Angin menerpa wajahku saat kulajukan sebuah motor klasik kesayanganku. Melewati jalan dengan berbagai macam pepohonan rindang. Seketika hatiku sedikit lebih tenang.
Melangkahkan kaki setelah turun dari motor, menuju bengkel dimana Rio tengah asyik membongkar sebuah mesin motor.
"Ya elah, galau cuma gara gara cewek. Gak asyik banget sih idup Lo, Ren," kata Rio saat raga ini baru saja tiba di dekat rumahnya.
"Dih, baru juga nyampe di teras, udah dapet kata kata mutiara," ujarku dengan terus melangkahkan kaki ini, hingga mendekat ke arahnya yang tak memedulikan aku. Bahkan, dilirik pun, aku tidak. Ia tetap sibuk dengan motornya.
"Loh, kata mutiara itu kan yang sedang Lo alami 'kan?" tebaknya tepat sasaran.
"Hemm ...."
Memang hebat dia ini. Tanpa menoleh ke arahku, ia tahu jika diri ini sedang merasa galau. Namun, apa tidak bisa, jika dia menyambutku dengan sedikit lebih hangat. Tidak langsung menyindir diri ini seperti itu. Tanyain kabar kek. Atau apa kek. Lah ini?
Sudahlah!
'Kan menjengkelkan! Sudahlah tengah patah hati, di sindir pula oleh sahabat sendiri.
Memang malang nasib diri ini. Dalam sehari sudah terkena sial bertubi tubi.
"Kan sudah gue bilang sejak awal, Ren. Kalau si Sonya itu bukan perempuan baik-baik Bambang! Dia itu dari awal sudah gak serius sama Lo, hanya memanfaatkan Lo saja Ren. Masa sih gitu aja gak paham," ucapnya lagi walau ia belum memandang ke arahku. Bahkan, ia juga belum mendengar dari mulutku, apakah benar aku sedang galau mengenai Sonya atau tidak.
Tapi, ia sudah dengan percaya dirinya meyakinkanku bahwa ucapannya tentang Sonya memang benar.
'Huh....'
Helaan napas berat keluar dari mulut ini setelah mendengar ucapan Rio yang sering kudengar sejak awal. Tapi sayangnya, sedikitpun aku tidak pernah percaya dengan apa yang Rio katakan.
Dasar memang bodoh aku ini!
"Lo nya saja yang menutup rapat mata dan telinga, saking jatuh cintanya Lo pada si Sonya itu."
Kali ini, Rio mendengus sebal. Dan sekarang, barulah ia menoleh ke arahku. "Sampai sampai Lo gak bisa lihat kalau dia bukan perempuan baik baik!"
Ada sebuah penekanan kata yang aku dengar dari mulut Rio, agar aku paham dengan semua yang Ia katakan.
Ya, ya, aku emang bodoh! Dan aku mengakui itu. Tak usah di perjelas juga, kali. Membuat diri ini merasa jauh lebih bodoh lagi daripada yang aku bayangkan.
"Dan Lo, Lo lihat sendiri kan tadi, bagaimana menjijikan nya dia saat berpelukan mesra dengan pria lain dihadapan Lo, yang jelas jelas masih berstatus sebagai pacar Lo!" Rio berkata sambil meminta dukungan padaku untuk membenarkan semua ucapannya yang memang sebuah kenyataan pahit bagiku.
Tapi tunggu! Dari mana Rio tau kejadian itu? Karena kurasa saat itu suasana sedang sepi. Tak kulihat juga Rio ada di dekat sana, karena sebelum pulang sekolah tadi, ada sebuah pengumuman yang sengaja aku lewatkan, karena terlalu senang memikirkan soal Sonya.
"Gue masih belum percaya kalau si Sonya bisa tega berkhianat seperti ini!"
Yah, ini kenyataannya. Aku memang masih berharap ini sebuah mimpi, atau halusinasi. Tapi apa yang terjadi? Semua itu nyata adanya. Aku telah dikhianati oleh kekasih sendiri.
"Udahlah. Ngapain sih mikirin dia Mulu! Kayak gak ada cewek lain aja!" kata Rio sambil sekilas menatapku. Tatapannya terlihat mengandung sebuah kejengkelan yang cukup dalam.
