Chapter 1

Sebuah mobil keluaran salah satu pabrik terbesar yang ada di Eropa berhenti di depan rumah yang terletak di perumahan elite di kawasan ibu kota. Di dalam kendaraan roda empat tersebut, terlihat dua orang yang masih setia duduk karena sedang menunggu salah satu di antara mereka untuk membuka suara.

"Kamu udah kasih tahu Mama dan Papa kamu tentang rencana pernikahan kita?" tanya seorang pria yang dibalut dengan kemeja putih dan jas berwarna hitam, lengkap dengan dasi yang membuat penampilannya lebih rapi dan sedap dipandang kepada perempuan di sampingnya.

Perempuan yang tidak lain dan tidak bukan merupakan sosok Grace Leoni menggeleng. "Belum. Niatnya baru mau aku kasih tahu sebentar."

"Ya udah. Saya tunggu kabar baiknya."

"Iya, Mas. Nanti aku kabarin kok."

Grace menjadi sedikit bingung karena tidak tahu bagaimana cara memulai untuk memberi tahu kedua orang tuanya perihal rencana pernikahan dirinya dan seorang pria yang merupakan mantan suami mendiang sang sahabat. Ia takut jika tidak direstui karena telah memilih menjadi pasangan pria itu, di mana telah pernah menikah dan memiliki tiga orang anak.

Jika ditanya bagaimana Grace dapat dekat dengan pria itu, maka jawaban yang pas adalah karena Grace menjalin hubungan yang baik dengan anak-anaknya, Arham Kaif Mahanta dan Calysta Ardania Mahanta. Ya ... meskipun ia belum pernah merasakan punya anak sendiri, tetapi ia bisa merawat mereka seperti anak sendiri apalagi selama ini ia selalu membantu mendiang Bella Citra Mahardika ketika sedang mengasuh mereka.

Akibat kedekatan Grace dengan Arham dan Calysta, sosok pria di sampingnya mantap meminta dirinya untuk menikah karena pria itu malas jika harus mencari orang lain. Lagi pula mereka sudah saling kenal, jadi rasanya tidak mengapa jika mereka terikat dengan tali pernikahan. Daripada pria di samping Grace harus menikahi perempuan lain yang belum tentu bisa menjalin kedekatan dengan anak-anak pria tersebut, bukan?

"Kalau gitu, aku masuk ke dalam dulu, ya, Mas," pamit Grace pada pria di sampingnya, kemudian membuka sabuk pengaman yang masih melingkari tubuhnya.

"Ya udah. Saya pulang."

Grace mengangguk. "Iya, Mas."

Setelah itu, Grace pun turun dari mobil dan menunggu sampai kendaraan roda empat tersebut menghilang dari pandangan. Grace masuk ke dalam rumah dengan perasaan gugup yang melingkupi. Siap tidak siap, ia harus memberi tahu orang tuanya mengenai pernikahannya yang akan dilaksanakan dalam waktu dekat.

Begitu sudah menginjakkan kaki di ruang tamu, Grace melihat Aurora tengah menyapu ruangan tersebut. Karena malas mencari sendiri, perempuan itu memilih untuk bertanya mengenai keberadaan orang tuanya pada sang sepupu.

"Rora, Mama sama Papa Kakak ada di mana? Kamu lihat mereka, enggak?" tanya Grace.

Aurora menghentikan kegiatannya menyapu, kemudian menegakkan tubuh. "Mereka ada di kamar kok, Kak. Pulang dari arisan tadi, mereka belum turun lagi sampai sekarang."

"Oh, ya udah. Kakak ke atas dulu, ya, Ra."

"Iya, Kak."

Grace segera membawa dirinya menuju lantai dua untuk bertemu sang ibu dan ayah. Ia harus memberi tahu mereka sekarang. Ah, semoga saja ia mendapat restu. Meskipun pernikahannya nanti terjadi tanpa berlandaskan 'cinta', tetapi tetap membutuhkan restu karena hal tersebut yang paling penting. Tiba di sana, ia pun mengetuk pintu kamar mereka.

"Ma, Pa, keluar bentar dong, aku mau ngomong sesuatu sama kalian," kata Grace sambil mengetuk pintu.

Tidak lama kemudian, benda persegi panjang itu pun terbuka dan menampilkan Risa dengan rambut yang sedikit berantakan serta mata memerah khas baru bangun tidur.

"Kenapa, Grace?" tanya Risa kepada sang putri.

"Anu ... aku punya berita penting buat kalian berdua."

