“Ya udah ntar ingetin aja ya. Kaka bakal beliin, tenang,”
“Beneran, Kak?”
“Iyalah, masa kakak bohong? Ntar kakak pulang sekolah, dan kamu udah pulang sekolah juga, kita langsung pesan. Terserah kamu deh mau yang mana. Ya…hitung-hitung bikin hati adek senang lah,”
Inara langsung memekik pelan. Untung Ia ingat kalau sekarang posisinya bukan di lapangan jadi Ia tidak mengeluarkan suara kerasnya walaupun sebenarnya ingin untuk meluapkan kebahagiaannya.
“Yeayy makasih ya, Kakakku sayang,”
Inara memeluk kakak satu-satunya itu. Rieke tersenyum mengamati kedua anaknya yang akur. Kalau mereka sudah dalam mode debat, benar-benar menyebalkan sekali. Ingin Ia menengahi dengan cara berteriak marah tapi syukurnya sejauh ini belum pernah. Dengan suara yang sedikit tinggi saja, Inaya dan Inara biasanya langsung paham. Mereka kompak menutup mulut karena mendapat peringatan dari bunda mereka.
“Yok kita berangkat takut terlambat,”
Ardy sudah mengambil ponsel, dan Ia langsung mengajak kedua anaknya untuk segera berangkat. Tak lupa Ardy pamit pada istrinya. Setelah itu Ia langsung masuk mobil dan menghidupkan mesinnya, sementara kedua putrinya sedang bergantian memeluk bunda mereka.
“Hati-hati ya. Jadi anak baik ya, Nak,”
Selalu itu bunyi pesan Rieke pada dua putrinya yang hanya terpaut usia dua tahun saja. Rieke tidak akan pernah lupa untuk memberikan pesan-pesan baik sebelum anaknya berangkat kemanapun itu.
Inara dan Inaya tidak lupa menurunkan jendela mobil supaya Rieke bisa melihat lambaian tangan mereka.
“Baik-baik di rumah, Bun,”
“Okay, Nak,”
“Assalamualaikum, berangkat dulu ya, Bunda,”
“Waalaikumsalam hati-hati, Yah,”
“Siap, Bun,”
Rieke mengantar sampai depan gerbang rumah setelah mobil suaminya tak terlihat lagi, Rieke masuk ke dalam rumah. Sejenak Ia menikmati waktu kesendiriannya dengan menjalani tugas ibu rumah tangga sementara dua anaknya sekolah dan suaminya bekerja.
******
“Kakak, semua nggak ada yang ketinggalan ‘kan? Udah dibawa semua yang diperlukan untuk masa orientasi?”
“Udah, Yah,”
“Adek gimana, Dek? Tugas, alat tulis atau yang lainnya aman, Dek?”
“Aman, Yah,”
“Ayah aman nggak? Ntar jangan sampai pas ngajar, nggak bawa pulpen. Terus pinjam sama mahasiswa. Jangan ya, Yah. ‘Kan malu kalau sampai pinjam, Yah,”
“Hahahaha, tenang aja. Ayah selalu aman, nggak pernah ngeluarin dari tas,”
“Ayah, menurut ayah nanti di sekolah baru bakalan seru nggak?”
“Seru, Ayah yakin. Kamu pasti nyaman, betah di saja. Ya walaupun Ayah nggak nyobain belajar di dalam kelas ya, tapi Ayah ‘kan udah datang ke sekolah kamu sama Bunda untuk nilai dulu semuanya sebelum mutusin kamu masuk sekolah itu,”
“Kakak, nanti bakalan ada cowok ganteng kayak artis korea nggak ya di sekolah kakak?”
“Ya ampun, Dek. Belum apa-apa udah nyariin Oppa Korea aja kamu,”
“Kalau ada kabarin ya, Kak,”
“Terus kamu mau ngapain?”
“Ya pengen tau aja. Aku pengen dengar ceritanya dari kakak,”
“Dek, jangan aneh-aneh. Ingat, masih SMP, Dek,”
“Iya aku tau, Yah. Tapi aku ‘kan punya bias tuh, aku idolain aktor Korea, ya kali aja di sekolah kakak ada yang gantengnya mirip bias-bias aku. Nanti aku bakalan jadi fansnya juga,”
“Kakak nggak mau nyari Oppa Korea, Dek. Kakak nyari ilmu,”
“Ah susah deh kalau punya kakak anak pintar. Nggak bisa diajak kompromi,”
“Lah kamu juga pintar, susah diajak kompromi, berantem mulu,”
“Kak, udah jangan diladenin adeknya, kamu juga Dek nggak usah suka mulai,”
“Iya siap, Ayah. Maafkan hamba ya, Ayah,”
Inaya menoleh ke kursi tengah dimana adiknya duduk dan Inaya menjulurkan lidahnya. Inara yang melihat itu langsung merengek “Ayah, kakak tuh yang mulai,”
“Kak, udah dong, Kak. Kenapa sih suka usil begitu ke adeknya?”
“Iya maaf, Yah. Ngeliat muka kusutnya adek bikin aku senang,”
“Pokoknya minuman boba nanti ya, Kak. Jangan lupa lho, Kak,”
Inaya mendengus kesal. Yang diingat malah minuman boba disaat dalam perjalanan ke sekolah, bukannya memikirkan pelajaran dulu, malah kepikiran jajan.
“Emang adek minta minuman boba ke kakak?” Tanya Ardy sambil melirik anak bungsunya melalui cermin di depannya.
“Iya, Yah. Sebagai permintaan maafnya kakak kalau aku telat gara-gara ikut antar kakak ke sekolah barunya,”
“Eh tapi kalau nggak telat berarti nggak jadi ‘kan?”
“Enak aja, ya jadilah,”
“Itu ‘kan namanya permintaan maaf kalau kamu datangnya telat, Dek. Tapi kalau nggak telat masa tetap minta minuman boba?”
Sebenarnya Inaya hanya sedang memancing saja. Mau terlambat atau tidaknya Inara, Ia akan tetap membelikan adiknya itu minuman. Adiknya senang, Ia pun akan ikut senang.
“Ih kakak mah, tetap beliin aja dong, aku maksa nih,”
“Hahahaha ngaku dia kalau udah jadi pemaksa,”
“Iya pokoknya beliin ya. Janji ya, Kak,”
“Iya nanti kakak beliin, tenang,”
“Sebenarnya apa yang kakak omongin itu tepat sih, Dek. Kakak bakal beli minuman untuk kamu kalau kamu terlambat ‘kan? Itu sebagai permintaan maaf, nah kalau nggak terlambat masa tetap dibeliin, Dek?”
“Ayah, udah dukung aja, jangan ngomong begitu nanti kakak nggak mau beliin,”
“Ya udah sebutannya berarti bukan hadiah permintaan maaf ya, tapi hadiah dari kakak untuk adek. Ya bisa dibilang hadiah dari kakak yang baru masuk sekolah,”
“Nah iya begitu, aku setuju,”
Inara berseru sambil menjentikkan jarinya. Jadi ganti sebutan saja supaya minuman bobanya tetap mendarat di tangannya nanti sepulang sekolah.
“Hadiah dari Papa, nanti sore kita pergi ke mal,”
“Yeayy mau ngapain, Pa?”
“Ya mau ngapain aja terserah bunda, kakak, sama adek lah. Makan ayo, belanja juga ayo,”
“Photobox ya, Yah?”
“Duh, sulit itu,”
Inaya dan Inara tertawa kompak ketika ayahnya seperti orang yang sedang menyerah saja cara bicaranya, sambil menghela napas kasar.
“Tinggal gaya aja, Yah. Nggak sulit itu, aku pengen photobox,”
“Ya udah okay. Apa sih yang nggak buat anak,”
Inara bertepuk tangan tiba-tiba dan itu membuat kakak dan ayahnya tersentak kaget karena bunyi yang nyaring dari tangan Inara.
“Dek, bener-bener niat bikin kakak jantungan ya? Hah?!”
“Nggak-nggak, Kak. Maaf aku nggak sengaja. Itu aku lagi meluapkan rasa senang,”
Inara tertawa sambil meminta maaf. Ia tidak ada niat sedikitpun untuk mengejutkan ayah dan kakaknya yang duduk di kursi depan itu.
“Jadi aku dapat hadiah dua kali ya. Padahal yang masuk sekolah baru ‘kan kakak, tapi aku ikutan dapat hadiah yeayyy. Yang pertama dapat minuman boba, dan yang kedua diajakin ke mall sama Ayah boleh makan boleh belanja kata ayah,”
“Makanya kakak jangan deg-deggan, harus pede, harus makin pintar di sekolah baru soalnya ayah ‘kan udah hadiahin kakak jalan ke mall juga, Kak
“Gugup nggak bisa ditahan, Dek,”
“Tenang aja, Kak. Jangan gugup, anggap aja sekolah ini ya sekolah lama kakak,”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments