Tipeku, CEWEK DEWASA

Tipeku, CEWEK DEWASA

Patah hati lagi, patah hati lagi.

"Yes! Pulang!"

Seseorang berucap setelah bel pertanda berakhirnya pelajaran sudah berbunyi. Ya, dia temanku, Rio.

Aku yang memang sudah menantikannya sedari tadi, tak menyia-nyiakan lagi untuk segera pergi keluar dari ruangan yang isinya adalah para pria dan wanita sebayaku. 

'Ah, menyebalkan! Apakah tidak ada, wanita yang usianya sedikit lebih matang di sini?' batinku saat melangkahkan kaki menuju parkiran motor untuk segera pergi karena ada janji dengan sang pujaan hati.

Cie, mau ketemu pacar! Semangat kali aku sekarang.

Namun, namun-- belum sempat aku menaiki motorku, seseorang yang akan aku temui, terlebih dulu datang menghampiriku dengan dress berwarna pink muda yang terlihat sangat mempesona saat wanitaku itu yang mengenakannya.

"Reno!" panggil pujaan hatiku yang berdiri disebrang jalan sana, melambaikan tangan lalu menghampiriku secepat kilat.

Haduh! Hatiku langsung meleleh mendengarnya memanggil namaku. Tanpa terasa, kedua tangan ini refleks memegangi dada sendiri. Sepertinya aku takut kalau jantungku nanti copot.

Dengan senyum sesejuk embun pagi, dan secerah mentari, aku pun segera membalas lambaian tangan sang pujaan hati dan mulai melangkahkan kaki untuk menghampirinya dengan hati yang berbunga-bunga tentunya.

"Sudah lama?" tanyaku pada sang pujaan hati yang semakin hari, wajahnya semakin berseri, dan tentu saja, aku juga semakin jatuh hati.

"Baru aja," jawabnya terdengar ketus, tidak seperti biasanya.

"Kamu sendiri?" tanyaku mencoba mencairkan suasana. Sebenarnya, aku ingin sekali memeluknya saat ini. Namun, apa mau dikata, wajahnya kurang meyakinkan untuk aku peluk. Nanti yang ada, dia malah marah lagi.

"Hem." Lagi lagi, dia menjawab dengan nada yang tak aku suka.

"Kamu--"

"Maaf Reno. Ada hal yang ingin aku sampaikan."

Dag, Dig, dug der! Jantungku iramanya tak beraturan. Seperti menandakan sebuah isyarat agar aku berhati-hati dengan apa yang aku dengar. Dan benar saja--

"Sekali lagi maafkan aku, Reno. Sepertinya, kita harus putus."

'Kan 'kan 'kan. Apa pikiranku bilang?

Bagai tertembak ribuan peluru jantungku ini. Aku memang bertanya padanya, tapi, bukan itu jawaban yang ingin aku dengar. Aku hanya menanyakan apakah dia datang sendiri? Bukannya mengajaknya putus!

"Kamu dengar? Aku mau kita putus!" ulangnya lagi, dan- -

Duarrr! 

"Apa? Putus! Apa benar yang aku dengar ini? Kamu tidak sedang bercanda kan Sonya?" tanyaku memastikan padanya.

"Kamu tidak salah dengar, Reno. Aku memang mau putus denganmu," jawabnya lagi menyambar hati yang tadi berharap akan berbunga.

"Kenapa? Apa salahku, Sonya? Apa aku mengecewakanmu?"

Plakk! 

Aku menampar pipiku sendiri, berharap jika apa yang baru saja aku dengar dari mulut Sonya adalah sebuah mimpi belaka. Namun, nyatanya tamparan yang aku lakukan pada pipiku sendiri, cukup sakit rasanya, dan bukan hanya sakit, tapi juga menyisakan panas di pipi hingga menjalar ke bagian terdalam dadaku, tepatnya di ulu hati. Pertanda jika semua yang tengah terjadi saat ini bukanlah sebuah mimpi.

"Maafkan aku Reno, tapi sepertinya, kita harus mengakhiri hubungan kita!" kata Sonya yang mengakhiri hubungan sesukanya, tanpa memedulikan sekeping hati yang tengah tersakiti kini.

Apa aku terlalu lebay jika saat ini aku merasa patah hati?

Ah, sepertinya tidak!

