''Emang enak! Rasain kamu Adara! Ups, sorry, maksud aku Kakak madu ku yang malang,'' suara Winda terdengar jelas dari balik pintu yang tertutup rapat. Mereka seperti nya bahagia sekali melihat aku menderita.
''Makanya tahu diri kamu jadi orang. Kamu harus ingat kalau kamu itu besar di Panti. Jadi jangan pernah kamu bermalas-malasan di rumah ini, jangan harap kamu diperlakukan seperti seorang putri raja, apalagi berani melawan Saya dan menantu kesayangan Saya. Udah dikasih makan dan tempat tinggal gratis, bukannya berterimakasih dan bersyukur, ini malah nyolot! Dasar tak tahu diri kamu Adara!'' timpal Mama Sari.
Aku tersenyum getir mendengar perkataan Mama Sari, bisa-bisanya dia berkata seperti itu, apakah dia tidak pernah mendengar pengajian tentang rumah tangga? Tentang tanggung jawab seorang pria setelah menikahi seorang gadis.
Bukankah setelah Mas Erlang meminang aku maka Mas Erlang wajib bertanggungjawab atas hidup ku sepenuhnya.
''Ma, emang dia anak Panti, ya?'' Winda terdengar bertanya. Dia seperti nya sengaja mengeraskan nada suaranya agar kedengaran oleh aku.
''Iya Sayang. Makanya selama ini Mama tidak pernah menyukainya. Jangankan Mama, orangtuanya sendiri saja tidak pernah menginginkan kehadiran nya di dunia ini makanya dia dibuang di Panti. Dia itu wanita pembawa sial,''
''Waw ... Dibuang? Menyedihkan sekali!''
''Iya, kata Ibu Panti yang membesarkan nya, dia menemukan Adara di depan pintu Panti saat subuh-subuh sekali, pasti orangtua kandung nya sengaja membuangnya,''
''Idiihhh kok aku rasanya nggak banget ya punya Kakak madu seorang anak Panti. Rasanya enggak level gitu, jauh sekali kalau dibandingkan sama aku yang merupakan putri dari seorang pengusaha,''
''Cepat atau lambat kamu pasti akan menjadi istri satu-satunya Erlang, Sayang. Mama akan membuat wanita itu ditalak oleh Erlang secepatnya,''
''Ah, Mama memang mertua yang baik untuk aku. Ya udah, kalau begitu mending kita lanjut makan aja yuk, Ma. Kita habiskan semua makanan yang di masak oleh Adara tadi,''
''Yuk Sayang ...,''
''Selamat menanggung rasa lapar Adara,'' pintu digedor dari luar dengan keras beberapa kali, setelah itu terdengar suara langkah kaki semakin menjauh disertai suara tawa Winda dan Mama yang menggelegar.
Tega sekali mereka.
Lagi-lagi tangis ku pecah, kini tangis ku bukan hanya karena di sakiti oleh Mas Erlang, Mama Sari dan Winda lagi. Tapi aku menangis mengenang nasibku. Tentang kenapa waktu aku masih bayi aku dibuang di depan Panti oleh orangtuaku? Apa salahku sehingga mereka tidak sudi merawat serta menjaga aku. Padahal aku tidak pernah meminta untuk dilahirkan di dunia ini, aku ada karena mereka. Mereka yang hingga kini tak aku tahu seperti apa rupanya.
*
Hingga waktu tengah hari, aku merasa perutku semakin sakit saja disertai suara cacing-cacing minta diberi makan. Tidak ada satupun makanan yang bisa aku santap sekarang untuk pengganjal rasa lapar, karena aku memang tidak pernah menyetok makanan di dalam kamar.
Aku lalu menyalakan ponsel ku, aku akan mengirim pesan kepada Mas Erlang. Memohon sedikit belas kasih kepada pria kejam itu tak ada salahnya, aku tidak ingin mati sekarang. Masih banyak hal yang harus aku lakukan di dunia ini, yang utamanya adalah, aku harus bisa lepas dari Mas Erlang dan setelah itu aku harus bisa bangkit menjadi wanita sukses, agar orang-orang tak memandang aku dengan sebelah mata lagi.
''Mas, perutku sakit sekali, karena dari kemarin sore aku belum makan,''
''Aku sungguh tak tahan lagi, Mas,''
Aku mengirim pesan kepada kontak yang bernama suamiku. Netra ku berkunang-kunang menatap layar ponsel, kepala ku sungguh pusing sekarang ini.
