Keenan Pradita Mahanta. Seorang pria berusia 29 tahun yang telah berstatus sebagai duda akibat sang istri harus meregang nyawa ketika tengah melahirkan putri ketiganya pada tiga bulan lalu, Danisha Athaluna Mahanta. Ia tak pernah menyangka jika perempuan yang dicintai harus pergi secepat itu apalagi di saat mereka sedang menantikan kehadiran anggota keluarga baru.
Butuh beberapa waktu bagi Keenan untuk bisa merasakan ketenangan setelah kepergian sang istri. Namun, begitu ia sudah bisa mulai menerima, ibu pria tersebut tidak berhenti mencarikan perempuan pengganti agar sang putri bungsu ada yang menjaga. Meskipun memakai bantuan dari baby sitter, tetapi hal itu tidaklah cukup.
Sebab ada dua anak lain yang juga membutuhkan sosok ibu di tengah-tengah mereka. Maka dari itu, karena Keenan malas mengenal sosok baru, ia memilih untuk meminta bantuan dari sahabat mendiang sang istri untuk memerhatikan ketiga anaknya, Grace Leoni.
Grace yang pada dasarnya senang menaruh kepedulian pada anak kecil, berhasil merebut perhatian ketiga anak Keenan. Akibat hal tersebut, Keenan tanpa berpikir panjang langsung meminta persetujuan Grace untuk menikah. Selain karena sudah dekat dengan ketiga anaknya, pun karena Keenan ingin membuat sang ibu berhenti menjodohkan dirinya dengan perempuan lain.
Tidak ada pilihan lain bagi Grace selain menolak permintaan Keenan karena perempuan itu merasa senang kebutuhan finansialnya terpenuhi semua. Hanya dengan menjadi istri seorang pengusaha terkemuka tak ayal dapat membuat dirinya menjadi perempuan yang serba berkecukupan. Apalagi ia dan keluarga sedang mengalami krisis ekonomi akibat sang ayah memiliki utang demi mempertahankan bisnis yang dikelola.
Lagi pula Grace hanya perlu hadir sebagai sosok ibu bagi ketiga anak Keenan, tak perlu melakukan kewajiban sebagai istri dengan patuh karena mereka menikah bukan atas dasar cinta. Cukup mudah, bukan?
Selain karena hal itu, juga karena Grace tak mungkin mengambil posisi mendiang sang sahabat. Meskipun ia menjadi kandidat terkuat untuk menjadi nyonya Mahanta yang baru, tetapi ia tetap tak akan pernah mau menjadi istri seutuhnya bagi pria tersebut.
Ah, memikirkan hal tersebut membuat kepala Grace berdenyut nyeri. Pernikahan tinggal menghitung jam, tetapi entah mengapa ia merasa ragu atas keputusan yang telah dibuat secara sepihak. Meskipun orang tuanya telah memberi restu, tetapi entah mengapa ia bimbang. Seperti ingin hilang, tetapi tak memiliki tempat tujuan.
"Tenang, Grace, tenang," batin perempuan itu.
Grace menghela napas panjang sambil menatap ke atas, memandang ke arah langit malam yang tampak sunyi. Tak ada bulan, bintang, maupun planet yang muncul karena diselimuti oleh awan yang cukup pekat. Ditambah silir angin yang kian menguat, membuat rambut yang sengaja dibiarkan terurai meliuk-liuk mengikuti arah angin.
"Kak Grace?"
Mendengar suara itu, Grace menoleh ke belakang. Ia mendapati sang adik sepupu tengah berdiri di sana dengan tatapan bingung.
"Eh, Rora? Kamu kok di sini?" tanya Grace.
Aurora mengangguk. "Iya, Kak. Aku baru selesai cek persiapan pesta besok, terus aku enggak sengaja lihat Kakak ada di sini. Kak Grace sendiri ngapain di sini? Kok belum tidur?"
Ya, saat ini Grace tengah berada di balkon yang tidak tersambung dengan kamarnya. Niat hati ingin menikmati semilir angin yang menerpa tubuhnya untuk merasa lebih tenang. Namun, bukannya merasa lebih baik, ia justru semakin dibuat bingung dengan keputusan yang telah diambil. Ia bimbang apakah harus tetap melanjutkan pernikahan besok atau membatalkannya dan pergi ke tempat yang jauh.
"Kakak belum ngantuk, Ra. Kamu sendiri kenapa belum tidur?" jawab dan tanya Grace di waktu bersamaan.
Aurora berjalan mendekat, berdiri tepat di samping Grace, lalu menumpukan tangannya pada pagar balkon. "Aku enggak bisa tidur, Kak. Aku masih harus pantau persiapan buat besok."
"Siapa yang nyuruh kamu? Mama?"
"Enggak, Kak. Aku enggak disuruh sama siapa pun. Ini kemauan aku sendiri. Aku mau semua berjalan lancar. Ya ... seenggaknya aku punya andil di nikahan Kak Grace, meski enggak banyak," jawab Aurora.
"Kenapa?"
Aurora mengernyit. Ia tak mengerti arah pertanyaan Grace. "Kenapa apanya, Kak?"
"Kenapa kamu tetep baik sama Kakak meski orang tua Kakak aja jahat sama kamu, Rora? Kenapa kamu selama ini masih mau bertahan meski dunia lagi enggak berpihak ke kamu? Kenapa?" tanya Grace lagi. Kali ini dengan raut wajah yang serius sambil menatap Aurora.
