KCJ - 04

"Salah! Masih Salah! Saya sudah bilang tegakkan badannya Nona Bora, pandangan lurus ke depan, berjalan di satu garis yang sudah saya buat! Seperti ini," ujar Miss Helen pembimbing kepribadian Bora untuk kesekian kalinya yang sudah membuat telinga Bora memanas.

Bora mencoba melakukan seperti yang diperintahkan Miss Helen sekali lagi, tapi masih saja salah yang membuat Bora menghela nafas berat.

"Saya sudah bilang, pandangannya lurus ke depan, bukan ke bawah! Saya rasa pendengaran Nona Bora masih cukup baik untuk mendengarkan instruksi saya!" Perkataan Miss Helen membuat Bora mendengus kasar tanpa sadar.

"Wanita terhormat tidak mendengus Nona Bora! Wanita terhormat harus bisa menjaga emosinya dengan baik!" ujar Miss Helen yang membuat Bora mengumpat dalam hatinya.

Fix ini neraka! Kenapa hari ini harus ketemu sama orang-orang jutek, judes dan tak berperikemanusiaan sih?! rutuk Bora dalam hati.

Karena melihat Bora yang terus gagal dalam pelajaran pertamanya, Miss Helen mengganti topik pelatihan hari itu dengan mengajari Bora tentang table manner. Lagi-lagi Miss Helen menghela nafas lelah karena Bora sama sekali tak punya pengetahuan apa pun tentang tata cara makan yang baik dan benar saat di meja makan.

"Wanita terhormat tidak mengeluarkan suara saat makan, Nona Bora!" tegur Miss Helen untuk kesekian kali yang membuat kepala Bora seakan memanas dan ia memandang Miss Helen dengan emosi.

"Maaf Miss Helen yang terhormat, bisa kita rehat sejenak..., jujur kepala saya sudah mau pecah mendengar semua instruksi yang Miss ajarkan tadi!" ujar Bora secara perlahan sembari mengatur emosinya agar tidak meledak.

"Silakan! Waktu anda cuma sebulan untuk menjadi wanita sesuai dengan kriteria Nyonya Maharani, ibu dari Tuan Auriga. Dengan kepribadian anda yang seperti ini, saya ragu sebulan itu cukup!" ujar Miss Helen sembari duduk dengan posisi punggung tegak dan meminum tehnya dengan cara yang begitu elegan yang membuat Bora kagum sekaligus kesal.

****

"Halo, Pak Auriga! Bisa kita batalkan perjanjian kita?! Saya engga sanggup dengan semua pelatihan kepribadian ini!" ujar Bora yang merasa sangat lelah secara fisik dan mental.Ia menghubungi Auriga karena sudah tak tahan dengan semua dengan semua keriuhan selama pelatihan yang baru berjalan selama dua jam itu.

"Boleh! Silakan kembalikan uang saya sebesar 30 juta hari ini juga!" Perkataan Auriga sontak membuat Bora mengumpat dan membuat Auriga terkejut.

"Kamu barusan memaki saya?!" tanya Auriga dengan nada tinggi karena ia tak percaya Bora berani melawan dirinya. Bora terkejut karena mengira Auriga bisa membaca pikirannya.

"Bapak bisa baca pikiran saya ya, Pak? Saya kan mengumpat dalam hati saja!" balas Bora polos yang membuat Auriga menggeretakkan giginya. Bora meminta maaf kepada Auriga karena kelancangannya itu. Auriga pada akhirnya memberikan ultimatum agar Bora memikirkan kembali perkataannya tadi.

Bora terduduk dengan lemas di lantai kamar, dimana tadi Bora asal masuk ke dalam satu ruangan di apartemen itu agar pembicaraannya dengan Auriga tidak terdengar oleh Miss Helen.

Pada akhirnya Bora menyerah, dan terpaksa melanjutkan perjanjian mereka karena ancaman Auriga sudah cukup untuk membuat nyalinya menciut. Ia kembali membayangkan kondisi anak-anak panti asuhan dan menjadikan hal itu menjadi pemicu semangatnya untuk bisa menaklukkan Miss Helen dan menyelesaikan pelatihan itu dengan sebaik mungkin.

****

Saat hari menjelang sore, Miss Helen menyudahi pelatihan mereka untuk hari itu. Hal itu membuat Bora menghela nafas lega. Ia mengantarkan Miss Helen keluar, setelahnya ia luruh ke lantai sembari menumpahkan air mata yang sejak tadi sudah ditahannya. Ia tak menyangka bahwa demi uang seratus juta dan biaya penggantian kaca mobil mewah Auriga, ia harus bekerja sedemikian keras untuk merubah dirinya.

Beginilah nasib orang tak punya, batin Bora sembari memukul dadanya yang terasa sesak.

Tiba-tiba ponsel Bora berdering, sebuah nomor tak dikenal menghubungi dirinya.

"Saya sudah memesan taxi online, dan supirnya sudah menunggu di bawah. Silakan langsung mengambil barang-barang anda dan bersiap untuk pindah, Mba Bora! Itu perintah dari Pak Auriga!" ujar Miguel sang asisten yang langsung memutuskan panggilannya setelah mengatakan hal itu.

"S*al!!!!" seru Bora melampiaskan kekesalannya karena harus berurusan dengan orang-orang dingin seperti Auriga, Miguel dan Miss Helen.

****

Bora sampai di kos dengan tubuh lunglai. Saat ia hendak memasuki kosan, tiba-tiba ia mendengarkan siulan yang berasal dari kedai kopi Mang Ahmad yang terletak di seberang kosan Bora.

"Wahai juwita, Neng Bora terkasih, kenapa baru pulang jam segini? Kata emak, anak perawan engga boleh pulang jam segini!" seru Mamet supir ojek online yang sering mangkal di kedai itu. Mamet juga merupakan teman Bora mengobrol atau bermain catur bila Bora sedang ingin menghabiskan waktunya dengan meminum kopi dan memakan camilan.

Bora yang mendengar kicauan Mamet hanya bisa menghela nafas berat dan ingin mengabaikan suara sumbang itu. Tapi ia teringat bahwa malam itu adalah malam terakhir ia tinggal di kos itu dan bertemu dengan Mamet maupun Mang Ahmad sang pemilik warung. Ia menepis semua kegundahannya dan memilih menghabiskan malam itu berkumpul dengan para sahabatnya, melupakan kesedihannya selama sesaat.

"Met, lu jangan pergi dulu. Tunggu aye bentar ye. Aye panggil si Agnia dulu, lu temenin kite ngopi sampe tengah malam ye!" seru Bora yang mencoba menduplikasi logat betawi milik Mamet. Mamet merupakan pemuda asli betawi yang lucu dan baik hati, sehingga baik Bora maupun Agnia betah mengobrol dengan pemuda itu.

Tak lama Bora dan Agnia pun memasuki kedai kopi Mang Ahmad dan duduk di hadapan Mamet yang tersenyum malu tapi mau, saat melihat dua gadis kesayangannya itu duduk di depannya.

"Biasa aja tuh muka, jangan pasang muka mupeng gitu napa yak?!" ujar Agnia yang membuat Mamet cengengesan sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal.

Bora dan kedua sahabatnya itu mengobrol santai sambil meminum kopi mereka.

Tiba-tiba sebuah pesan, masuk ke ponsel Bora yang membuat ia menghela nafas berat saat membaca pesan itu.

Pindah malam ini juga, besok jam lima pagi, seorang trainer yoga akan datang ke apartemen untuk melatih kamu. Badan kamu belum ideal, harus lebih langsing lagi!

Dasar, CEO s*alan! batin Bora sembari memukul meja yang membuat Agnia dan Mamet terkejut.

"Yaelah nih bocah kesambet apaan barusan yak? Kenapa engga ada angin, engga ada hujan lu gebrak meja sih?" gerutu Mamet sembari mengelus dadanya. Bora hanya diam sambil mengepalkan tangannya.

"Malam ini, aye pindah! Lu berdua jangan kangen. Mang Ahmad, aku pamit ya! Uang kopinya tagih aja ke si Mamet, traktiran terakhir lu, Met. Besok-besok aye udah engga bisa minta traktiran lu lagi soalnye," ujar Bora berusaha melucu padahal kesedihan tampak jelas dimatanya.

Bora langsung beranjak dari tempat duduknya, dan bergerak menuju kosan. Ia membereskan barang-barang yang akan dibawa dan menitipkan sisa barangnya kepada Agnia untuk dikirimkan ke panti asuhan Kasih. Agnia memeluk sahabatnya itu dengan erat dan melepaskan kepergian Bora dengan setengah hati.

Bora menahan air matanya selama perjalanan kembali ke apartemen. Ia meminta tolong untuk diantarkan ke swalayan untuk membeli perlengkapan perang yang akan dibawanya ke apartemen barunya itu.

Brak!!!

Bora melihat seorang laki-laki tua yang terjatuh tak jauh dari swalayan. Ia segera berlari menolong lelaki tua itu, bersamaan dengan kedatangan seorang lelaki paruh baya yang ternyata mengenal lelaki yang ditolong Bora itu.

"Tuan besar! Non, tolong bantu saya bawa majikan saya ke mobil ya!" ujar lelaki yang sepertinya merupakan bawahan dari lelaki tua tadi. Bora mengangguk dan membantu memapah lelaki tua itu.

Bora pun membantu Pak Samsul yang merupakan supir dari lelaki tua tadi, untuk mengantarkannya ke rumah sakit setelah Bora membayar taxi online yang ditumpanginya tadi dan mengambil semua barang miliknya.

****

"Kalo begitu saya permisi dulu ya pak!" ujar Bora setelah memastikan lelaki yang ditolongnya tadi sudah memasuki ruang IGD. Pak Samsul mengangguk dan mengucapkan terima kasih karena Bora telah menolong mereka.

Bruk!!!

"Ahh, maaf," ujar seorang wanita paruh baya yang sepertinya sedang terburu-buru dan berlalu begitu saja setelah ucapan maaf yang terasa singkat itu.

****

Terpopuler

Comments

hitari yura

hitari yura

boleh nih buat belajar buat novel aku kalau buat novel banyak dialog nya dan kalau tanpa dialog kayak alur cerita .

2023-07-06

2

Syabil_aw

Syabil_aw

Duhhh, untung Bora sabar dan butuh uang. kalau enggak,udah habis tuh mereka berdua ditendang Bora🤭 semangat terus Tor

2023-06-23

2

Ig.tinasali85

Ig.tinasali85

lanjut thor, saling support aja nya, Mampir juga di karyaku " mafia bos love story" oke😄

2023-06-23

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!