Chapter 2

Suara riuh mengisi area kantin, bel istirahat akan berbunyi dua menit lagi namun kantin sudah hampir full diisi oleh manusia-manusia kelaparan.

Kinan yang kebetulan kelasnya sedang jamkos sudah duduk santai menyantap hidangan lezat di depannya dengan ditemani Lia, si gadis tomboi yang sudah bersahabat dengan Kinan sejak masih menduduki bangku TK.

Suara riuh yang begitu bising kini tiba-tiba menjadi hening. Kinan yang penasaran mengangkat kepalanya dan mencari sumber keheningan tersebut. Dan saat itu lah, untuk ke dua kalinya tatapan Kinan dan Langit kembali bertemu.

Hanya sebentar karena Lia yang mencolek-colek lengan Kinan berkali-kali, "Nan! Nan! jangan liat matanya dia!"

Kinan menoleh dengan kening mengkerut, "Memangnya kenapa?"

Tidak mengherankan jika seorang Kinan tidak mengetahui desas-desus tentang Langit. Keseharian gadis itu di sekolah hanya menghabiskan waktunya membaca buku di sudut perpustakaan.

"Jangan berani natap matanya, entar lo dapat masalah," bisik Lia pelan, takut ada yang mendengarnya. Bahkan suara nyamuk saja bisa kedengaran di lautan hening ini.

"Loh memangnya kenapa? tadi pagi aku juga nggak sengaja natap matanya dia, tapi sampai sekarang aku masih baik-baik aja," Kinan menjawab acuh sembari memasukan potongan kecil somay ke dalam mulutnya.

Lia melotot mendengar pengakuan Kinan, jika tidak mengingat ada Langit dkk di sana maka ia akan meneriaki Kinan bodoh sekencang mungkin. Lia meneguk ludahnya dengan susah payah, ia tidak tau bagaimana nasib sahabat bodohnya ini kedepannya nanti, "Kinan lo yang sabar ya, gua tau lo gadis yang kuat!"

Kinan menoleh heran ke arah Lia yang mengelus pelan punggungnya, padahal ia tidak merasa sedih lalu mengapa Lia menghiburnya?

"Lia, please jangan lebay! kamu liatkan aku sekarang masih baik-baik aja," ujar Kinan polos, gadis itu tidak tau bahwa kini nyawanya sedang di ujung tanduk.

"Nggak apa-apa, gue cuman mau bilang lo harus sabar!"

Kedua gadis remaja itu begitu asik dengan obrolan mereka tanpa sadar bahwa tatapan tajam mengintai mereka. Tidak, bukan keduanya tapi lebih tepatnya ke arah Kinan.

"Jordan, kasih dia red card!"

"Siapa?" Jordan menoleh ke arah belakangnya yang ditunjuk oleh Langit. Ia penasaran, pasalnya Langit hanya memberi red card pada orang yang benar-benar pantas mendapatkannya.

"Kinan."

Jordan menjatuhkan tatapannya ke arah gadis berkaca mata di sudut kantin, "Kinan yang itu?"

Langit mengangguk sekilas.

Ketiga sahabat Langit bertanya-tanya, entah kesalahan apa yang gadis malang itu perbuat sehingga mendapatkan red card dari Langit. Mendapat red card artinya siap-siap kehidupan kalian di sekolah akan diobrak-abrik habis oleh Langit bersama keempat printilannya. Yap, Danu, Jordan, Septian dan Dilan.

***

Beberapa menit setelah bel pelajaran berakhir, Kinan terlihat berjalan menuju lokernya untuk menyimpan beberapa buku paket yang masih ia pakai besok. Loker satu-satunya yang terlihat berbeda di sana, kenapa? karena lokernya yang selalu dicoret-coret dengan perkataan kurang pantas untuknya.

Kinan menghela napas kecil, ia mengeluarkan tisu basah yang selalu ia bawa ketika ke lokernya dan mulai menghapus coretan-coretan tersebut sampai bersih.

Setelah dikiranya sudah bersih, Kinan membuka pintu lokernya namun kertas kecil persegi berwarna merah menarik perhatiannya. Ia mengambilnya dan membolak-balikkan. Hanya sebuah kertas kosong.

Kinan tidak tau dari mana asalnya kertas kecil ini, apakah ada orang iseng yang mengerjainya?

"Kinan! lo lama banget sih! nyimpan buku aja Lam-- OH MY GOD! RED CARD??!!" Lia berteriak nyaring melihat red card di tangan Kinan. Setelah menyadari keributannya, ia segera menutup mulut. Untungnya hanya ada mereka berdua saja.

"Kinan! kasih tau gue, lo dapat kartu ini di mana?!"

"Apa sih Lia, jangan lebay deh!" tegur Kinan yang merasa Lia menanggapi sedikit berlebihan.

"Lebay? lo bilang gue lebay? Kinan sadar! ini red card!"

"Ya, terus?"

"Ini peringatan dari Langit, siapa pun yang dapat red card pasti akan jadi korban bully dia selanjutnya." Lia memegang pangkal hidungnya karena pusing.

"Pasti ini gara-gara lo natap matanya Langit!" tutur Lia yang membuat Kinan heran, apa sangkut pautnya dengan Langit?

"Langit? hubungannya sama dia apa?"

"Gini ya Kinanku sayang, kalo lo natap Langit lo bisa dapat masalah! bulan September kemarin ada satu cewek yang berani natap Langit, besoknya dia langsung buta!" Lia menceritakan sebuah rumor yang belum ada buktinya sampai sekarang untuk menakut-nakuti Kinan.

Kinan mengangguk-anggukan kepalanya, "Oh itu mungkin dia natap langit pas siang hari makanya buta, karena dia terpapar sinar ultraviolet dalam intensitas besar dan dalam waktu yang lama sehingga tidak menutup kemungkinan matanya dia akan menjadi rusak dan berujung pada kebutaan."

Rasanya Lia ingin menangis saja mendengar jawaban Kinan, bagaimana caranya dia untuk memberitahu Kinan kalau Langit yang dia maksud adalah Langit Arsenio Rajendra, bukan Langit di atas sana.

"Bukan Langit itu Kinan," ujar Lia yang sudah merasa gemas dengan sikap polos Kinan. Jika tidak mengingat Kinan adalah sahabatnya mungkin ia akan menggadaikan Kinan sekarang juga.

"Oh Langit senja? langit senja sih, nggak bikin buta, oh atau langit malam? mungkin karena bulan terlalu silau makanya dia bisa but--"

"Kinan! sebenarnya lo tau Langit Arsenio Rajendra nggak, sih?"

Dengan wajah polos Kinan menggeleng.

"Udah gue duga, lo pasti nggak tau!" kesal Lia, "Dia itu yang lo tatap di kantin tadi!"

"Oh dia."

"Iya, makanya jangan natap mata dia!"

"Memangnya kenapa kalau natap mata dia?"

Lia memegang dadanya, seseorang tolong panggilkan Dokter untuk Lia. Sepertinya jantung Lia akan berhenti berdetak sekarang juga karena lelah dengan sikap polos dan bodoh dari Kinan.

"Terserah deh Kinan, gue ikhlas kalau Langit ngapa-ngapain lo!" tutur Lia lalu melangkah pergi sebelum jantungnya bener-benar berhenti berdetak.

"Lia kenapa? kok marah?"

Oh demi dewanya nenek tapasya sepertinya Kinan belum menyadari bahwa dirinya dalam situasi siaga satu!

***

Malam ini Langit dan para sohibnya sudah berkumpul di warung mantan. Eitss, bukan mantan itu tapi mantan yang singkatannya dari 'mantap tenan'.

Saat ini mereka sedang duduk santai seraya menikmati secangkir kopi hangat yang telah dibuatkan Kang Joni. Katanya sih dia sodara kembarnya Johnny, oppa-oppa Korea. Katanya sih...

"Liat liat di sana, itu sodara saya di Korea namanya Johnny nama grupnya enciti, yah ampun jadi inget masa muda, dulu saya ganteng kayak dia," ujar Kang Joni bersemangat, sembari menunjuk ke tv tabung jadul.

"Nggak percaya gue," gumam Septian berkomentar.

"Shutt, iya'in aja sih, entar kita nggak bisa ngutang lagi," bisik Dilan.

"Kalian teh, nggak percaya? coba perhatikan muka saya, mirip kan?" Kang Joni memegang dagu sembari mengusap jenggotnya dengan wajah yang menurutnya keren namun terlihat aneh di mata Dilan dan Septian.

'Apaan anjirr nggak ada mirip-miripnya,' batin Septian.

Dilan mengangguk ragu seraya tertawa canggung menatap Kang Joni. 'Ketawa aja lah, biar masih dibolehin ngutang.'

"Mirip tidak?"

"Wihh iya! keren amat Kang, bisa mirip gitu ya, mukanya," puji Dilan, membuat Kang Joni senang. Berbeda dengan Septian yang menunjukkan ekspresi tidak terima.

Dilan memberi kode dengan mengedipkan kedua matanya secara berulang kali ke arah Septian, agar temannya itu paham akan situasi. Bisa gawat jika Kang Joni marah. Bisa-bisa undang-undang warung mantan pasal 1 ayat 2 negosiasi hutang bihutang lenyap!

"Lang! Kang Joni miripkan sama yang ada di tv?"

Langit mengangguk kecil sebelum meminum secangkir kopinya.

"Jordan! menurut lo, Dilan masih waras nggak? ngawur banget dia anjir, masa orang ganteng dimirip-miripin sama Kang Joni!" bisik Septian, kepada Jordan yang duduk lesehan di dekat kaki Langit.

"Jangan tanya-tanya dulu deh, gue gerah!"

"Doa aja minta hujan, siapa tau lo nggak gerah lagi," celetuk Dilan dengan nada candaannya.

"Langit, bisakah kau turunkan air? aku gerah dan kepanasan."

Byurrr

"Anj*ng!"

Langit menyemburkan kopi yang ada di mulutnya ke atas kepala Jordan. Bukan salahnya, Jordan sendiri yang meminta bukan?

"Lang! lo kalau ada masalah bilang! rambut gue jadi lepek nih gara-gara lo!" oceh Jordan.

"Hahaha, nggak salah sih, kan, lo yang minta air sama Langit," sahut Dilan yang sudah tidak dapat menahan tawanya.

"Langit yang gue maksud tuh yang di atas bukan Langit Arsenio Rajendra! lagian gue minta air bukan kopi yang kecampur ludah!" kesalnya.

"Masih untung gue sembur, belum gue kencingin."

Jordan bergedik ngeri mendengar ucapan Langit. Ia segera mengambil duduk yang jauh dari Langit agar pelaku aniaya terhadap rambutnya itu tidak bisa menjangkaunya lagi.

"Ada yang punya nomor Kinan?" tanya Langit tiba-tiba.

Semua yang ada disana seketika menoleh. Menatap bingung Langit, seriuskah gadis yang bernama Kinan itu melakukan kesalahan yang begitu fatal sehingga membuat seorang Langit sampai menginginkan nomornya.

"Si Kinan emang ada salah apa sih sama lo?" tanya Dilan ingin tahu, "Sampe lo minta nomornya segala," sambungnya lagi.

"Demen kali dia," celetuk Septian menyambung. Sontak semuanya bersorak cie-cie kepada Langit.

"Buruan!"

"Iye-iye! sabar napa Pak!" ujar Jordan seraya mengeluarkan ponselnya, mencari kontak Kinan di grup angkatannya.

"Udah gue cari-cari tapi gue nggak nemu di grup angkatan, gue cuman nemu Instagramnya."

Langit segera membuka ponselnya ketika notif dari Jordan berbunyi. Ia menatap screenshot profil Instagram milik Kinan, gadis yang membuatnya penasaran sejak tadi pagi.

Langit segera menutup kembali ponselnya. Ia hanya sekedar menatap profil milik Kinan tanpa berniat memfollow.

"Lah bentar, lo kan nggak punya Instagram jadi ngapain gue kasih Instagram Kinan?" Jordan merutuki kebodohannya namun tanpa dia ketahui, diam-diam Langit langsung membuat Instagram hanya untuk mengecek Instagram milik Kinan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!