Jelang beberapa detik, aku lihat contreng dua sudah berubah bewarna biru. Pesan dari aku sudah di baca oleh Mas Erlang.
''Mas tidak peduli Adara. Masih butuh beberapa jam lagi menjelang Mas pulang dari Kantor. Mas yakin kamu bisa menahan rasa lapar mu itu,''
''Tapi, Mas ...,''
''Tidak ada tapi-tapian Adara. Biar tahu rasa kamu! Dan supaya setelah ini kamu bisa lebih menghargai Mama!''
''Jahat kamu, Mas! Aku akan mengirim pesan kepada Mas Tama, akan aku katakan semuanya kepadanya. Tentang kamu yang telah menikah lagi dan kamu yang tega mengurung aku dalam keadaan lapar,'' balasku mengancam. Mas Tama adalah sosok pria yang telah aku anggap sebagai kakak aku sendiri, karena kami sama-sama besar di panti. Mas Erlang dan Mas Tama bekerja di kantor yang sama, dan dari Mas Tama lah aku bisa kenal dengan Mas Erlang dulu, karena Mas Erlang yang sering main ke Panti menemui Mas Tama. Mereka merupakan teman dekat.
''Jangan berani kamu lakukan itu Adara! Jangan coba-coba kamu mengancam suami mu ini! Karena kalau sampai kamu mengadu kepada Tama, maka Mas akan menghentikan mengirim bantuan ke panti. Mas tidak akan sudi lagi menjadi donatur tetap di Panti itu. Mengharap bantuan dari Tama saja tidak akan cukup untuk Panti itu, karena anak-anak di sana cukup banyak,'' gemetar tangan ku membaca pesan yang dikirim oleh Mas Erlang, air mata yang tadinya tak mau lagi menetes, kini netra ku mengabur karenanya. Ada saja caranya untuk menekan aku.
Kalau sudah begini aku tidak mungkin meminta pertolongan kepada Mas Tama, karena bagaimana nasib anak-anak panti kalau Mas Erlang menghentikan bantuan nya. Saat ini di Panti sedang ramai-ramainya anak yang tak mempunyai orangtua, mereka semua butuh makan dan butuh bantuan untuk memenuhi kebutuhan mereka yang tak sedikit.
Ya Robb, bantu aku.
Aku harus bagaimana lagi?
Tiba-tiba saja aku merasakan keringat dingin berlomba-lomba keluar dari kulitku. Lalu, setelah itu aku merasakan pusing yang tak tertahan lagi disertai tubuh yang rasanya lemas sekali.
*
Perlahan aku membuka mata dengan kepala masih terasa sakit. Cahaya terang menyilaukan penglihatan ku. Aku mengerjab beberapa kali untuk menormalkan penglihatan ku.
Saat sudah bisa melihat dengan jelas, ternyata sekarang tubuh ku sudah berbaring diatas kasur dengan selimut menutupi setengah tubuh ku.
Aku melihat ke arah pentelasi jendela, tak terlihat lagi cahaya matahari, yang ada hanya hitam, gelap. Malam telah datang rupanya.
Aku merasakan genggaman tangan pada tanganku, dan barulah aku sadari, Mas Erlang tampak tertidur di sisiku dengan kepala berpangku pada lengan nya. Dia tidur dalam posisi duduk.
Aku menatap nya lekat, saat pulas seperti sekarang, wajahnya tampak teduh menenangkan. Wajah yang pertama kali aku lihat dan aku nilai kalau dia adalah pria yang baik, pria yang bisa menjaga dan melindungi aku. Tapi seiring berjalannya waktu, karena terus mendapatkan hasutan demi hasutan dari Mama, Mas Erlang perlahan berubah. Aku tahu rasa cintanya masih tersisa untukku, tapi karena begitu menghormati Mamanya dan tidak mau menjadi anak durhaka dia kini berubah tega dan kejam kepada istrinya ini.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Sunarti
pergi aja Adara lama" kamu bisa mati
2023-08-20
5
blecky
idih emngx bntuanmu berapa smpai kyak bgtu ..jgan bodoh Andara hilbg 1 donatur akan tumbauh 10o orng donatur
2023-07-07
0
Sukliang
udah tau keluarga gila, kenapa bertahan
madih muda bisa cari kerja
2023-07-06
0