Aurora terdiam. Ia memikirkan pertanyaan yang dilayangkan oleh Grace padanya. Kenapa ia masih mau bertahan meski dunia tak berpihak? Ah, dari dulu ia pun bingung. Sebab tak hanya sekali, ia sudah berkali-kali mencoba untuk mengakhiri hidupnya sendiri, tetapi selalu tak berhasil.
Jadi, daripada terus menyalahkan takdir dan berusaha membuat semuanya berakhir, Aurora lebih memilih untuk pasrah terhadap apa yang terjadi. Lagi pula ia masih memiliki sanak keluarga. Jika Risa dan Adam tak bisa menghargai dirinya sebagai keponakan, setidaknya ada Grace sebagai sepupu yang bisa dijadikan alasan untuk tetap bertahan.
"Bohong kalo aku bilang aku baik-baik aja, Kak. Aku cuma pasrah dan coba ikhlas, tapi aku selalu berusaha semaksimal mungkin untuk selalu merasa baik karena aku harus bertahan." Aurora menjeda kalimatnya. Ia mengembuskan napas panjang yang terdengar berat terlebih dahulu. "Terlepas dari itu, aku bangga dengan diri aku sendiri karena aku berhasil melewati malam dengan isi kepala yang berisik, melewati hari yang enggak tenang dengan baik, berusaha buat enggak mempertanyakan diri lagi, memahami bahwa dunia enggak akan selalu berpihak sama aku. Ah, banyak, Kak, tapi ... yang paling terpenting karena aku punya Kak Grace di sini. Andai kata Kak Grace juga enggak anggep aku ada, mungkin aku udah enggak punya alasan buat bertahan, Kak," sambung Aurora.
Grace hanya bisa bungkam mendengar jawaban Aurora. Ia tak pernah menyangka bahwa kebaikan yang dilakukan membawa dampak positif untuk sang sepupu. Namun, jika dirinya pergi, akankah Aurora akan tetap bertahan dengan semua perlakuan buruk yang dilakukan oleh orang tuanya? Ah, ya Tuhan mengapa hal ini membuat dirinya menjadi sangat bimbang. Apa yang harus ia lakukan?
"Kalo misalnya Kakak pergi, kamu akan tetep bertahan, 'kan?"
"Maksud, Kak Grace?"
Grace mengangkat bahu tak acuh. Mengalihkan pandangan ke depan. "Enggak apa-apa, Rora. Enggak usah dipikirin."
"Kak Grace lagi banyak pikiran, ya?" tanya Aurora seraya menatap wajah sang sepupu dengan intens.
"Gitu deh, Ra."
Angin malam yang berembus terasa semakin dingin apalagi kala menyentuh kulit kedua perempuan yang masih asyik berdiri dengan pikiran masing-masing. Namun, tak ada satu pun di antara mereka yang ingin masuk ke dalam rumah. Mereka masih betah berdiri sambil melamun setelah membahas sesuatu yang cukup sensitif.
Alhasil, kedua perempuan itu hanya bisa terus berdiri sambil menikmati angin malam yang berembus dengan tenang. Namun, di sela-sela kegiatan mereka, Grace merasa kurang nyaman. Ada sesuatu yang sangat mengganggu pikirannya.
"Rora," panggil Grace.
Aurora menoleh. "Iya, Kak?"
"Menurut kamu, laki-laki yang udah pernah nikah sebelumnya itu ... baik, enggak?"
"Tergantung, Kak."
"Tergantung?"
Aurora mengangguk. "Iya, tergantung orangnya gimana. Apakah dia tipe orang yang susah untuk berpaling dari masa lalu ke orang baru atau dia tipe orang yang mau menjalin hubungan baru dengan lebih baik daripada pernikahan dia yang sebelumnya."
"Kalo dia udah punya anak, gimana?"
"Nah, kalo itu sih tergantung, Kak."
"Maksudnya?"
"Gini loh, Kak ... menurut novel yang pernah aku baca dan film yang aku nonton, semua itu tergantung dari orang baru yang bakal jadi istri dari cowok itu. Anggap aja si cewek ini Kak Grace. Nah, kalo sekarang aja Kak Grace bingung mau jalin hubungan dengan cowok yang udah duda dan beranak tiga, gimana nanti? Pernikahan itu hubungan jangka panjang, Kak. Kalo emang bener-bener belum siap, lebih baik berhenti sekarang sebelum semua terlambat. Kenapa? Karena jangan sampai anak-anak dari cowok itu telanjur nyaman dan berharap dengan Kak Grace, tapi pada akhirnya mereka akan ditinggal juga. Itu bakal lebih nyakitin mereka, Kak," terang Aurora yang membuat Grace terdiam dan mencerna baik-baik apa yang telah dikatakan olehnya.
"Ah, iya, kamu bener, Ra. Kalo gitu Kakak masuk duluan, ya. Kamu juga jangan lupa tidur. Oke?"
Aurora mengangguk mengiyakan. "Iya, Kak. Good night, Kak Grace!"
"Good night too, Rora."
Sepeninggal Grace, Aurora menatap langit sebentar yang di mana awan sudah mulai memuntahkan air hingga membentuk rinai hujan yang mulai membasahi bumi. Melihat hal tersebut membuat perempuan itu seketika merasa ingin tidur.
"Sebenernya Kak Grace lagi kenapa, ya?" tanya Aurora pada dirinya sendiri sebelum meninggalkan balkon dan berjalan menuju kamarnya karena perempuan itu merasa sedikit risau dengan pertanyaan-pertanyaan yang sempat diajukan oleh sang sepupu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Donat
ambigu banget, mau ke mana si grace
2023-07-27
1
Donat
duda tampan kaya raya adalah impianku
2023-07-27
1