Bab 5

“Alhamdulillah sampai di rumah dengan selamat nih anak sulungnya Bunda. Gimana hari pertama masuk, Nak? Menyenangkan nggak?”

“Iya menyenangkan, Bun. Kakak-kakak panitia nya pada ramah terus asyik juga. Jadi nggak bikin takut. Pokoknya seru deh tadi, Bun,”

“Alhamdulillah, udah punya teman yang dekat belum?”

“Udah, Bun. Namanya Dita sama Tari. Jadi ceritanya—“

“Mendingan duduk dulu yuk, jangan langsung cerita. Biar enak juga ceritanya kalau sambil duduk,”

Rieke mengajak anaknya untuk duduk di ruang tamu. Inaya tadi langsung mau bercerita pada bundanya soal pengalaman yang Ia dapat di hari pertama masuk sekolah dan menjalankan masa orientasi siswa baru.

Inaya langsung duduk di sofa, diikuti oleh Bundanya yang sudah tidak sabar mendengarkan cerita dari anak pertamanya itu.

“Jadi gimana?”

“Jadi tadi ‘kan pas aku baru sampai aku makin gugup ya, Bun, aku bingung juga. Aku harus duduk dimana? Gabung sama siapa? Terus malu juga kalau langsung sok akrab gitu. Eh tapi ya udah deh aku coba-coba aja samperin dua orang yang lagi ngobrol. Aku izin duduk, terus kita jadi kenalan deh. Dan ternyata, Bunda tau nggak apa yang terjadi selanjutnya?”

Inaya sengaja membuat teka-teki supaya mengundang rasa penasaran bundanya. Rieke menggelengkan kepalanya.

“Bunda nggak tau, emang apa, Kak?”

“Ternyata mereka teman sekelas aku, Bun. Aku senang banget pas tau mereka itu teman sekelas aku. Yeayy akhirnya tanpa aku harus cari-cari siapa yang sekelas sama aku, eh ternyata dipertemukan tanpa sengaja. Aku langsung akrab sama mereka. Bakal jadi sahabat aku mereka, Bun,”

“Alhamdulillah, baik-baik ya bertemannya, Nak,”

“Iya, Bun,”

“Udah makin dewasa, jadi tau mana yang benar dan nggak, dalam hal pertemanan juga begitu. Bunda percaya Inaya bisa jaga diri, bisa bersikap baik ke teman-temannya,”

“Iya, Bun,”

“Bunda senang kamu udah punya teman dekat, tapi jangan berteman sama seorang dua orang aja, sama semua juga harus berteman ya, jangan ada permusuhan pokoknya. Yang baik, biar orang juga baik ke kamu,”

“Iya, Bun,” Inaya mengangguk sambil tersenyum mendengar nasehat dari bundanya. Tidak pernah kesal ketika diberikan nasehat, yang ada justru bahagia sekali. Karena itu tandanya sang bunda ingin yang terbaik untuknya, perhatian kepadanya, peduli akan dirinya.

“Terus ada cerita apalagi?“

“Udah, itu aja, Bun,”

“Gurunya gimana? Udah ketemu guru ‘kan pasti?”

“Gurunya juga ramah kok, Bun. Tadi ada yang ngomong sebentar pas pembukaan. Namanya Ibu Dewi. Beliau yang kenalin tentang sekolahan itu, pokoknya semua baik deh, Bun,”

“Bunda senang banget dengarnya. Ya udah sekarang kamu istirahat dulu deh, atau mau makan?”

“Nggak, Bun, ini ‘kan baru jam sebelas, masa udah makan?”

“Ya nggak apa-apa, Nak. Kalau udah lapar jangan ditahan,”

“Belum kok, Bun,”

“Ya udah ganti baju deh sana, terus istirahat ya,”

“Okay sambil nunggu adek pulang. Dia tadi ‘kan minta dibeliin minuman boba kalau udah oulang sekolah. Eh iya, Bunda udah tau belum kakau ayah ngajakin kita ke mall nanti sore? Kata ayah, hadiah hari pertama aku SMA,”

“Iya Ayah udah chat Bunda tadi. Makanya istirahat biar sorenya seger mata kamu mau diajakin jalan sama ayah,”

“Okay siap, Bun,”

Inaya langsung bergegas naik ke lantai atas dimana kamarnya berada. Ia akan beristirahat seperti apa kata bundanya.

Selesai berganti baju, dan kendarat di atas ranjang dengan mulus, terdengar dering ponsel berasal dari ransel sekolahnya. Ia terpaksa meninggalkan ranjang dan mendekati sofa dimana ranselnya berada.

“Ia segera mengeluarkan ponselnya dan ternyata ada panggilan dari nomor yang tidak dikenal. Ia memilih untuk mengabaikan. Tak lama kemudian ada pesan masuk.

-Nay, ini aku Tari. Save nomor aku ya-

Senyum Inaya terbentuk setelah membaca pesan singkat itu. Tanpa pikir panjang, Ia langsung menghubungi Tari untuk sekedar memastikan saja.

“Assalamualaikum, Tar, ini beneran nomor kamu ya?”

“Waalaikumsalam Iya, save ya, aku udah save nomor kamu juga,”

“Okay sip, Tar,”

“Ya udah aku tutup teleponnya ya, Nay. Aku mau lanjut nonton,”

“Okay, Tar,”

Inaya selesai menyimpan nomor telepon Tari setelah itu Inaya meletakkan ponselnya di nakas, baru juga tiga detik ponsel itu Ia letakkan sudah ada panggilan masuk dari nomor tak dikenal lagi.

Kali ini ia jawab dengan perasaan takut-takut. Sebab hampir tidak pernah Ia menjawab telepon yang tidak dikenali nomornya.

“Assalamualaikum, Naya, ini aku Dita. Kamu udah sampai rumah?”

Mendengar suara Dita, Inaya menghembuskan napas lega. “Oh kamu, Dit. Alhamdulillah bukan siapa-siapa. Aku belum save nomor kamu nih,”

“Iya disimpan nomor aku ya, aku udah simpan nomor kamu ya, Nay,”

“Iya, Dit, oh iya tadi kamu nanya aku udah sampai rumah atau belum ya? Aku udah sampai rumah, Dit. Kamu sendiri gimana?”

“Iya lagi tiduran aja nih,”

“Alhamdulillah udah sampai rumah juga,”

“Eh tadi seru banget ya. Nggak sabar datang lagi ke sekolah besok,”

“Iya sama, tadi rasanya cepat banget ya?”

“Hmm…padahal aku pengen lebih lama merhatiin si dia,”

“Waduh siapa tuh? Dianya siapa? Kamu naksir sama seseorang?”

“Kakak Osis,”

“Hmm sudah kudugong,”

“Hahahaha dugong dibawa-bawa, dasar Naya cakep!”

“Kamu lah yang cakep,”

“Kamu, nggak ada kurang,”

“Ya ampun, emang aku siapa nggak ada kurang? Hahaha. Kamu bisa aja deh. Tapi serius, kamu beneran naksir sama kakak OSIS?”

“Iya beneran. Semuanya kenapa ganteng-ganteng sih? Heran banget deh aku,”

“Siapa kalau boleh tau? Tapi kalau kamu nggak mau cerita juga nggak apa-apa kok, Dit,”

“Itu lho, Ketuanya. Kalau kamu ada yang ditaksir nggak? Pasti ada lah, masa nggak ada? Orang semuanya ganteng gitu kok,”

“Bukan anak OSIS,”

“HAH?! SIAPA ITU?!”

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!