Aku menatap Sonya dengan tatapan penuh tanya. Ingin menanyakan segala hal yang menumpuk dalam benakku. 'Alasan,' aku sangat membutuhkan alasan yang jelas dari mulutnya, agar aku bisa menerima dengan lapang dada, alasan di balik putusnya hubungan antara aku dan Sonya, yang terpaut usia tiga tahun itu.

"Kenapa?" hanya satu kata aku bertanya, dan itu sudah mewakili semuanya.

"Kenapa?" ucap Sonya yang balik bertanya. Namun, terdengar seperti mencibirku, "kenapa kamu bilang? Apa kamu tidak menyadari statusmu sendiri!" lanjut Sonya dengan memperhatikanku dari atas sampai bawah.

'Aku yang masih berseragam putih abu ini, masih belum menyadari katanya?'

"Maksudmu? Apa karena aku yang masih mengenakan seragam putih abu? Memang kenapa kalau aku masih sekolah?" kataku bertanya, walaupun Sonya tidak mengatakannya. Namun, aku sudah cukup mengerti dan tahu diri. Jika alasan Sonya meminta putus dariku, karena aku masih berstatus pelajar sekolah menengah atas.

Memangnya kenapa kalau aku ini masih sekolah? Apa seorang pelajar tak boleh merasakan cinta? Rasanya tidak! Lagipula, beberapa bulan lagi aku akan lulus sekolah dan melanjutkan pendidikan ke universitas. Bukankah itu berarti aku sudah cukup dewasa untuk hal percintaan?

"Syukurlah kalau kamu menyadarinya. Jadi aku tidak perlu capek-capek untuk menjelaskan semuanya kepadamu!" ujar Sonya dengan senyuman sinis ke arahku. Membuatku sejenak tertegun dengan sikapnya yang seperti ini.

Tidak Habis pikir dengan apa yang dikatakan oleh Sonya. Tentu saja! Pikirannya begitu sempit. Sungguh memuakkan ternyata, wanita cantik dan berpendidikan seperti Sonya, memandang kedewasaan seseorang dengan seberapa usianya. Tapi kurasa, tidak hanya soal usia Sonya mempermasalahkan. Pastilah ada hal yang lainnya lagi yang belum aku ketahui.

"Kamu memang tampan Reno. Tapi sayang, kamu belum mapan, dan masih bocah!" kata Sonya yang membuat semua kecurigaanku terbukti adanya.

"Cih! Belum mapan! Masih bocah! Apa kamu sedang menelan ludahmu sendiri Sonya!" sindir ku yang balik mengatai Sonya, membuat wanita yang masih menjadi pujaan hatiku, menatapku dengan tatapan geram.

Tiiid!

Suara klakson mobil yang tiba-tiba saja berbunyi, membuyarkan tatapanku dan Sonya. Tidak hanya itu. Ternyata, bukan hanya menyalakan klakson, pemilik mobil itu juga terlihat menepikan mobilnya dan terlihatlah sebuah kaki yang bersepatu kulit berwarna hitam mengkilap mulai turun dari dalam mobil. 

Seorang Pria sudah turun, dan berdiri tegap sambil membawa sebuket bunga mawar, menampakkan wajahnya yang terlihat sudah matang usia, juga mapan kehidupannya. Jika penglihatanku tidak salah!

"Apa masih lama, Sayang?" tanya pria itu yang kulihat tengah memandang ke arah wanita pujaan ku.

Geram! Tentu saja aku begitu geram. Aku marah! Aku merasa tersakiti dan dikhianati. Ternyata, inilah alasan utamanya.

"Dasar wanita matre!" ujarku dengan bibir bergetar. Tak tahan rasanya, jika aku tak mengatai Sonya saat ini juga.

Sebuah kenyataan pahit bahwa wanita di hadapanku ini ternyata hanyalah seorang wanita matre, baru aku ketahui.

"Hei!" Nada suara Sonya meninggi. Telunjuknya bahkan mengarah tepat ke wajahku yang tampan nan rupawan. Sama seperti yang ia katakan.

"Dengar ya, Reno. Mantan pacarku yang masih sekolah dan bocah. Tidak ada yang namanya wanita matre. Yang ada hanyalah pria kere yang gak bisa ngasih wanitanya apa yang kita mau. Dengar itu! Jadi, gak usah ngatain aku matre segala, kalau kenyataannya kamu itu adalah pria kere! So so'an pakai macarin aku segala. Sekolah aja belum lulus!"

Panjang kali lebar Sonya berucap. Dan baru kusadari ternyata, dia wanita yang picik.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!