"Pagi, Bu." Letha menghampiri Anggun dan memeluknya dari belakang.
"Pagi, Sayang. Kamu semalam pulang jam berapa?" tanya Anggun sambil fokus pada masakannya.
"Jam satu," jawabnya lirih, sambil mengerlingkan matanya.
"Kamu jangan terlalu sibuk kerja, sempatkan waktu untuk istirahat. Sekali-kali liburan, kan, gak papa."
Lima belas tahun berlalu semenjak kepergian Bagas. Kini Arletha tumbuh menjadi wanita dewasa dengan segudang kesibukan. Kecelakaan yang menimpanya saat kelulusan, merubah dia menjadi pribadi yang berbeda. Lebih dewasa dan bertanggung jawab. Dia bekerja di perusahaan besar dengan dua sahabatnya, Angga dan Rizal. Sementara Danu punya usaha sendiri, sebuah cafe kecil yang sudah punya tiga cabang. Sarah dan Marta lebih nyaman menjadi ibu rumah tangga. Ya, mereka sudah menikah. Menikah dengan sahabat mereka sendiri. Marta menikah dengan Rizal dan Sarah menikah dengan Danu. Yang tersisa hanya Angga dan Letha.
Anggun memiliki usaha catering yang cukup maju, semua pekerja yang dulu bekerja di rumahnya kini mereka kembali bekerja bersama Anggun. Dia juga membuka usaha rumah makan yang, tidak pernah sepi pembeli.
"Iya, Kak. Udah lama lho, kita gak liburan," sahut Beno yang sudah ikut bergabung.
"Ya, kalau mau liburan, ya, sana liburan. Kakak, gak larang kamu." Letha menghampiri Beno.
"Kakak emang gak larang, tapi liburan gak sama Kakak hambar, gak asyik." Beno mengerucutkan bibirnya. Letha gemas melihat Beno yang sok imut.
"Ya. Kakak cari waktu yang pas dulu," ucap Letha sambil menyendokkan nasi goreng yang tadi dibuat Anggun.
"Tapi nyari waktunya jangan ngabisin waktu bertahun-tahun, ya, Kak," ledek Beno. Dia ingat terakhir Letha bicara begitu dua tahun yang lalu, sampai saat ini rencana liburan belum juga terlaksana.
Mendengar sindiran Beno, Letha hanya tersenyum sambil mengacak rambut Beno.
"Minggu depan kita liburan ke Pantai, kamu atur semua persiapannya. Kakak cuma bagian pembayaran, gak mau tahu apa-apa," ucap Letha sambil fokus pada sarapannya.
"Nah, gitu, dong. Ibu sama Mbak Marni nanti yang siapkan bekal buat kita," sambung Anggun.
"Ibu pamit, ya. Kasihan Bibi di rumah makan sendirian," pamit Anggun dan Marni.
***
"Serius? Kita liburan, nih?" seru Angga. Kini Letha sudah berada di kantornya. Sebelum jam kerja, sudah menjadi rutinitas Angga menyapa Letha di ruangannya.
"Kamu ajak yang lain juga, biar rame," pinta Letha.
Tidak lama ponsel Letha bergetar, sebuah pesan masuk ke ponselnya. Tampak Letha mengurut alisnya, wajahnya berubah muram.
"Laki-laki mana lagi yang harus kamu jumpai?" Angga bisa membaca situasi, dia tahu apa yang kini tengah menganggu sahabatnya itu.
Satu tahun belakangan ini, Anggun terus menerus menekan Letha untuk menikah. Usianya yang hampir kepala tiga, membuat Anggun khawatir sendiri. Berbagai cara dia lakukan termasuk menjodohkan putrinya dengan anak teman-temannya. Bukan Letha namanya kalau tidak bisa menghindar, tetapi sampai kapan dia mampu menghindar? Dia juga sudah lelah dengan situasi ini. Hati kecilnya juga menginginkan kehidupan yang bahagia bersama pria yang dia cintai, tetapi keinginannya hanya sebatas keinginan. Dia masih belum siap menghadapi segala kemungkinan buruk. Fakta di masa lalunya menjadi mimpi buruk yang tiada akhir.
"Mau ditemani? " tawar Angga.
"Gak usah, makasih. Siang ini aku mau temui korbanku selanjutnya." Terlihat senyum di bibir Letha, senyum penuh kegetiran.
"Menikahlah denganku! Aku bisa menerimamu dengan apa adanya."
Entah yang keberapa kali Angga mengungkapkan niatnya, tetapi hanya mendapat respon tak acuh dari Letha. Angga pernah meyakinkan Letha kalau dia siap hidup bersamanya walau seumur hidup mereka hanya akan hidup berdua saja tanpa kehadiran anak.
"Ayolah, Ga. Kau mulai lagi. Sana ke ruangan kamu!" Letha mengusir sahabatnya. Angga bangkit dan keluar dari ruangan.
***
Di restoran mewah dekat kantornya, Letha tengah duduk di depan dua orang. Dia tengah memenuhi undangan mereka untuk bertemu. Ibunya kembali hendak menjodohkan Letha dengan putra dari temannya.
Tidak ingin membuat mereka kecewa setelah proses perjodohan, Letha menceritakan kekurangannya. Dia tidak mau jika nantinya malah direndahkan keluarga pria yang menjadi suaminya.
"Saya gak jadi menjodohkan kalian! Apa-apaan ini? Saya butuh penerus untuk keluarga. Kalau kamu gak bisa memberikan keturunan, buat apa kalian menikah?" ketus wanita paruh baya itu setelah mendengar penjelasan dari Letha. Letha sudah siap dengan segala kemungkinannya, setiap dia menjelaskan alasan menolak perjodohannya pasti pihak pria menghina dan merendahkannya.
Rasa takut juga menyelimuti dirinya jika suatu saat ibunya pasti akan tahu segalanya. Entah bagaimana perasaan ibunya itu, tetapi dia tidak mau berbohong pada keluarga pria yang dijodohkan dengan dirinya.
Letha sudah berjanji pada dirinya sendiri, jika kelak ada pria beserta keluarganya yang benar-benar mau menerima dia dengan segala kekurangannya, dia tidak akan menyianyiakannya kecuali pria itu Angga. Biarlah Marta dan Sarah yang melanjutkan persahabatan mereka menjadi sebuah pernikahan.
***
"Kamu bicara apa sama teman Ibu? Kok, tiba-tiba dia membatalkan perjodohan ini? Dari awal dia sudah setuju dan menyukaimu." Anggun hanya bisa geleng-geleng kepala, selalu berakhir dengan kegagalan saat pertemuan pertama.
"Aku bukan calon menantu idamannya kali," jawab Letha sekenanya.
"Gagal lagi, Bu?" Tiba-tiba Beno sudah berdiri di belakang Anggun. Tas masih tersampir di pundaknya, menandakan dia baru pulang kuliah.
"Kamu baru pulang?" tanya Letha penuh selidik.
"Jangan mikir yang enggak-enggak, Kak. Aku habis jemput kawan lama. Tuh!" tunjuknya pada seorang pria yang berdiri jauh di belakang.
Semua mata tertuju pada satu arah. Letha cukup terpesona pada ketampanan teman Beno, tetapi sayang dia masih kecil. Letha memutus pandangannya kala mata mereka bertemu pandang. Sementara pria itu tidak lepas menatap ke arah Letha.
"Cantik!" gumam teman Beno.
"Kamu, Ale, kan? Teman Beno dulu?" Anggun tampak mengingat kembali pria muda di hadapannya.
"Betul, Tan. Saya Ale," jawab Ale sambil menyalimi semua orang.
"Ya, ampun. Kamu makin ganteng aja. Tante jadi pangling." Anggun menepuk pundak Ale.
"Biasa aja, Bu. Gak usah lebay, ah." Letha tampak tidak suka dengan reaksi sang ibu yang dianggap genit itu.
"Selamat malam, Kak Letha. Apa kabar?" sapa Ale yang ditanggapi cuek oleh Letha.
"Hmm," jawabnya cuek sambil fokus ke buku novel yang tengah dibaca.
"Ayo duduk, Nak Ale!" titah Anggun
Tanpa menunggu, Ale duduk tepat di depan Letha. Matanya tidak lepas menatap wanita yang tengah asyik dengan dunianya.
Cukup lama Anggun mengajak bicara Ale, sementara Beno tengah ke kamarnya. Letha masih sibuk dengan novelnya, dia sama sekali tidak terganggu dengan obrolan sang ibu dan Ale yang terdengar heboh.
"Kamu sudah punya pacar? " tanya Anggun tiba-tiba.
"Belum, Tan. Saya masih jomlo," jawab Ale sambil matanya melirik ke arah Letha.
"Bagus, dong," jawab Anggun tenang.
"Kok, bagus, Bu?" tanya Beno yang baru ikut bergabung.
"Biar bisa melanjutkan niat Nak Ale yang dulu," ucap Anggun dengan mengerlingkan mata pada Ale.
"Emang, Ale punya niat apa dulu?" tanya Beno penasaran. Tampak Letha melirik sebentar ke arah tiga orang yang tengah berbincang lalu fokus lagi pada buku di tangannya.
"Dulu, kan, Nak Ale mau melamar Letha jadi istrinya kalau kembali dari Paris."
"Kak Letha! teriak Beno. Tanpa sengaja Letha menyemburkan air yang tengah diminumnya pada Beno. Dia juga tidak henti batuk-batuk.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments