Pagi yang indah untuk hati Kinan yang terlihat muram. Hari ini Kinan harus menjalani aktivitas di sekolah tanpa Lia, entah mengapa sahabatnya itu tiba-tiba sakit padahal semalam dia telah membuat kegaduhan di rumahnya dengan teriakan lengkingnya.
"Kinan! lo di panggil sama Pak Jaedi!"
Kinan menoleh ke samping, dimana seorang gadis yang memanggilnya tadi, panggil saja dia Susan. Kinan hanya membalas senyum walau gadis itu menampilkan ekspresi sinis.
"Wih, buku apa nih," Susan mengambil buku yang tergeletak di depan Kinan dan membukanya asal.
Sontak Kinan merebutnya lalu menyembunyikan di laci mejanya. Namun telat, Susan telah melihat beberapa bagian dari buku itu.
"Aku permisi dulu ya, Pak Jaedi udah nungguin aku," pamit Kinan dan bergegas pergi, melangkahkan kakinya menuju ruang guru. Ia sengaja buru-buru pergi agar Susan tidak bertanya sesuatu yang tidak dapat Kinan jawab.
Tok tok!
Kinan mengetuk pintu yang bertuliskan 'Ruang Guru' itu, lalu masuk setelah mendapat izin dari salah satu guru yang ada di dalam ruangan tersebut, "Permisi, Bapak manggil saya?"
"Duduk," titah Pak Jaedi yang diangguki dengan patuh oleh Kinan.
Kinan meneliti cowok yang juga duduk di depan Pak Jaedi, melihat postur tubuhnya, rasanya tidak asing bagi Kinan. Dengan penasaran Kinan semakin mendekati kursi sambil terus menatap ingin tahu cowok itu yang sejak tadi tidak berbalik juga. Saat ia sudah mengambil tempat duduk tepat di samping cowok tersebut, barulah ia sadar siapa orang itu.
Langit Arsenio Rajendra.
Kinan menghela napas berat. Perasaan tak nyaman ia rasakan duduk di samping Langit, ditambah aura yang mencekam semakin membuat Kinan risih.
"Kinan, kamu tau kenapa Bapak panggil kamu?"
"Kenapa ya, Pak? bukannya kemarin saya ikut ulangan susulan pas selesai dihukum, atau karna nilai saya merah?"
Pak Jaedi menggeleng, "Bapak panggil kamu karna nilai Langit sangat turun dari nilai standar di ulangan kemarin, jadi Bapak mohon agar kamu ajarin dia agar ulangan berikutnya nilai nak Langit sedikit meningkat."
'What?!'
"Pulang sekolah nanti usahakan kamu sudah mulai mengajari nak Langit karna besok nak Langit sudah ulangan susulan."
"Tapi kenapa harus saya Pak? ada banyak siswa yang jauh lebih pintar dari saya," tanya Kinan.
"Bapak sudah merekomendasikan 3 orang termasuk kamu pada nak Langit dan nak Langit pilih kamu," jelas Pak Jaedi yang membuat Kinan menatap tajam sang pelaku. Yang ditatap pun hanya bersikap acuh tak acuh.
Kinan mendesah lelah, tidak ada pilihan selain mengangguk. Ia tidak habis pikir dengan jalan pikir guru biologinya itu. Nilai Langit yang turun, terus kenapa dia yang harus direpotkan?
***
"Buku aku dimana?" tanya Kinan pada dirinya sendiri ketika mendapati laci mejanya yang sudah kosong.
Setelah pulang dari ruang guru sampai bel pulang sekolah berbunyi Kinan belum sempat memeriksa laci mejanya, ia pikir bukunya masih ada pada tempatnya namun ia salah.
Pikirannya mulai resah, walaupun ia tau tak ada buku itu di dalam tasnya ia tetap menggeledah kembali tasnya namun nihil, hasilnya tetap sama saja.
"Susan kamu liat buku aku nggak?"
Susan yang berdiri tidak jauh dari Kinan menggeleng dengan wajah yang selalu terlihat sinis itu.
"Maksud lo apa? lo nuduh gue yang ambil buku lo?"
Kinan segera menggeleng,"Nggak, aku cuman nanya doang."
Susan berjalan mendekati Kinan, ia menyempatkan menendang meja Kinan sebelum pergi. Lagi dan lagi Kinan menghela napas lelah. Ia hanya bisa mengelus dada dengan sabar.
"Lagi nyari apa?"
Kinan mendongak, betapa terkejutnya dia bersama mata yang membola sempurna. Kakinya terasa lemas dan tak berdaya.
'Langit!' ujarnya dalam hati.
"Ayo pulang bareng," tangan berurat Langit mencengkram erat lengan mungil Kinan, dan sebelah tangannya lagi membawa tas milik Kinan. Langit menarik tubuh Kinan yang tidak terasa apa-apa itu keluar kelas.
"Lepas! aku nggak mau!" pemilik tangan yang ditarik meringis menahan rasa sakit yang terasa menusuk di bagian tulang pergelangannya.
Langit menghentikan langkahnya, beralih mencengkram rahang Kinan yang membuat dagunya sedikit tertarik ke atas. Matanya menatap lurus manik Kinan, benar-benar tatapan yang menakutkan dan menusuk baginya.
"Gue nggak terima penolakan!"
Mau tidak mau Kinan pasrah ketika Langit kembali menariknya melewati banyaknya siswa dan siswi yang menatap ke arah mereka. Kinan risih akan tatapan itu, terutama tatapan para gadis yang seolah ingin memakan hidup-hidup dirinya.
"Pakai!" Langit menyerahkan helmnya kepada Kinan setelah ia menaiki motor sport-nya.
"Nggak!" balas Kinan yang membuat emosi Langit meradang.
"Ini perintah! jadi cepet pakai!"
Kinan melipat kedua tangannya di depan dada, "Aku nggak mau sebelum kamu kasih tau mau bawa aku kemana!"
"Lo pikun atau apa? lo lupa kalau hari ini lo harus ngajarin gue?"
Kinan menatap nyalang namun Langit masih tetap dengan ekspresi datarnya, "Nggak bisa besok? hari ini aku capek."
"Gue bilang nggak ada penolakan!"
"Emangnya aku babu kamu? bukan kan? jadi jangan paksa aku!"
"Nolak aja, gue bakal ngasih tau Pak Jaedi kalau lo nggak mau ngajarin gue."
Mendengar ancaman tersebut membuat Kinan berdecak, "Kasih tau aja."
"Kinan! pakai helmnya atau gue seret pakai motor!" ancaman Langit yang membuat pertahanan Kinan sedikit menciut. Langit bukanlah type orang yang suka mengancam. Jika sudah mengatakannya, pasti itu akan terjadi. Jadi Kinan memilih aman dengan memakai helm yang diberikan Langit.
"Pegangan!"
Kinan kembali menurut dengan memegang pundak Langit.
"Lo pikir gue tukang ojek?" Kinan menggeleng lugu menanggapi, "Pegangan di sini," Langit membawa tangan mungil tersebut ke perutnya yang secara tidak langsung membuat Kinan memeluknya.
Lantas Kinan segera melepaskan pelukan itu, "Dasar cowok tukang modus!"
"Asal lo tau, orang yang dibonceng lebih berisiko cedera parah saat kecelakaan dibanding yang membawa motor."
"Terus apa hubungannya peluk kamu sama kecelakaan?"
Langit berdecak mendengarnya, sungguh Kinan menguras tenaga. Dengan kesal Langit menarik tuas gas hingga membuat Kinan memeluknya secara refleks.
"LANGIT!!"
Motor itu pergi melaju meninggalkanarea sekolah tanpa mempedulikan teriakan Kinan. Menyisakan beberapa siswa siswi di sana yang menatap tidak suka pada Kinan.
"Sella, menurut lo Kinan kecentilan nggak sih, sama Langit?"
"Iya Sel, masa lo kalah sama si cupu!'
Iin dan Meta, si kompor meleduk mulai memanas-manasi Sella.
"Emang kenapa sih? gue malas ngurusin mereka."
"Btw gue ada sesuatu," Meta mengangkat buku usang berwarna biru itu di depan Sella.
"Itu apa?" tanya Iin mewakili kebingungan Sella.
"Bukunya si cupu, gue dapat dari Susan."
Seketika Iin menatap jijik buku itu, "iyuw, ngapain sih pegang-pegang buku dia."
"liat aja besok, Kinan pasti bakal dapat masalah."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 27 Episodes
Comments