Saat bel istirahat berbunyi, Rena segera menuju kelas sebelah untuk mencari tahu tentang Ana. Sepertinya dia mengetahui mengapa Ade terlihat aneh. Rena sudah di depan kelas Ana, di dalam terlihat beberapa anak duduk bergerombol. Di sana juga ada Tara dengan teman- temannya.
Rena baru ingat jika Tara juga berada di kelas yang sama dengan Ana. Rena mencari akal agar hari ini bisa berbicara pada Ana, tetapi tidak menarik perhatian Tara. Kebetulan ada seorang anak yang keluar kelas bersama seorang temannya, Rena segera mencegat mereka berdua.
“Ana ada nggak?” Tanya Rena begitu kedua anak itu menoleh. Mereka berdua saling berpandangan.
“Kayaknya dia ada di lapangan basket belakang sekolah.” Jawab salah satu diantara mereka.
“Thank’s.” ucap Rena dan segera berlari menuju lapangan basket yang dimaksud.
Di sekolah ini terdapat empat lapangan, yaitu dua lapangan basket – indoor dan outdoor –, satu lapangan futsal, dan satu lapangan tenis. Rena menuju lapangan basket indoor yang berada di belakang sekolah dan jarang sekali orang datang ke tempat itu, kecuali jika sedang ada pertandingan tempat itu pasti ramai.
Rena melihat seseorang sedang mendrible bola basket dan tidak lama melakukan shooting, tembakkannya berhasil masuk dengan mulus ke ring. Rena berdecak kagum melihat hal itu. Namun, dari permainannya Rena dapat melihat jika Ana bermain dengan luapan emosi.
Rena kembali memfokuskan pandangannya pada Ana, seketika matanya membulat saat melihat seseorang datang menghampiri Ana melewati pintu yang berbeda dengan Rena.
“Kak Ade.” Gumam Rena.
Sepertinya mereka berdua terlibat obrolan yang cukup serius.
Rena menajamkan pendengarannya. Sayup- sayup dia dapat mendengar apa yang sedang dibicarakan mereka berdua, walau tidak mengerti mengarah kemana percakapan itu.
“Na, lo masih marah sama gue?” Tanya Ade.
Ana tidak menggubris pertanyaan Ade, dia terus melakukan drible dan shooting. Ade juga terus berusaha menghalangi jalan Ana. Namun Ana tidak peduli, dia berbalik dan menuju ke ring yang lain. Ade terus mengikuti kemana Ana pergi.
“Ana, gue udah berkali- kali minta maaf sama lo. Gue mohon lo maafin gue. Lo tau gue bener- bener tertekan, please maafin gue.” Pinta Ade dengan suara yang tadinya keras berubah melemah.
Rena masih bersembunyi di balik pintu lapangan, dia tidak melewatkan sepatah kata pun. Rena terdiam terpaku, sebenarnya apa yang dilakukan Ade sampai Ana benar- benar marah.
“Ana! Please, gue bener- bener tertekan!” Kata Ade kalap, sekarang penampilannya benar- benar berantakan.
Ana memantulkan bola basketnya keras dan membiarkan bola itu menggelinding entah kemana.
“Emang lo aja yang tertekan?! Lo nggak tau gimana gue dan keluarga gue juga sama tertekannya!" Bentak Ana dan berbalik. “Gue benci, bener- bener benci lo! Kalo aja Abang gue nggak pernah kenal sama lo, pasti sekarang dia juga masih hidup. Dan sekarang, lo jangan pernah ganggu hidup gue dan keluarga gue!” kata Ana, dia langsung mengambil bola basketnya dan pergi dari tempat itu.
Rena menyingkir dari tempat itu, meloncat ke semak- semak yang berada di samping pintu dan bersembunyi. Tidak lama Ana keluar, ekspresinya datar. Rena memperhatikan punggung Ana yang berjalan semakin menjauh. Sepertinya sekarang bukan waktu yang tepat untuk mengajak Ana berbicara. Setelah Ana sudah tidak terlihat lagi, barulah Rena keluar dari persembunyiannya.
Kini Rena beralih ke lapangan basket, disana terlihat Ade terduduk lemah dan kepalanya menunduk dalam. Ade mengacak rambutnya frustasi, keadaannya sekarang ini benar- benar sangat buruk. Ini juga bukan waktu yang tepat untuk bertanya pada Ade, apa yang sebenarnya sedang terjadi. Rena memutuskan kembali ke kelas, karena bel masuk sudah berbunyi tiga menit yang lalu.
🍂🍂🍂
Rena berjalan pelan menuju kelasnya, sebenarnya dia sedang tidak ingin menerima pelajaran saat ini. Kejadian tadi membuat Rena tidak bersemangat dan juga terus kepikiran, ia terus menundukkan kepalanya. Jelas sekali saat ini wajah Rena terlihat mendung.
Akhirnya kaki Rena tidak membawanya ke kelas, melainkan sampai depan pepustakaan yang terlihat seperti tak berpenghuni. Rena memasuki perpustakaan itu, memilih tempat duduk yang agak pojok. Rena mengambil sebuah buku yang berada didepannya, tetapi tidak berminat untuk di baca. Rena kembali terngiang kejadian tadi di lapangan basket. Dia sangat ingin mencari tahu masalah apa yang terjadi diantara Ade dan Ana.
Rena sempat mendengar Ana mengatakan tentang Kakaknya, ada apa dengan Kakak Ana? Mengapa Ade juga ikut terlibat? Dan keluarga Ana juga terlibat.
Rena menghembuskan nafas keras, membuat penjaga perpustakaan mengingatkan dirinya untuk tetap tenang. Walau pun di dalam perpustakaan ini hanya ada Rena dan si penjaga. Rena menopang kepalanya dan masih berfikir, dia seperti sedang membuat sebuah teka- teki yang sangat sulit. Rena menggeleng- gelengkan kepala kuat, untuk menepis semua kemungkinan yang tiba- tiba menjembul di kepala Rena.
“Nggak pusing lo geleng- geleng kayak gitu?” tanya seseorang dari balik sebuah komik, wajah orang itu tertutup dengan komik yang dibacanya.
Rena menghentikan kegiatannya dan menoleh orang yang tiba- tiba ada didepannya itu. Rena memperhatikan orang itu dari atas sampai bawah melalui kolong meja. Rena memiringkan wajahnya, dia tidak mengenal orang didepannya ini. Ternyata orang itu sudah dari tadi berada di perpustakaan, hanya saja Rena yang tidak menyadarinya.
“Lo siapa?” Tanya Rena lirih. Orang didepannya menurunkan komik yang sedari tadi dibacanya.
“Tara.” Kata Tara seraya tersenyum, detik berikutnya senyumnya memudar dan wajahnya kembali tertutup komik.
“Ngapain lo kesini?”
“Lo nggak tau apa fungsi perpustakaan?”
Seketika Rena menyadari pertanyaan bodoh yang baru saja dilontarkan untuk Tara. Akhirnya Rena memilih untuk diam dan menunduk melihat buku yang sedari tadi dibiarkan terbuka tanpa dibaca.
“Lo mikir apa?” Tanya Tara, tetapi pandangannya masih asyik dengan komiknya.
Rena mendongakkan kepalanya, apa ekspresi Rena sangat mudah di tebak. Rena menggelengkan kepalanya.
“Nggak lagi mikir apa- apa.”
Rena bangkit dari duduknya dan segera keluar dari perpustakaan. Dia teringat jika tidak boleh dekat- dekat dengan Tara.
🍂🍂🍂
Sepulang sekolah Rena menerima pesan dari Ade, bahwa hari ini mereka tidak bisa pulang bersama. Rena tidak bertanya lebih jauh lagi, Rena tahu apa yang menyebabkan Ade tidak bisa pulang dengan dirinya. Ade memang butuh waktu untuk sendiri saat ini, Rena tidak akan mengganggunya. Rena tadi juga sempat melihat motor Ade yang sudah tidak ada di tempat parkir.
Namun, sekarang Rena kebingungan sendiri karena dia belum hafal jalan pulang. Rena mencari pesan yang disimpan di draft, berharap alamat rumahnya masih ada di draft. Akhirnya ketemu, beruntung Rena belum menghapusnya. Rena pun menyetop sebuah taksi yang lewat dan segera menyebutkan alamat rumahnya. Taksi sudah mulai berjalan menjauhi area sekolah.
Taksi Rena berjalan di sebuah jalan yang sudah mulai Rena kenal. Tiba- tiba dari belakang taksinya di salip oleh cagiva merah terang, motor itu melaju dengan kecepatan yang tidak biasa, melesat melewati taksi Rena.
“Dasar, anak zaman sekarang. Udah nggak sayang nyawa sendiri.” Gumam sopir taksi itu.
“Pak, ikuti motor itu!” pinta Rena.
“Neng kenal?”
“Ikutin aja, Pak! Cepet, keburu nggak kelihatan.”
Sopir itu pun mengangguk dan segera mempercepat laju taksinya. Entah mengapa Rena merasa bahwa Tara juga tahu sesuatu tentang masalah Ade. Taksi itu terus mengikuti cagiva Tara yang meliuk- liuk diantara beberapa kendaraan yang lain. Cagiva itu berbelok di sebuah jalan, Rena meminta sopir taksi itu untuk tidak terlalu dekat dengan motor Tara.
Tara berhenti di sebuah bangunan berwarna putih bersih dan terlihat amat sepi. Tara memarkirkan motornya di depan bangunan itu, tidak lama ada seorang wanita yang berumur sekitar empat puluhan yang keluar dari bangunan itu. Rena masih terus memperhatikan Tara dari dalam taksi.
Tara mencium tangan wanita itu dengan hormat dan mereka mengobrol cukup lama di sana. Namun, sayang Rena tidak dapat mendengarkan apa yang sedang dibicarakan. Tiba- tiba ada beberapa anak keluar dari bangunan itu, mereka terlihat senang dengan kedatangan Tara.
“Jalan, Pak. Ke alamat yang tadi.” Pinta Rena, sopir itu mengangguk dan segera menginjak gas.
Rena melirik sekilas papan nama yang tertulis di depan bangunan itu, “Panti Asuhan Amanah” begitulah yang tertulis. Satu misteri lagi bagi Rena, otaknya kembali dipaksa berfikir. Sebenarnya Rena tidak peduli dengan apa yang dilakukan Tara saat di sekolah, karena dia memang tidak terkesan sama sekali.
Namun, begitu melihat Tara di Panti tadi dan sangat sopan, membuat Rena mau tidak mau juga penasaran. Walau sebenarnya Rena tidak berhak mengetahui hal pribadi orang lain.
🍂🍂🍂
Sedari pulang sekolah Rena mengurung diri di kamar, yang dikerjakan hanya duduk di teras kamar memandang lurus ke depan. Saat Ade pulang pun, Rena masih fokus dengan pandangannya. Begitu juga dengan Ade, dia tidak menyadari ada Rena di teras kamar. Dia terlalu lelah untuk sekedar menyapa Adiknya, Ade berjalan menunduk.
Mendung di wajah kedua kakak beradik ini belum juga hilang. Ade juga mengurung diri di dalam kamarnya. Membuat heran sang Tante, karena biasanya rumah menjadi ramai semenjak kedatangan Rena.
“Bi, anak- anak pada kemana? Nggak disuruh makan?” Tanya Tante Kirana saat melihat meja makan hanya ada dirinya.
“Dari tadi Bibi sudah nyuruh makan, tapi mereka nggak jawab. Dari pulang sekolah Mbak Rena mengurung diri di kamar, Mas Ade juga. Mereka berdua tadi juga pulang nggak bareng, sama- sama pulang telat lagi.” Lapor Bi Tun.
“Kenapa ya? Mereka berantem?”
“Saya juga nggak tau.”
“Masa’ baru beberapa hari udah pada berantem, nggak kayak biasanya.” Gumam Tante Kirana. “Nanti saya cek ke kamarnya.” Lanjut Tante Kirana dan diangguki oleh Bi Tun.
Selesai makan malam, Tante Kirana menuju ke kamar Rena terlebih dulu. Dia memegang kenop pintu dan mencoba membuka pintu tersebut, tetapi ternyata terkunci dari dalam. Kamar Rena juga terlihat gelap, biasanya jika lampu masih menyala akan terlihat bayangan dari celah pintu. Tante Kirana mengetuk pelan pintu kamar Rena.
“Ren, kamu belum makan kan? Dari tadi siang malah.” Kata Tante Kirana masih mengetuk pintu kamar Rena. Tidak ada jawaban.
“Rena!” panggil Tante Kirana. Tetap tidak ada jawaban, membuat Tante Kirana khawatir.
“Rena, kamu baik- baik aja kan?”
Terdengar suara krasak- krusuk dari dalam dan suara pintu tertutup, Rena sedang menutup pintu teras dan menutup tirai.
Tante Kirana masih belum mendapat jawaban, tetapi dia sedikit lega mendengar Rena tidak apa- apa. Dia bergeser menuju pintu disebelahnya, kini keadaan kamar di sebelah kamar Rena berbeda. Lampu masih menyala, tetapi itu hanya lampu tidur yang terlihat redup.
Tante Kirana mengurungkan niatnya untuk mengetuk pintu kamar Ade, dia beranggapan bahwa sang pemilik kamar sudah tidur. Karena Tante Kirana tahu Ade tidak bisa tidur jika kamarnya gelap, berbeda dengan Rena yang lebih suka gelap. Tante Kirana pun masuk ke kamar paling ujung dan menghembuskan nafas pasrah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 23 Episodes
Comments
W⃠🦃𝖆𝖑𝖒𝖊𝖎𝖗𝖆 Rh's😎
lanjut
2020-10-26
1
Erlina Khopiani
like.
2020-10-17
1
Sept September
likee
2020-10-08
1