. Sedang Royyan tetap berjalan masuk menyelami setiap lantai di dalam gedung tersebut, menyeret langkahnya untuk terus masuk dan menjelajahi setiap sudut dari tempat itu.
"Anak siapa sih itu, sohib lu gabutnya kagak tertolong."seru Ajun bertolak pinggang.
"Sohib lu!"sahut Dirta melangkah maju mengikuti Royyan.
Ajun menghela nafas panjang seraya dia memicing. Tak lama pria pemilik bulu mata panjang itu ikut menyeret tubuhnya mengikuti langkah Royyan dan Dirta. Ketiganya menikmati setiap pemandangan yang disuguhkan oleh gedung itu, ini kali ketiga mereka menghabiskan waktu bersama di tempat yang sama. Berbedanya kali ini, mereka tak lagi memburu pernak-pernik sebagai hadiah untuk asisten rumah tangganya masing-masing seperti beberapa bulan yang lalu.
Royyan berhenti di sebuah tempat penjajal kebab dan pedagang tersebut asli berasal dari negara Turki. Ini menyebabkan Royyan menghentikkan langkahnya, melihat pedagang tua itu termangu seorang diri menunggu pembeli datang mengunjunginya.
"Ngapai berhenti disini? Lu mau makan kebab? Tumben lu pengen kebab, kan lu gak suka mayonaise,"tanya Dirta menatapi sahabatnya itu.
"Bisa no mayo kan."sahutnya sembari berjalan mendekati toko kebab tersebut.
Ajun menoleh pada Dirta dan dia bertukar mata memberikan isyarat melalui kedua bola matanya itu sambill menaikkan kedua alisnya, begitupun dengan Dirta yang juga membalas Ajun dengan gerakan alis yang sama. Lantas mereka pun mengikuti langkah Royyan.
"Kebabnya lima pak, yang dua tanpa mayo ya."pinta Royyan pada seorang lelaki tua itu.
"Iya siap tuan, tunggu sebentar ya."sahut penjual kebab yang kemungkinan sudah berumur lima puluh tahun itu.
Bingkai senyum merekah hebat dari raut wajah pak tua itu, dengan sigap kedua tangannya mempersiapkan pesanan Royyan. Toko ini nampak sepi, tidak seperti pedagang lain yang dikerumuni oleh para pembeli. Walaupun begitu toko pak tua ini sangat bersih dan cara pembuatannya juga higienis, hanya saja toko tersebut jauh dengan penjajal makanan lain, toko itu berhadapan dengan toko boneka dari berbagai macam ukuran.
"Pesanan sudah siap, semuanya 100 ribu tuan."tutur pak tua dengan urat-urat tangan yang sudah nampak kendur.
"Oke! Terimasih."jawab Royyan mengambil bingkisan kebab itu, dan menyodorkan uang pecahan seratus ribu sebanyak dua lembar.
Lekas Royyan pergi dengan cepat, sedang Ajun dan Dirta tetap mengikuti Royyan di belakangnya. Terdengar sayup-sayup pak tua itu memanggil Royyan.
"Tuan! Uangnya lebih."panggil si pak tua itu berlari keluar dari tokonya menonjolkan dirinya di tengah jalan dalam gedung itu.
Namun, Royyan mengabaikannya dan terus melangkah maju lebih jauh dari pak tua itu. Sementara Ajun menghentikkan langkahnya dan menoleh pada pak tua, lantas mengibaskan tangannya, memberikan isyarat agar mengambil uang itu.
Pak tua itu cukup pintar dan segera memahami isyarat dari Ajun, dia segera mengangguk dan mengatupkan kedua tangannya mengucapkan terimakasih atas kebesaran hati Royyan dengan kawan-kawannya. Ajun berlari menyusul Dirta dan Royyan yang sudah berjalan agak jauh darinya.
Diantara dinding-dinding putih toko tas rajutan kerajinan tangan dan pakaian berbagai macam usia, Royyan kembali terhenti. Kali ini fokus matanya menuju pada seorang wanita yang jauh di depannya tengah diseret dengan kasar oleh seorang pria berbadan tinggi dan juga tangan dengan urat-urat tangan yang menegang.
"Kenapa lagi?"tanya Ajun seraya bertolak pinggang.
Setelahnya Ajun membuntuti kemana netra pria yang memiliki dada lebar itu bergerak, begitupun Dirta mengikuti langkah bola mata Ajun yang berpindah, ke-tiganya telah terpaku pada wanita yang tidak asing lagi. Ya! Itu Elshara dengan mantan kekasihnya yang sempat dibicarakan oleh wanita berkulit putih bersih itu.
Emosi Dirta ikut terpancing menyaksikan kekejaman pria itu. Pria muda yang mengenakan kemeja pirau dan celana formal dengan warna senada itu menjambak rambut panjang nan indah milik Elshara dari toko jam tangan hingga ke tengah-tengah, sampai di tengah pria itu melempar Elshara layaknya seekor binatang.
Semua mata yang menatapi mereka ikut merasa miris dengan perlakuan keji pria tersebut, semuanya melangkah mundur ketakutan. Suasana gedung itu menjadi tidak menyenangkan bahkan agak mencekam, pria itu dengan tatapan tajamnya dengan deru nafas yang memburu terus menghujani Elshara dengan tamparan keras sampai Elshara beberapakali tersungkur.
"Aw!"Elshara meringis kesakitan, memegangi pipinya yang terkena pukulan mantan kekasihnya itu.
Elshara mendelik kasar, menajamkan pandangannya sembari terus memegangi pipinya yang memerah, namun kedua bola matanya terus mengembun dan berakhir menghujani pipinya dengan bulir-bulir air mata. Raut wajah Elshara seketika menjadi layu, dia menggeser tubuhnya ke belakang menjauhi mantan kekasihnya yang tengah dirasuki binatang buas itu.
"Lu gak bakalan lepas dari gua! Ikuti gua atau elu mampus ditangan gua."gertak pria berambut rapi itu seraya terus menunjuk-nunjuk Elshara yang masih terduduk di lantai.
"Gue udah bukan pacar lu lagi, gue bukan boneka yang bisa lu perlakukan seenaknya, dasar cowok gila!"jawab Elshara dengan suara yang bergetar, bahkan seluruh tubuhnya pun ikut menggeligis.
Bola mata pria itu membulat hebat, melayangkan satu tangannya ke udara dan mencoba mendaratkan pukulan yang kesekian kalinya pada Elshara. Tapi siapa sangka, tangan itu tak mampu terjun ke pipi ranum Elshara. Royyan menahan tangan pria itu, mencengkeramnya dengan segala kekuatan tangannya sampai pria itu bergeming dan menoleh kasar serta mematri tajam tatapan Royyan.
"Laki-laki sejati tidak akan menyakiti wanita, dan elu adalah binatang buas!"cibir Royyan menggertakan gigi-giginya, lalu dia melempar pria itu sampai tersungkur ke belakang dan terjatuh membentur keramik putih itu.
"Bacot!"sergah pria itu kesal.
Netra pria itu semakin membulat seperti akan keluar dan meninju tatapan Royyan dengan ketajaman sorot matanya. Harga dirinya merasa teraniaya. Lekas dia bangkit dari sana dan berkacak pinggang di hadapan Royyan yang menampilkan raut wajah tidak menyenangkan.
"Bukan urusan elu! Dia cewek gua, dan gua berhak melakukan apapun terhadapnya, ngerti!"papar pria itu dengan keangkuhannya.
"Cih!"decak Royyan kesal seraya memalingkan mukanya culas.
"Sekalipun elu suaminya, elu gak ada hak buat menyakitinya. Seekor binatang sekalipun manusia tidak memiliki hak untuk menyakitinya"lanjut Royyan tegas.
"Banyak bacot lu!"
Kekesalan menyelimuti diri pria angkuh itu dengan utuh. Dia berjalan tegas mendekati Royyan dan melayangkan sebuah pukulan menuju Royyan, seketika semua orang yang ada disana ikut berteriak, "Jangan!"seru beberapa orang yang ada di dalam gedung tersebut, "cowok itu udah kerasukan setan kayaknya"seru yang lainnya. Tetapi Royyan tidak pernah takut dengan pukulan, dia berdiri dengan tegak memblokir pria itu melindungi Elshara yang kini dalam dekapan Dirta. Dia menepis tinjuan pria itu dan memelintir tangan pria tersebut sampai dia tidak bisa berkutik, tanpa ragu Royyan melempar pria itu sekali lagi tersungkur jauh dari sorot matanya.
Tubuh Elshara telah banyak kehilangan energi karena serangan mantan kekasihnya itu, Dirta berbisik di telinga wanita berambut panjang yang kini rambut itu sudah nampak kusut tak tertata seperti awal dia menemui Elshara.
