Tak terasa sinar sang surya telah menyapa dari balik tingginya gedung pencakar langit, sinarnya pun sudah mulai masuk ke dalam sela-sela jendela setiap rumah. Tarissa dan Diandra sudah terlihat siap-siap untuk berangkat ke kampus. Tarissa dan Diandra adalah teman satu kos, awalnya mereka bertiga bersama Nada namun Nada memutuskan pindah kos. Namun meski berbeda kos mereka tetap bersahabat dan berangkat bersama ke kampus. Mereka bertiga adalah mahasiswa jurusan seni. Setiap hari mereka berjalan kaki bersama dari kos ke kampus, memang jaraknya lumayan sekitar satu kilometer. Tapi karena mereka sambil bersenda gurau dan sudah terbiasa maka dari itu mereka tidak pernah merasa lelah. Biasanya Abi juga ikut mereka jalan, namun lebih sering bersama temannya. Mengingat memang Abi tidak sejurusan, Abi merupakan mahasiswa jurusan teknik elektro.
Pagi ini mereka berangkat berempat, Tarissa, Diandra, Nada, dan juga Abi.
"Wih kuliah hari pertama semester baru nih" ujar Diandra
"Harus semangat" Nada terlihat semangat
"Semangat dong" sahut Tarissa.
"Eh ngomong-ngomong kok banyak mahasiswa yang mukanya baru yah?" kata Tarissa sambil celingak-celinguk
"Ya kita aja kali yang kurang jauh mainnya" ujar Diandra.
"Eh tapi katanya emang anak kampus 2 yang di depan itu sementara di pindah ke kampus 1 karena lagi di renovasi" kata Abi.
"Oh pantes, berarti emang anak kampus 2 sih" kata Nada sambil menggangguk-ngangguk.
Abi kemudian berpisah arah dengan ketiganya, mereka menuju kelas masing-masing. Seminggu menjalani pembelajaran, mereka mulai terbiasa lagi dengan suasana kampus. Tidak ada keluahan lagi ingin pulang ke rumah. Namun hidup tidak akan lengkap jika tidak ada masalah, suatu hari Abi ikut terkena masalah karena membela temannya yang sedang dipojokkan oleh anak kampus 2. Sebenarnya Abi tidak bersalah karena membela temannya yang memang benar, namun lawannya tidak seimbang. Lawannya adalah putra rektor universitas. Masalahnya sebenarnya sepele, teman Abi menegur putra rektor itu karena sudah menjatuhkan sepeda motor yang tengah terparkir. Namun putra rektor itu tidak terima, malah menghujani teman Abi dengan pukulan.
Abi kemudian datang dan Melerai, "Heh jangan gitu lah bro, bisa diomongin baik-baik". Namun Abi ikut terkena pukulan.
"Brisik nggak usah ikut campur, dan nggak usah sok akrab bra bro bra bro" jawab putra rektor dengan nada sengak.
Abi waktu itu ikut tersulut emosi dan memukul balik si putra rektor.
"Kurang ajar, lo nggak tau siapa gue" bentak putra rektor itu.
"Nggak mau tau sih" Abi masih dalam keadaan emosi.
"Gue Pradipta, jangan main-main sama gue" ungkap anak rektor tersebut.
"Udah pergi, cape ngomong sama orang kaya gitu Bi" ajak teman Abi.
Abi dan temannya pun pergi meninggalkan Pradipta dan juga temannya.
Abi pergi ke kantin, kemudian disana ia bertemu dengan Tarissa. Tarissa yang melihat sepupunya itu memar di bagian pipi terlihat khawatir dan menarik Abi agar duduk bersamanya dan teman-temannya. Tarissa mulai mengintrogasinya, Abi pun menjelaskan semua kejadian yang ia alami kepada Tarissa dan teman-temannya.
"Gimana sih muka orang yang berani mukul sepupu aku" Tarissa kesal.
"Tar tau nggak denger-denger dari kelas sebelah si Pradipta itu ganteng tau, orangnya tinggi kulitnya mulus bersih, hidungnya mancung, badannya bagus" Diandra sangat antusias.
"Iya terus katanya gaya rambutnya juga keren kaya taper fade klasik gitu, terus kaya bad boy di cerita-cerita" Nada pun ikut antusias.
"Tapi sayang katanya dia nggak lulus-lulus" nada Diandra menjadi lirih.
"Udah mujinya, ini Abi loh bonyok gara-gara dia" Tarissa semakin kesal.
"Ah iya, maaf ya Tar" Diandra tertunduk.
"Awas aja yah kalo ketemu" Tarissa masih kesal.
"Jangan macem-macem dia anak rektor" kata Abi
"Hah!" Tarissa kaget
"Masa sih Bi" tanya Nada
"Iya tadi kata temenku, dia emang tau si Paradipta. Katanya temen SMA" jawab Abi
"Pasti masuk jalur bapak tuh, anak bentukan begitu" ujar Tarissa.
“Berarti Pradipta itu anak kampus 2 kan Bi?” tanya Nada.
“Iya dia anak fakultas ekonomi, dan bener tadi kata Diandra dia gak lulus-lulus” jawab Abi.
“Wah berarti agak oon yah, cuma gayanya doang selangit” celetuk Diandra.
"Hush, udah lupain ya. Kalian jangan sampe berurusan sama Pradipta sama temennya juga yang namanya Aliandra" kata Abi serius.
"Oke" jawab Tarissa, Diandra, dan Nada kompak.
Mereka kira masalah Pradipta selesai, tapi ternyata itu baru awal masalah mereka. Pada saat pulang kuliah, Tarissa, Diandra, dan Nada pulang tidak sengaja bertemu Pradipta dan Aliandra, namun mereka tidak tahu kalau itu Pradipta dan Aliandra. Pada saat itu Nada memegang seplastik es dan berjalan sambil bersenda gurau. Nada tak sadar kalo dia berjalan kearah jalan, tiba-tiba ada motor yang dipacu sangat kencang membunyikan klakson. Nada terkejut dan es ditangannya terlempar ke arah pemotor. Pemotor itu berhenti dan menghampiri Tarissa, Diandra, dan Nada.
"Siapa yang ngelempar air es ini!" Bentak pemotor itu.
"Aku, aku minta maaf" ungkap Nada penuh penyesalan.
"Maafin temenku ya" Tarissa membantu Nada.
"Ssst diem, nggak usah ikut campur" pemotor itu menatap Tarissa, mereka saling bertatap tajam.
"Mata lo dipake nggak sih, jalan aja nggak bener. Mending lumpuh aja sekalian" Maki pemotor itu
"Maaf" Nada ketakutan
"Maaf lo nggak guna, nggak bisa bikin baju gue bersih lagi" pemotor itu terus memaki Nada.
Tarissa lama kelamaan kesal melihat temannya disudutkan terus menerus, "Maaf ya mas, masnya juga salah loh ya. Ini jalan kampus mas bukan sirkuit balap gak boleh ngebut mas"
"Lo tau apa!" pemotor itu mendekati Tarissa, dan mendorong bahu Tarissa.
"Mas kok lama-lama kurang ajar ya" Tarissa kesal.
"Mas Mas Mas, kapan gua jadi suami lo panggil-panggil mas" pemotor itu tersenyum jahat, sambil menunjuk jidat Tarissa.
"Jangan gitu dong" Diandra mencoba membela Tarissa.
"Ih amit-amit jabang bayi, rai koyo silit pitik ngono gayane selangit" Kata Tarissa kesal
"Sorry lo bilang apa" kata si pemotor sambil menatap tajam ke arah Tarissa
"Aku ngomong raimu kaya silit pitik, kenapa? Masalah?" kata Tarissa di depan wajah si pemotor.
Teman si pemotor, yang tidak lain Aliandra menahan tawa setelah mendengar perkataan Tarissa. Aliandra mengerti karena ia sama-sama dari Jawa jadi dia tau apa yang dikatakan Tarissa. Sebenarnya Aliandra ini anak yang baik dan sopan, namun ia bersahabat dengan Pradipta jadi sedikit terbawa menjadi agak sombong. Parasnya juga tak kalah dari Pradipta, wajahnya sangat manis.
"Udah Dip, masa cewe aja diajak berantem" kata Aliandra mencoba melerai.
"Diem ya Ali" bentak si pemotor yang tidak lain Pradipta.
"Maafin gue sama temen gue si Pradipta ya, kita juga salah kok" kata Aliandra mencoba mencairkan suasana.
"Hah Pradipta?, mati aku" gumam Tarissa sambil menatap kedua temannya.
"Ayo Dip" ajak Aliandra.
"Urusan kita belum selesai" Pradipta mendorong bahu Tarissa.
Pradipta dan Aliandra meninggalkan mereka.
"Mati aku" Tarissa menepuk jidatnya dan terlihat putus asa.
"Maaf ya Tar" kata Nada
"Udah nggak apa-apa, kita liat aja aku mau diapain kalo besok ketemu lagi" Tarissa pasrah
"Jangan gitu, kita pasti belain kamu" hibur Diandra
"Hei, tadi aku liat Pradipta tuh. Kalian jangan sampe ketemu loh ya sama dia" Abi tiba-tiba datang.
"Telat" ungkap Nada
"Kenapa?" Pradipta penasaran.
"Kita udah dapet masalah dari dia" ungkap Diandra.
"Mati aku Bi" kata Tarissa sambil memukul-mukul kepalanya.
"Eh liat itu si Pradipta balik lagi kesini" Nada berbisik
Pradipta menghentikan motornya
"Oh jadi ini pacar lo?, pantes sama-sama aneh" ujar Pradipta kepada Tarissa.
Meskipun takut, Tarissa masih mencoba memasang tampang sangar, "mau apa lagi?"
"Liat aja mulai besok hidup lo ngga tenang" seru Pradipta.
Setelah mengatakan hal tersebut Pradipta memacu motornya kembali.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments