Misteri Sang Pembaca

Sore harinya mereka bertiga pergi ke rumah Pak Dewo. Mereka mencoba mencari alamat rumahnya, hingga mereka tiba di sebuah rumah lantai dua berwarna putih dan gerbang berwarna silver. Nada menekan tombol bel rumah, satpam rumah membukakan gerbang. Pak Dewo keluar dari dalam rumah, dan meminta mereka masuk ke dalam. Pak Dewo menyuruh duduk, dan meminta asisten rumah tangganya membuat minuman dan Pak Dewo masuk ke dalam ruangannya. Tak lama minuman pun datang, baru saja meminum satu teguk tiba-tiba Pak Dewo meminta agar mereka masuk ke dalam ruangan. Mereka semua diminta duduk di atas sofa di dalam ruang kerja Pak Dewo.

"Kenapa kalian cari buku ini?" tanya Pak Dewo

"Anu... anu pak kita mau belajar" Tarissa mencoba mencari alasan.

"Kalian yakin bisa baca buku ini?" tanya Pak Dewo meremehkan.

"Bisa Pak" jawab Tarissa yakin.

Pak Dewo menyodorkan bukunya, Tarissa membuka bukunya dan tercengang. Diandra dan Nada yang bingung melihat ekspresi Tarissa meminta melihat buku yang dipegang Tarissa, ekspresi mereka pun sama.

"Bisa baca?" tanya Pak Dewo tertawa

"Nggak pak" Tarissa terdiam.

"Saya pernah diceritakan oleh kakek dan nenek saya, kalo yang bisa baca hanya sang pembaca" tutur Pak Dewo.

"Sang pembaca?" Mereka bertiga kaget.

"Kalian bingung kan, saya juga bingung. Itu cerita dari kakek dan nenek saya, terutama kakek saya beliau sangat senang bercerita dongeng pada saya" tutur Pak Dewo.

"Terus kakek bapak cerita apa lagi" tanya Tarissa.

"Beliau cerita tentang keajaiban dan kekuatan, ya semacam dongeng lah" jawab Pak Dewo.

"Bapak percaya sama cerita kakek nenek bapak?" tanya Diandra.

"Dulu kecil saya sih percaya aja, sekarang ya tidak" jawab Pak Dewo.

Tarissa, Diandra, dan Nada berdiri menatap Pak Dewo, kemudian mereka bertiga menunjukkan kemampuan mereka. Pak Dewo melongo seakan tidak percaya apa yang diceritakan kakeknya benar.

"Pak tolong kami butuh informasi tentang buku ini" Tarissa menatap Pak Dewo

"Kata kakek saya buku ini menulis setiap kisah yang terjadi, bahkan sampai sekarang. Dan yah buku ini selalu bertambah halaman sendiri. Tapi sayangnya saya nggak bisa baca" ungkap Pak Dewo.

"Ada yang bisa baca pak?" tanya Nada.

"Dulu ada, katanya adik kakek saya bisa, tapi dia sudah meninggal" jawab Pak Dewo.

"Aduh gimana dong" Nada bingung.

"Oh iya Pak, saya juga mau bilang Pradipta juga punya kekuatan tapi saya belum kasih tau" ungkap Tarissa.

"Pradipta?" Pak Dewo kaget.

"Iya" jawab Tarissa.

"Tapi memang kakek saya pernah bilang, salah satu garis keturunan ini akan dianugerahi kekuatan suatu hari nanti" ungkap Pak Dewo.

"Terus apa lagi pak, yang tentang sang pembaca ada nggak pak" tanya Tarissa.

"Ada, kakek saya pernah bilang tapi saya nggak mudeng gini nih sang pembaca akan lahir di setiap kisahnya dari sang kedhana kedhini" tutur Pak Dewo.

"Pak boleh ya kita bawa buku ini buat petunjuk" bujuk Tarissa.

"Boleh bawa aja, dan kalo ada apa-apa bilang ke saya. Dan kalo saya ingat cerita kakek saya, saya langsung cerita ke kalian" Pak Dewo antusias.

"Terima kasih ya pak" ucap Tarissa

"Saya juga titip Pradipta ya" kata Pak Dewo dengan nada khawatir.

"Pasti Pak" jawab mereka bertiga.

Tarissa memasukan bukunya ke dalam tas. Pak dewo mengajak mereka ke ruang tamu dan memgobrol santai. Ditengah-tengah mereka mengobrol Pradipta pulang dan kaget melihat mereka bertiga sedang di rumahnya.