"Berita apa?" Risa kembali bertanya, tetapi kali ini sambil mengernyit bingung.

"Papa mana, Ma? Aku harus ngomong ini ke kalian berdua."

"Ada tuh di dalam. Kamu masuk aja." Grace mengangguk mengiyakan, kemudian masuk ke dalam kamar menyusul sang ibu yang sudah masuk lebih dulu. "Kamu mau ngomong apa, sih? Penting banget kayaknya," tanya Risa lagi.

Grace menarik napas dalam-dalam. "Aku mau nikah sama Mas Keenan minggu depan," ujar Grace dalam satu tarikan napas yang membuat orang tuanya melongo tak percaya.

"Apa? Nikah?!" seru Adam.

"Iya, Pa. Mas Keenan enggak mau nunggu lama. Makanya dia nentuin pernikahannya minggu depan."

"Tapi gimana caranya dia bisa mau nikahin kamu tanpa melamar ke Papa sama Mama dulu?" Adam bertanya yang disetujui oleh Risa. Bagaimana mungkin mereka akan menikah tanpa meminta restu secara resmi seperti adat pernikahan pada umumnya?

Grace mengangkat tangan kanan, menunjukkan sebuah cincin bertabur berlian yang melingkari jari manisnya. Lagi dan lagi Adam dan Risa dibuat melongo. Astaga! Mata mereka berbinar melihat berlian yang ada di sana.

Kedua orang paruh baya tersebut saling pandang, kemudian mengangguk ketika apa yang ada di pikiran mereka seperti terhubung. Tak apa jika putri semata wayang mereka tidak dilamar secara resmi ke rumah sebab sudah ada berlian yang menjadi modal awal. Ah, rasanya seperti baru saja mendapatkan harta Karun.

Adam berdeham sebentar, kemudian menatap Grace dengan intens. "Ya udah, kita berdua kasih restu, tapi ada syaratnya."

Grace mengernyit. "Syarat apa, Pa?"

***

Beberapa orang terlihat sibuk mondar-mandir di ruang tengah sambil mengangkat kotak yang berisikan berbagai ornamen untuk menghiasi ruangan. Ya, lima hari setelah Grace memberi tahu kedua orang tuanya mengenai rencana pernikahan dirinya, ia pun mulai sibuk untuk mempersiapkan acara yang akan digelar secara sederhana di rumah tersebut.

Namun, Grace hanya sibuk mempersiapkan diri dengan berbagai perawatan, sementara persoalan yang lain, ia tidak ikut campur karena tidak diperbolehkan oleh sang ibu sebab katanya calon pengantin tidak boleh kelelahan. Semua hal dikerjakan Aurora, dari hal terkecil hingga perempuan itu harus turun tangan membantu tim dari Wedding Organizer untuk menghiasi rumah dengan berbagai ornamen, khususnya bunga yang dipasang di beberapa sudut dan bagian.

"Rora!" teriak Risa yang membuat semua orang yang ada di sana menoleh, termasuk Aurora.

Aurora pun terburu-buru menghampiri sang tante yang sedang duduk di samping Grace dan juga mendapatkan perawatan yang sama, manicure pedicure sambil memakai masker wajah. "Iya, Tante?"

"Ambilin Tante sama Grace minuman dingin sana!" titah Risa.

"Mau sirup atau jus, Tan?"

"Apa aja yang jelas minuman dingin. Buruan!"

Aurora mengangguk mengiyakan. "Iya, Tante. Aku ambilin dulu."

"Buruan! Awas kalo lama!"

Aurora segera pergi dari sana menuju dapur sambil berlari kecil. Ia mengambil dua buah gelas dan diletakkan di atas nampan, lalu membuka kulkas. Dari beberapa pilihan minuman yang ada di sana, ia memilih jus jeruk kemasan. Tak lupa ia mengisi gelas tersebut dengan es batu. Setelah selesai, perempuan itu pun membawanya ke ruang tamu dan diberikan kepada sang tante dan kakak sepupunya.

"Ini jusnya, Tante, Kak Grace. Silakan diminum," kata Aurora yang diangguki Grace sebagai bentuk respons tanpa suara.

Berbeda dengan Grace, Risa justru langsung membuka masker yang sedari tadi menutupi wajahnya, kemudian mengambil salah satu gelas dan meneguk isinya hingga hampir tersisa setengah gelas. Namun, karena ia sudah telanjur menyimpan ketidaksukaan pada Aurora, maka apa pun yang dilakukan akan terlihat salah di matanya.

Risa memasang wajah kecut, lalu meletakkan gelas dengan kasar hingga membuat isinya sedikit tumpah.

"Minumannya manis banget! Kamu mau bikin Tante diabetes, ya?!" sembur Risa dengan nada suara yang tetap besar. Wanita itu tak mengindahkan kehadiran orang lain yang ada di sana, ia hanya tetap melakukan kebiasaannya kepada Aurora.

Bahkan ada di antara tim dekorasi yang secara terang-terangan merasa kesal karena melihat serta mendengar perlakuan wanita paruh baya tersebut kepada seorang perempuan yang sudah baik hati membantu mereka. Ingin rasanya membela, tetapi mereka tak memiliki kuasa sehingga hanya bisa diam.

Aurora menggeleng. "Enggak, Tante. Aku bikinnya sesuai takaran yang biasa Tante minum kok. Aku enggak tambahin apa pun, kecuali es batu."

"Alah! Kamu itu emang enggak pernah becus kalo disuruh. Kalo kamu udah bosen tinggal di sini, mending pergi aja dari sekarang daripada kamu di sini, tapi bikin naik darah terus!"

Refleks, Aurora berlutut. Ia tidak tahu lagi harus bagaimana menghadapi kemarahan sang tante. Bagaimana mungkin perempuan itu pergi dari sana, sementara rumah tersebut memiliki semua kenangan dirinya bersama mendiang orang yang dicintai?

Meskipun selama ini Aurora tidak betah, tetapi ia pasti akan selalu berusaha keras untuk bertahan sebab ia juga tak memiliki rumah lagi. Ia tidak tahu harus tinggal di mana. Jadi, lebih baik bertahan meskipun terus dirundung sedih.

"Maaf, Tante. Aku emang salah. Mungkin es batunya kurang atau jusnya yang kebanyakan," kata Aurora sembari menunduk dengan tangan yang diletakkan di atas paha.

Grace yang sedari tadi hanya diam sambil memerhatikan pun bersuara.

"Ma, udah. Nanti Mama keriputnya makin banyak, loh," lerai Grace.

Mendengar hal itu, mau tidak mau Risa harus meredakan emosinya. Ia menarik napas dalam-dalam dan diembuskan secara perlahan beberapa kali.

"Udah sana berdiri dan bantuin mereka! Ngapain tinggal duduk di situ kayak orang bodoh?!" Risa mengusir Aurora.

Tanpa menunggu lama, Aurora segera bangkit dan bergabung bersama tim dekorasi untuk menyelesaikan semua pekerjaan. Banyak dari mereka yang memberi tatapan prihatin padanya, tetapi ia hanya balas dengan senyuman dan menawarkan bantuan.

Aurora membantu merangkai bunga-bunga yang akan dipasang di beberapa bagian, mulai dari pegangan tangga, ruang tamu, dan ruang tengah. Meskipun pernikahan Grace dan calon suaminya nanti akan digelar secara sederhana untuk menghindari sorotan media—sebab pria itu kembali menikah padahal kuburan istrinya masih basah—tetapi dekorasi yang dipilih oleh calon Grace tetap mengusung tema simple modern dengan memakai perpaduan bunga berwarna putih, kuning, dan peach.

Grace sama sekali tidak memiliki andil. Ia hanya akan menerima semua dengan beres sebagai keuntungan menikah dengan salah satu pria berpengaruh yang memiliki banyak uang. Ia hanya pergi untuk fitting gaun sekali dan menunggu semua selesai.

Berbeda dengan Grace, Aurora justru harus terus membantu tim dekorasi hingga selesai. Mulai dari ruangan yang hanya kosong sampai hampir penjuru ruangan dipenuhi oleh bunga-bunga yang telah dirangkai dengan sangat apik.

"Terima kasih udah bantu kita semua, ya, Aurora," kata salah satu dari tim dekorasi kepada Aurora setelah pekerjaan mereka semua telah selesai.

Aurora mengangguk sambil tersenyum. "Sama-sama, Mbak. Aku juga seneng bisa bantuin kalian. Keterampilan aku jadi nambah deh."

"Kamu orang baik. Kita semua berdoa semoga kamu selalu bahagia, ya."

"Aamiin. Makasih, Mbak."

"Oh iya, saya boleh nanya sesuatu, enggak? Kamu jangan tersinggung, ya."

Aurora mengangkat salah satu alisnya. "Maksudnya?"

"Sebenarnya kamu itu siapa di sini? Keluarga atau ... maaf, pembantu?"

Terpopuler

Comments

Latifahsv

Latifahsv

mampir karena fyp di tiktok🤗

2023-07-05

6

lihat semua
Episodes
1 PROLOG
2 Chapter 1
3 Chapter 2
4 Chapter 3
5 Chapter 4
6 Chapter 5
7 Chapter 6
8 Chapter 7
9 Chapter 8
10 Chapter 9
11 Chapter 10
12 Chapter 11
13 Chapter 12
14 Chapter 13
15 Chapter 14
16 Chapter 15
17 Chapter 16
18 Chapter 17
19 Chapter 18
20 Chapter 19
21 Chapter 20
22 Chapter 21
23 Chapter 22
24 Chapter 23
25 Chapter 24
26 Chapter 25
27 Chapter 26
28 Chapter 27
29 Chapter 28
30 Chapter 29
31 Chapter 30
32 Chapter 31
33 Chapter 32
34 Chapter 33
35 Chapter 34
36 Chapter 35
37 Chapter 36
38 Chapter 37
39 Chapter 38
40 Chapter 39
41 Chapter 40
42 Chapter 41
43 Chapter 42
44 Chapter 43
45 Chapter 44
46 Chapter 45
47 Chapter 46
48 Chapter 47
49 Chapter 48
50 Chapter 49
51 Chapter 50
52 Chapter 51
53 Chapter 52
54 Chapter 53
55 Chapter 54
56 Chapter 55
57 Chapter 56
58 Chapter 57
59 Chapter 58
60 Chapter 59
61 Chapter 60
62 Chapter 61
63 Chapter 62
64 Chapter 63
65 Chapter 64
66 Chapter 65
67 Chapter 66
68 Chapter 67
69 Chapter 68
70 Chapter 69
71 Chapter 70
72 Chapter 71
73 Chapter 72
74 Chapter 73
75 Chapter 74
76 Chapter 75
77 Chapter 76
78 Chapter 77
79 Chapter 78
80 Chapter 79
81 Chapter 80
82 Chapter 81
83 Chapter 82
84 Chapter 83
85 Chapter 84
86 Chapter 85
87 Perkenalan Cerita Baru Pesona Mama Mertua Muda
88 Menaklukkan Nyonya Misterius
89 Ku Jadikan Sepupuku Sebagai Maduku
90 Season Dua?
Episodes

Updated 90 Episodes

1
PROLOG
2
Chapter 1
3
Chapter 2
4
Chapter 3
5
Chapter 4
6
Chapter 5
7
Chapter 6
8
Chapter 7
9
Chapter 8
10
Chapter 9
11
Chapter 10
12
Chapter 11
13
Chapter 12
14
Chapter 13
15
Chapter 14
16
Chapter 15
17
Chapter 16
18
Chapter 17
19
Chapter 18
20
Chapter 19
21
Chapter 20
22
Chapter 21
23
Chapter 22
24
Chapter 23
25
Chapter 24
26
Chapter 25
27
Chapter 26
28
Chapter 27
29
Chapter 28
30
Chapter 29
31
Chapter 30
32
Chapter 31
33
Chapter 32
34
Chapter 33
35
Chapter 34
36
Chapter 35
37
Chapter 36
38
Chapter 37
39
Chapter 38
40
Chapter 39
41
Chapter 40
42
Chapter 41
43
Chapter 42
44
Chapter 43
45
Chapter 44
46
Chapter 45
47
Chapter 46
48
Chapter 47
49
Chapter 48
50
Chapter 49
51
Chapter 50
52
Chapter 51
53
Chapter 52
54
Chapter 53
55
Chapter 54
56
Chapter 55
57
Chapter 56
58
Chapter 57
59
Chapter 58
60
Chapter 59
61
Chapter 60
62
Chapter 61
63
Chapter 62
64
Chapter 63
65
Chapter 64
66
Chapter 65
67
Chapter 66
68
Chapter 67
69
Chapter 68
70
Chapter 69
71
Chapter 70
72
Chapter 71
73
Chapter 72
74
Chapter 73
75
Chapter 74
76
Chapter 75
77
Chapter 76
78
Chapter 77
79
Chapter 78
80
Chapter 79
81
Chapter 80
82
Chapter 81
83
Chapter 82
84
Chapter 83
85
Chapter 84
86
Chapter 85
87
Perkenalan Cerita Baru Pesona Mama Mertua Muda
88
Menaklukkan Nyonya Misterius
89
Ku Jadikan Sepupuku Sebagai Maduku
90
Season Dua?

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!