Selangkah ke Depan

Tarissa pergi ke toilet bersama Nada, di tengah perjalanan selepas dari toilet Nada mendengar ada yang berkelahi di ruang musik. Nada mengajak Tarissa untuk melihatnya, setelah masuk Tarissa melihat Abi yang tengah berkelahi dengan Pradipta. Tarissa meminta Nada memanggil dosen, sedangkan Tarissa berlari untuk melerai, namun sialnya Tarissa mendapat hantaman dari Pradipta yang seharusnya dilayangkan ke Abi. Tarissa bangun, dan menampar Pradipta hingga pipinya merah.

"Braak" suara bantingan pintu

"Semuanya ikut saya ke ruangan" Teriak rektor

"Kenapa panggil rektor" bisik Tarissa pada Nada

"Aku ketemu beliau tadi di depan ruang dosen, ya udah aku ajak beliau aja" bisik Nada.

Semuanya masuk ke dalam ruang rektor. Tarissa menjelaskan semuanya, Abi pun menjelaskan semuanya dari sudut pandangnya. Namun saat Pradipta hendak menjelaskan, bapak rektor menolak untuk mendengarkannya.

"Diam, saya tahu kamu yang bikin onar. Kapan kamu berhenti, kapan kamu jadi dewasa?" bentak bapak rektor.

"Terus, salahin saya!, Nggak di rumah disini saya terus yang salah. Anda menuntut saya menjadi anak yang baik, sekarang saya tanya, apa Anda seorang bapak yang baik" kata Pradipta dengan nada tinggi.

"Diam, kurang ajar kamu" Pradipta mendapatkan tamparan dari bapaknya itu yang sekaligus rektor.

"Lama-lama saya pindahin kamu dari sini" Bentak bapaknya.

"Pindah?, buang aja sekalian anakmu ini" Pradipta keluar dan membanting pintu.

Sang rektor, atau yang kerap di sapa Pak Dewo ini meminta maaf atas kelakuan anaknya kepada Abi dan yang lainnya. Pak Dewo menceritakan perubahan sikap anaknya selepas ditinggal ibunya untuk selamanya. Dulu dia anak yang baik penurut, tapi sekarang dia berubah. Mungkin itu karena dulu Pradipta adalah korban bullyng, dulu ibunya selalu menyemangatinya, dan sekarang ibunya tiada jadi sekarang dia memberontak.

"Saya sadar saya juga bukan bapak yang baik, saya minta maaf sekali lagi ya atas kelakuan anak saya" kata Pak Dewo

"Iya pak kita paham kok" jawab Abi.

Mendengar cerita Pak Dewo, Tarissa merasa kasihan. Tarissa merasa menjadi merasa bersalah kepada Pradipta karena sudah menamparnya. Tarissa pergi ke kantin, untuk membeli air mineral dingin. Setelah itu ia pergi ke kelas Pradipta untuk meminta maaf, namun ia tidak menemukan Pradipta di kelasnya. Tiba-tiba ada seseorang laki-laki yang memanggil Tarissa, laki-laki itu Aliandra. Tarissa bertanya dimana Pradipta kepada Aliandra. Aliandra memberitahu bahawa Pradipta pasti ada di atas rooftop kampus, karena kalau dia marah selalu pergi ke atas. Tarissa kemudian naik ke atas rooftop kampus, namun ia tidak tahu rooftop yang mana jadi dia harus menjajal satu per satu. Setelah mencoba naik turun 2 rooftop, yang ketiga ia menemukan Pradipta yang tengah terduduk di pojokan.

"Nih" kata Tarissa sambil menyodorkan air mineral dengan nafas terengah-engah.

Tarisa pun terduduk, dengan nafas yang masih terengah-engah.

"Kenapa kesini, mau ngejek" kata Pradipta ketus.

"Nggak, aku cuma mau minta maaf udah nampar kamu tadi" Tarissa menunjuk ke pipi Pradipta.

"Gue juga minta maaf udah mukul lo, asli gue nggak sengaja" kata Pradipta penuh penyesalan.

Tarissa tersenyum mendengar pengakuan maaf dari Pradipta.

"Apa senyum-senyum" kata Pradipta ketus

"Nggak apa-apa" jawab Tarissa tersenyum.

"Dah sana pergi, nanti pacar lo marah lagi" Pradipta menatap Tarissa.

"Pacar?" Tarissa bingung

"Lah si itu, yang gue tonjok tadi. Masa lo nggak ngurusin pacar lo" kata Pradipta dengan nada yang masih ketus.

Tarissa tertawa sambil berkata, "lah itu sepupu aku bukan pacar"

"Beneran sepupu?" tanya Pradipta

"Iya" jawab Tarissa

"Emangnya kenapa?" sambung Tarissa

Pradipta memegang tangan Tarissa, "sebenernya gue suka sama lo"

ungkap Pradipta.

Tarissa kaget mendengar perkataan Pradipta, namun lebih kagetnya Tarissa melihat pergelangan tangan Pradipta bercahaya. Tarissa mencoba mengalihkan pandangannya agar Pradipta tidak melihat ke bawah, Tarissa memegang pipi Pradipta.

"Sakit ya" kata Tarissa sambil mengelus pipi Pradipta

"Udah, nggak. Oh iya tadi tangan lo panas waktu nampar gue, lo sakit?" tanya Pradipta

"Sakit?, enggak kok" Tarissa mencoba menghilangkan simbol dengan tangan satunya.

"Ah ilang" gumam Tarissa

"Apanya yang ilang?" tanya Pradipta ternyata mendengar gumaman Tarissa

"Yang ilang?, oh maksudnya anu sakitnya kamu ilang kan" Tarissa berusaha mencari alasan, wajahnya pun tampak panik.

"Rasa sakitnya bisa ilang, kalo lo mau jadi pacar gue" Pradipta memberanikan diri.

"Ah pacar yah?, besok-besok deh aku jawabnya yah, sekarang mau kelas" Tarissa berlari meninggalkan Pradipta.

Pradipta masih tersipu malu, dan bersikap seolah habis memenangkan lotre di pojokan rooftop.

Tarissa berlari menemui Diandra dan Nada, Tarissa menceritakan semuanya kepada mereka berdua. Mereka berdua pun terkejut, mereka berdua meminta melihat tanda yang ada di tangan Tarissa, benar saja simbol api di tangan Tarissa menyala.

"Api Tar, itu bahaya kalo dia tau" ujar Nada

"Gimana ya?" Tarissa bingung

"Fix kamu harus jadi pacar Pradipta, biar bisa ngawasin" ujar Diandra

"Sebenernya dia baik sih, tapi aku apa pantes dia ganteng loh masa sama aku. Nanti cewek-cewek pada ngehujat aku lagi" kata Tarissa.

"Gimana?, dulu kamu bilang dia nggak ganteng" ledek Diandra.

"Apasih" Tarissa tersipu malu.

"Tar kamu tuh cantik sayang, cantik luar dalam. Pradipta beruntung dapet kamu sayangku" kata Nada dengan sepenuh hati.

"Tapi aku belum bener-bener kenal kan sama dia" ujar Tarissa.

"Ya makanya kenalan dong" kata Diandra.

"Ah nggak tau lah, liat besok" Tarissa bingung.

"Eh aku baru mikir, kan Pradipta punya kekuatan. Siapa tau bapaknya tau tentang kekuatan kita" celetuk Tarissa

"Pak Dewo?" tanya Nada

"Kenapa kita nggak tanya orang tua kita" tanya Diandra

"Iya Pak Dewo" jawab Tarissa

"Ya kali aku ngga mau bikin ibu khawatir" sambung Tarissa

"Lah sama aja, nanti Pak Dewo bingung gimana?" tanya Nada.

"Gini aja, Pak Dewo kan jurusan Astronomi siapa tau dia tau simbol-simbol ini. Nanti kita gambar dan tunjukin deh sama beliau" kata Tarissa

"Boleh juga" jawab Diandra

"Besok nggak sih" kata Tarissa

"Sekarang lah Tar, gimana kalo si Pradipta nggak sengaja bisa ngeluarin kekuatan apinya terus bikin kebakaran sekolah" Nada terlihat serius

"Iya juga, ya udah gambar yok" kata Tarissa.

Mereka menggambar simbol yang ada di tangan Tarissa, setelah selesai mereka bertiga menemui Pak Dewo. Namun mereka tidak langsung bertemu Pak Dewo, mereka menunggu hampir dua jam. Tetapi penantian mereka tidak sia-sia, Pak Dewo datang dan menyuruh mereka semua masuk. Pak Dewo berpikir mereka akan melaporkan kenakalan Pradipta, Tarissa kemudian menampiknya. Tarissa mulai menjelaskan maksud kedatangannya. Tarissa menunjukkan simbol yang ia gambar. Pak Dewo serius melihat simbol tersebut, setelah mengamati beliau mengatakan bahwa iya punya buku dari neneknya yang berisi simbol sama persis seperti itu.

"Pak apakah kita boleh meminjam bukunya" kata Tarissa dengan nada sopan.

"Tapi itu buku koleksi saya, kalo mau baca di rumah saya. Saya takut kalo di bawa-bawa hilang" jawab Pak Dewo.

"Kapan pak bisa kita pinjam?" tanya Diandra.

"Nanti sore kalo mau, saya free nanti sore" jawab Pak Dewo.

"Siap pak, oh iya sebelumnya maaf apa boleh minta alamat bapak" kata Tarissa sopan.

"Boleh, nih kartu nama saya. Ada alamatnya disitu" Pak Dewo menyodorkan kartu nama.

"Terima kasih" ucap mereka bertiga.

Dengan penuh keyakinan dan semangat yang menggebu, mereka tampak siap melangkah ke depan untuk memecahkan misteri kekuatan yang belum terungkap.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!