"Loh kalian ngapain" tanya Pradipta

"Mereka ada urusan sama bapak" jawab Pak Dewo.

"Aku pinjem Tarissa bentar pak" Pradipta menarik tangan Tarissa dan membawanya.

"Eh anak orang itu sembarang pinjem-pinjem" kata Pak Dewo mencoba menghentikan putranya.

"Bentar aja kok, lagian nggak bakal diapa-apain" kata Pradipta sambil menggandeng Tarissa.

"Aman Pak nggak papa, saya bisa jaga diri dari anak bapak" sahut Tarissa

"Aman pak, bapak tau nggak anak bapak suka sama Tarissa" ungkap Diandra

"Oh iya?" Pak Dewo tertawa

"Apa mau Tarissa yang pinter gitu sama anak saya yang tingkahnya minta ampun" sambung Pak Dewo.

"Semoga aja mau ya pak" Nada tersenyum.

Mereka tertawa, dan mulai mengobrol lagi.

Disisi lain Pradipta masih menggandeng Tarissa, Pradipta membuka pintu kamarnya dan mengajak Tarissa masuk.

"Mau apa kok aku dibawa kesini, jangan macem-macem ya" ancam Tarissa

"Ih siapa juga yang mau macem-macemin kamu" Pradipta memandang Tarissa.

"Aku cuma mau jawaban dari kamu" kata Pradipta sambil mencubit halus kedua pipi Tarissa

"Aneh tau kamu ngomong aku kamu biasanya kasar gue lo" Tarissa mencoba mengalihkan pertanyaan Pradipta.

"Kan aku mau belajar jadi orang yang lemah lembut" ungkap Pradipta.

"Beneran ya" Tarissa menatap Pradipta.

"Iya serius" Pradipta terlihat sungguh-sungguh.

"Sama siapa pun kan?" tanya Tarissa

"Iya sama siapa pun" jawab Pradipta

"Jawab dulu dong tapi, aku butuh jawaban" Pradipta masih menunggu jawaban Tarissa.

"Emangnya jawaban apa?" Tarissa pura-pura tidak tahu.

Pradipta membisikan kata-kata di telinga Tarissa, "jangan pura-pura lupa"

"Kan besok aku bilangnya" jawab Tarissa sambil mengusap telinganya.

"Gak mau, maunya sekarang" Pradipta bertingkah seperti anak kecil.

"Besok" Tarissa kekeh.

"Sekarang atau aku cium bibir kamu nih" Pradipta mendekatkan wajahnya ke Tarissa

Tarissa menutup mulutnya sambil memejamkan mata.

"Ya kan takut, udah sih jawab iya aja" ledek Pradipta.

"Apaan sih" Tarissa tersipu malu.

"Mau ya jadi pacar aku" Pradipta tersenyum manis.

"Iya mau" Tarissa menunduk malu.

"Apa?, nggak denger" Pradipta mendekatkan telinganya ke arah Tarissa.

"Iya mau" Tarissa mendongak.

"Oke berarti kamu mulai sekarang panggil aku mas pacar, aku panggil mba pacar" kata Pradipta.

"kenapa panggilnya gitu?" tanya Tarissa sambil tersipu malu.

"Inget nggak pertama kali kita ketemu, kamu manggil aku mas. Nah kita kayanya emang udah jodoh deh" Pradipta menatap mata Tarissa.

"Apaan sih, ya udah aku mau keluar dulu nyusul yang lain nggak enak masa berduaan disini" Tarissa semakin tersipu malu.

"Yang bener ngomongnya baru boleh pergi" Pradipta menahan pintu

"Ya terus yang bener gimana?" Tarissa mencoba sok galak.

"Mas pacar aku mau nyusul temen-temenku dulu ya, gitu" Pradipta mencoba memberi contoh.

Tarissa menghela nafas, "Mas pacar, mba pacarnya mau nyusul temen-temennya dulu yaa"

"Boleh silahkan mba pacar" Pradipta membukakan pintu.

Tarissa berjalan keluar kamar sambil tersipu malu, Pradipta juga sedang kegirangan berguling-guling di atas ranjang. Tarissa kembali ke ruang tamu duduk bersama Pak Dewo dan teman-temannya, mereka melanjutkan obrolan menganai buku tersebut dan sesekali Pak Dewo meledek Tarissa sebagai selingan agar tidak terlalu serius. Setelah berbincang cukup lama dan hari juga hampir gelap akhirnya Tarissa dan lainnya berpamitan pulang.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!