"Kamu bisa jalan gak?"tanya Dirta lembut, raut wajahnya nampak panik dan juga kesal.
"Kepalaku perih, tubuhku rasanya remuk, tolong aku."lirih Elshara lemah, matanya layu dan tubuhnya benar-benar tidak mampu menopang dirinya sendiri.
"Bertahan! Kita akan bawa kamu ke rumah sakit."jawab Dirta yang segera menaikkan tubuh Elshara ke atas kedua tangannya yang kekar.
"Gua bawa dia ke rumah sakit dulu Yan!"pamit Dirta terburu-buru.
Royyan menoleh kecil dan melayangkan salah satu tangannya ke udara, mengibaskan tangannya ke belakang, menyuruh Dirta untuk segera pergi dan menolong wanita yang belum diketahui namanya itu.
"Jun! Lu ikut sama Dirta, dia biar gua yang urus."lanjut Royyan.
"Oke!"sahut Ajun.
Kaki Ajun berputar menyusul Dirta yang sudah berlari ke arah lift dari gedung itu. Di salah satu sudut dekat dengan Royyan nampak seorang wanita cantik bertubuh mungil juga mata kecoklatannya melebar hebat. Wanita yang tengah mengenakan celana jeans dan tank top putih polos dengan balutan sweeter putih bersih itu nampak ketakutan dan memeluk sahabatnya yang berada di dekatnya.
"Ada apa nih? Kok rame begini,"ucapnya takut dengan bola mata yang masih melebar.
"Mana gua tahu Ra!"sahut temannya itu.
"Cabut yuk ah! Gua takut...."tutur wanita tersebut.
Rambut panjang dengan ujungnya yang ikal ikut menegang, tangan dan kakinya bergetar. Di samping itu Royyan masih berdiri tegak di hadapan pria yang kini sudah kembali berdiri dan kembali menyerang Royyan dengan pukulannya yang entah ke berapa ini.
Pria itu terus menyerang dengan pukulannya yang beruntun, saat itu pula Royyan berusaha terus menghindar, sampai di pukulan ke-tiga Royyan sudah lelah bermain, akhirnya Royyan menarik tangan pria itu sampai tersandung dan berlutut di hadapan Royyan, detik itu juga Royyan menghantam wajah pria itu dengan pukulannya.
"Akh!"wanita cantik yang bernama Almira Miara Tisya itu berteriak sampai menutupi mulut dan hidungnya dengan kedua tangan mungilnya namun jari-jarinya nampak panjang.
"Udah cukup! Biarkan dia pergi ih, mati nanti anak orang."tambah Almira tiba-tiba saja.
Sahabatnya yang bernama Manda itu menoleh dan bulu kuduknya merinding bahkan pundaknya menaik serta bola matanya melebar.
"Elu ngapain ngomong begitu, biarian aja, lagian itu bukan urusan kita, anjir lu ah Ra."ujar Manda panik.
"Ih gue gak tahu kenapa mulutnya ngomong begitu."pungkas Almira ketakutan seraya melompat lompat kecil sambil memukul-mukul lembut lengan Manda, kemudian dia memukul lembut bibirnya sendiri.
"Duh payah lu ah, kebiasaan banget, kalau ngomong asal nyeplos aja"Manda menepuk jidatnya pasrah.
Tentu saja Royyan mendengar suara Almira dengan jelas. Lekas dia melepaskan pria itu, ketegangan di sekitarnya mulai luntur dan perlahan semua orang yang ada disana tak lagi melukiskan wajah kepanikannya. Lambat laun, semua orang yang berlalu lalang yang sempat terhenti karena kegaduhan antara Royyan dan pria itu mulai melangkah melanjutkan aktifitasnya masing-masing dan meninggalkan pertikaian Royyan dan pria tersebut. Kecuali Almira dan Manda masih enggan untuk enyah dari sana, rasanya kakinya tak mampu melangkah dengan cepat.
"Cabut sana!"gertak Royyan.
Tanpa menunggu lama lagi pria yang sudah nampak lemah itu, dan wajahnya sudah melukis lebam akibat pukulan Royyan, segera berlari dari hadapan Royyan. Dia berlari ber-jempalitan, menyeret kakinya yang melemah sampai masuk ke dalam ke lift di seberang sorot mata Royyan.
Royyan berputar dan menatapi Almira dan Manda yang berada di arah jarum jam dua belas, lekas dia berayun mendekati kedua wanita cantik itu. Pundak Almira menaik ketakutan, cengkeramannya pada Manda semakin menguat seirama dengan langkah Royyan yang semakin mendekat.
"Mampus gue!"seru batin Almira menelan ludahnya yang tersendat.
Sedangkan Manda seketika berubah menjadi patung layaknya patung-patung di toko baju yang menjadi pajangan. Royyan dengan wajah tegasnya, mendekati Almira. Lalu dia meraih tangan Almira dan di genggamnya erat, sedikit menarik wanita berkulit putih bening itu.
"A-apa? Gua gak se-sengaja, serius! Sumpah! Demi deh."tepis Almira dengan bola mata yang semakin melebar.
"Apa sih lu! Nih makan."balas Royyan memindahkan bingkisan kebab yang sedari tadi dalam genggamannya berpindah ke tangan Almira.
Seketika wajah Almira tenang dan sedikit maju lalu menarik tubuhnya untuk berdiri tegak, dan kini dia mematung memandangi bingkisan yang diberikan oleh Royyan. Beberapa menit Almira terdiam memandangi bingkisan itu dengan kebingungan yang entah harus apa, kemudian Almira tersadar dan mendongak sembari menyodorkan bingkisan itu kembali ke hadapan Royyan sampai sweeter yang dipakainya sedikit menggelosor mempertontonkan pundak runcing putih mulusnya.
"Maksudnya apa nih, ambil balik. Kita gak kenal, gua gak menerima barang dari orang yang gak gue kenal."
Royyan tidak menjawab. Dia semakin melangkah maju, seluruh raga Almira mematung, sorot matanya menatap lurus ke depan masuk ke dalam garis-garis wajah Royyan. Sedangkan Manda tercengang dan tak bisa melakukan apapun, dia hanya diam dan tidak mengedipkan matanya walau hanya satu kali dalam waktu itu.
"Badan lu kecil banget, makan tuh yang banyak."celetuk Royyan seraya membetulkan sweeter Almira, kembali menutupi pundak wanita yang tak mampu berkedip itu.
Melihat wajah wanita di hadapannya mengeruh, lekas Royyan melantingkan senyuman tipis diujung bibirnya. Setelahnya dia berputar dan melaju ke depan. Kali ini Royyan benar-benar pergi dari hadapan Manda dan Almira.
"Yak! Ketemu gua kunyah lu ya."teriak Almira sembari menunjuk Royyan yang sudah ditelan lift.
Royyan bergeming dan tertunduk menyembunyikan senyuman tipisnya, langkahnya semakin tegas masuk ke dalam lift dan menekan angka 1 untuk segera keluar dari gedung itu. Saat itu juga Royyan tak lagi kelihatan oleh Almira yang masih bertolak pinggang seraya menggenggam bingkisan yang berisi kebab itu.
"Anak siapa itu? Cepet cari dia,"Almira menggerutu sambil menoleh pada Manda dengan paras manjanya.
"Udah. Udah. Ayo kita pulang, bokap lu nyariin."ucap Manda sambil memeluk salah satu tangan sahabatnya yang tengah diselimuti kekesalan itu.
"Habisnya ngeselin banget sih, males banget punya pacar apalagi suami kayak dia."katanya penuh keyakinan.
Wanita berambut sebahu itu menarik sang sahabat berayun ke tempat lain dan meninggalkan tempat itu. Langkahnya terus maju ke depan menyusuri tempat-tempat baru lainnya.
"Itu kebab mau di apain."tanya Manda.
"Gak tahu. Makan aja lah, lagian dibuang sayang juga kan."
"Anak pinter, penyayang makanan."balas Manda mengusap lembut rambut Almira.
"Iih apa sih, emangnya anak kecil."Almira menepis lembut tangan Manda.
Tawa kecil terlontar gemas di raut wajah Manda. Kemudian disusul oleh senyum manis dari wajah cantik Almira. Pada akhirnya kebab itu dilahap oleh kedua wanita cantik itu, mereka tak lagi memikirkan hal diluar dugaan mereka, Manda dan Almira begitu menikmati kebab gratis yang masih sedikit hangat itu. Rasanya yang enak membuat mereka melupakan asal kebab itu dari mana.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 148 Episodes
Comments