Aku merasa seperti itu.
"Lo tahu kan sekarang, si Sonya itu seperti apa? Dan... Sudahlah, lupakan dia," ucapnya kali ini. Mungkin, Rio sudah kesal, mungkin juga bosan dan ingin secepatnya mengakhiri pembahasannya tentang Sonya.
"Denger ya, Bambang! Masih banyak ko para gadis yang mengantri ingin menjadi kekasih Lo-- Lo kan pria tampan pemilik hati selembut salju, sang idola satu sekolah, hahaha."
Rio tertawa keras antara membanggakan serta mengejek kebodohanku tentang masalah wanita yang aku sendiri juga bingung. Kenapa aku lebih menyukai wanita-wanita yang cukup matang usianya, alias lebih dewasa. Daripada seorang wanita yang seusia denganku sendiri.
"Sialan Lo Ri. Jadi, Lo muji gue atau mengejek gue sih?" kesal ku yang langsung menyikut perut Rio yang berada tepat di sebelah tanganku. Hingga membuat sang pemilik perut yang disikut sedikit meringis kesakitan.
"Sialan Lo! Sakit bambang!" ujar Rio sedikit geram.
"Lo kan tahu Rio, seperti apa selera gue itu!" Aku mendengkus kesal. Memandang Rio dengan wajah teramat kesal.
Rio memutar bola mata malas. Dih, apa apaan dia ini.
"Ya, ya, gue tahu. Lo kan sukanya tante tante, yang umurnya jauh di atas umur Lo. Atau sekarang sudah beralih pada ibu-ibu? Hahaha."
Rio selalu terheran dengan sikapku yang lebih menyukai wanita dewasa dari pada wanita seumuranku dan Rio, terbahak keras.
Jangankan Rio, aku sendiripun juga heran dengan diriku sendiri. Apakah aku mempunyai kelainan? Sampai-sampai aku lebih menyukai wanita dewasa dari pada wanita sebayaku.
"Sorry, Ren, gue gak bermaksud untuk menertawakan Lo!" ujarnya masih tergelak, Rio bahkan mengangkat kedua jarinya ke udara untuk meyakinkan ucapannya barusan. Namun, sayang..., ucapan Rio tidak selaras dengan wajahnya yang terlihat sedang menahan tawa.
Bener bener menguji keimananku untuk tetap sabar menghadapinya, dia ini.
Untung saja dia ini teman baikku. Kalau tidak, sudah habis dia aku rebus.
"Ya ampun! Gue punya temen agak aneh! Sukanya Tante Tante sama emak emak," kata Rio lagi sambil tergelak. Berulangkali ia menggelengkan kepalanya. Barulah setelah itu ia bangkit dan berdiri.
Buru buru Rio melangkahkan kakinya meninggalkanku yang masih menyenderkan kepala di bahu kursi, sambil meratapi diri ini yang sudah berulangkali putih cinta dengan seorang wanita dewasa.
"Dah ah, gua mau ambil air minum dulu. Seret nih tenggorokan. Harus di aliri dulu sama yang adem adem."
"Alasan aja, Lo!" kataku sambil mendelik tajam padanya.
"Eh, kata siapa? Emang gua haus kok!" Rio berkilah sambil terus melangkahkan kakinya dan berlalu pergi meninggalkan aku sendiri dengan segala kegalauan ini.
"Halah!"
Beralasan ingin mengambilkan air minum untukku. Padahal, aku tahu! Itu hanyalah sebuah alasan untuk Rio melepaskan tawanya yang sedang ia tahan itu.
Buahahahaha!
'Kan benar 'kan! Dasar temen sableng. Temen lagi patah hati, bukannya dihibur, ini malah di tertawakan. Emang lain dia ini. Sukanya tertawa di atas penderitaan orang lain..
Terdengar suara tawa yang nyaring dari dalam rumah Rio yang ukurannya tidak cukup besar.
'Kan, 'kan, apa ku bilang! Dasar teman kampret! Bisa-bisanya dia menertawakanku saat aku terkena sindrom kegalauan untuk kedua kalinya.
"Dasar temen rese!"
...***...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments