Bab 5

Kirania sibuk menempelkan plaster luka di wajahnya, sementara Petra sibuk dengan menatap pemandangan di luar jendela bus. Hari kedua ini benar-benar melelahkan untuk Kirania, pasalnya gadis itu membantai hampir sebagian siswa laki-laki seangkatan, belum lagi beberapa kakak kelas.

Dia tidak habis pikir dengan pemikiran sang papa. Jika biasanya para orang tua tidak suka anaknya ikut tawuran atau perkelahian, namun pria tampan rupawan yang sayangnya berstatus papanya itu dengan santai mendaftarkan dirinya di sana. Benar-benar papa yang aneh.

Mungkinkah akan terjadi sesuatu? Belum lagi sebuah fakta yang membuatnya terkejut. Selain pemilik restoran dan cafe, pria itu juga merupakan pemimpin sebuah kelompok bernama Draka yang berpusat di sebuah bar terkenal di distrik F. Bahkan pria itu merupakan pemimpin terkuat di kelompok itu, disusul Joshua, Benedict, Ivanna dan Ellios.

Dalam hati gadis itu menjerit histeris. Lebih baik pria itu menelantarkan dirinya, membuangnya di panti asuhan atau dimanapun, asalkan tidak terlibat dengan perseteruan antar geng. Meskipun dia akui Albert merupakan ayah yang hangat dan baik hati serta kaya, namun memiliki sebuah geng besar? Ciut coy.

Membayangkan dirinya menjadi sandera agar sang papa mau tunduk, di culik dengan tebusan sejumlah uang yang besar, dijadikan target musuh sang papa atau hal buruk lainnya membuat gadis itu merinding. Dia tidak mau terlibat, namun sayangnya dia tidak tau harus pergi kemana.

Sayang sekali kalau harus pergi meninggalkan rumah itu. Meskipun Albert sama sekali tidak keberatan dengan keberadaan dirinya dan menyayanginya, namun berada di sekitar pria itu lebih berbahaya. Salah-salah dia akan menjadi kelemahan pria itu.

Hidup mandiri? Dia ingin sekali, namun kota ini berbahaya. Dia khawatir di culik atau bertemu dengan salah satu bawahan keluarga Anderson. Bisa-bisa dirinya di seret kembali ke kediaman yang sudah lama dia tinggalkan. Dia tidak mau hidup menderita lagi di keluarga itu.

Menikah muda atau menjalani pertunangan? Hell no! Masa mudanya sangat berharga. Dia tidak mau meratapi kehidupannya seperti ilusi yang di tunjukkan oleh Ganymede. Dia tidak mau sakit hati lalu mati. Hidup itu berharga dan terlalu indah untuk disia-siakan.

Tinggal bersama Joshua? Pria itu juga sama berbahayanya. Dia merupakan wakil Albert sekaligus dokter gila. Meskipun sang paman selalu memanjakannya, namun pria itu sangat cerewet untuk ukuran seorang pria. Bisa-bisa telinganya berdarah mendengar ocehan pria itu.

Satu-satunya pilihan adalah bertahan hidup. Ya, dia memutuskan bertahan hidup di dalam sarang predator buas itu. Ibarat seekor kucing yang berada di dalam sarang harimau. Dia akan bertahan semaksimal mungkin sampai dirinya lulus.

Petra yang melihat Kirania sibuk dengan pemikirannya sendiri hanya bisa geleng-geleng kepala sebelum seseorang memanggil mereka.

"Hei, cunguk! Lo murid kelas satu, ya?" Seru seorang pemuda berambut jabrik jingga ngejreng yang menyakiti mata. Pria itu mengenakan seragam yang sama, namun pakaiannya terbuka, memamerkan kaus hitam yang di pakainya.

Kirania dan Petra yang kaget menoleh ke sekelilingnya, terlihat beberapa pemuda menatap mereka dengan tajam dan penuh intimidasi. Lalu keduanya menunjuk dirinya sendiri dengan kebingungan.

"Iyalah, goblok! Gue tanya kalian!" Sewot pemuda itu kesal.

Mereka berdua menganggukkan kepalanya kompak.

"Lo berdua ikut kami sekarang." Titahnya tegas.

⚛️⚛️⚛️⚛️⚛️

Kini mereka berada di sebuah bukit dengan pemandangan menghadap laut. Mereka terlihat berkerumun melingkari tiga orang yang tengah duduk di tanah. Untungnya cuaca sore ini tidak terlalu terik, sehingga mereka tidak kepanasan, serta terdapat beberapa pohon rindang yang melindungi dari sinar matahari langsung.

"Jadi lo yang berhasil menahan tendangan si Mahera dan membantai hampir semua siswa angkatan lo serta kakak kelas?" Tanya pemuda berambut jingga itu sambil menghembuskan asap rokoknya.

"Yap. Benar." Jawab Kirania santai.

"Wih, berani bener lo ngelawan siswa magang." Celetuk yang lainnya sambil bertepuk tangan yang membuat mereka berdua mengernyitkan dahinya kebingungan.

Mengetahui junior mereka yang kebingungan, mereka memutuskan memberi penjelasan yang mereka ketahui.

Siswa magang, merupakan siswa yang bersekolah dan bekerja magang atau turun langsung ke lapangan. Mereka ini sudah memiliki penghasilan sendiri.

Sedangkan siswa tetap merupakan siswa biasa yang hanya fokus untuk belajar.

Siswa magang dipimpin oleh Mahera Rahayana, pemuda terkuat sekaligus pemimpin siswa magang. Pemuda itu merupakan petarung terbaik di Demon High School di susul oleh Sanca yang merupakan siswa terkuat nomor dua sekaligus pemimpin siswa tetap.

Kadang kedua pemimpin kelompok ini bertarung untuk menjadi terkuat di sekolah ini, yang pastinya selalu dimenangkan oleh Mahera.

Sekolah ini tidak melulu soal pertarungan. Mereka juga belajar seperti siswa umumnya, namun karena mereka tergolong siswa nakal, mereka hanya berkelahi di saat-saat tertentu saja.

Kirania dan Petra mengangguk paham mendengar penjelasan pemuda itu.

"Lalu sekolah kita memiliki tiga musuh. Hollow High School yang terletak di distrik D. Scorpion High School di distrik E, dan Arrow High School di distrik F. Namun kita lebih sering bertarung dengan Arrow High School karena masalah sepele." Jelasnya panjang lebar.

Sekolah Demon High School merupakan sekolah terkuat nomor empat jika dibandingkan dengan durasi pertarungan dari sekolah lainnya. Mereka sangat jarang bertarung, kecuali di ganggu terlebih dahulu.

Meskipun Arrow High School selalu mencari ribut, hanya beberapa siswa yang turun langsung, itupun dengan membuat mereka kalah telak.

Jika diukur berdasarkan tingkat tempurnya, Demon High School lebih unggul, mengingat sebagian besar murid-murid nya memiliki tubuh kokoh dan kekar. Apalagi mereka selalu berlatih bersama setiap waktu dan melakukan tanding setiap tiga bulan sekali.

Mereka juga menceritakan beberapa orang terkuat di sekolah ini setelah. Mahera dan Sanca. Salah satunya Ferio dari kelas XI, dia terkenal sebagai panglima iblis karena brutalnya dalam pertarungan.

Luis Gunawan, peringkat nomor empat dari kelas XI di sekolah ini. Di juluki sebagai zombie karena saking sukanya bertarung. Dia bahkan pernah bertarung seorang diri saat terjadi tawuran.

Eno Prayitno, peringkat terakhir dari kelas XI. Dia terkenal dengan taktikya yang hebat dalam mengamalkan situasi dan kondisi. Bisa dibilang dia adalah ahli strategi sekaligus petarung terkuat.

Mereka berlima adalah kandidat terkuat secara global di sekolah ini. Bahkan sesekali beberapa sekolah luar menantang mereka untuk bertarung yang justru dimenangkan dengan mudah oleh kelima orang itu. Sehingga sekolah ini dijuluki sekolah petarung terbaik.

"Lalu kalian berdua mau bergabung di kelompok mana?" Tanya pemuda berambut jingga jabrik itu penasaran.

"Kami tidak mau bergabung ke kelompok manapun." Jawab mereka tegas.

"Baiklah kalau begitu."

⚛️⚛️⚛️⚛️

"Baru pulang?" Tanya Albert bersedekap dada saat melihat sang anak baru muncul dari balik pintu dengan wajah berhiaskan plaster luka.

Kirania hanya bisa nyengir kuda sambil meringis dengan tatapan sang papa. Memang dia baru pulang sesaat setelah matahari terbenam, mengingat dia di seret oleh seniornya dan membahas tentang sekolah barunya.

"Hehe... Iya, Pa."

"Wow~ Wajahmu terlihat menyedihkan. Apakah kucingku ini habis cakar-cakaran?" Celetuk Ellios dengan nada mengejek.

"Jangan mengejekku, Botol Sambal! Kau pikir mudah melawan hampir separuh siswa seangkatan beserta beberapa senior, hah?" Sembur gadis itu kesal.

Albert dan Ellios yang mendengar hal itu merasa tertarik dan menatap Kirania dengan penuh minat.

"Jadi kau yang menang, kan?"

"Tentu saja. Kalau tidak, mungkin aku sudah menginap di rumah sakit." Sewot Kirania sambil melangkah memasuki rumah minimalis berlantai dua itu.

"Bersihkan dirimu dan makan malam bersama." Perintah Albert.

"Baik, Pa."

Setelah selesai membersihkan diri dan makan malam, Kirania memutuskan bersantai di ruang keluarga bersama sang papa dan Ellios, dengan gadis itu duduk manis di pangkuan sang papa.

"Jadi kau berhasil menang? Serius?" Tanya Ellios beruntun.

"Tentu saja. Kalau aku bohong, mungkin aku sudah berada di rumah sakit."

"Hei, jangan ngegas, Kucing." Kesal Ellios.

"Karena kalian terus-terusan memanggilku kucing. Apakah kalian lupa dengan namaku?" Balas Kirania kesal.

"Tentu saja tidak." Balas keduanya kompak.

"Karena kau menggemaskan seperti kucing. Jadi kami memanggilmu kucing." Ucap Ellios sambil menaik tirunkan alisnya membuat Kirania mendengus sebal.

"Serah kalian, ah." Lalu Kirania membenamkan kepalanya di dada sang papa, namun kembali meringis karena baru mengingat wajahnya yang berhiaskan plaster luka.

"Sepertinya kau sedikit payah dalam pertarungan." Ejek Albert sinis.

"One by one dan keroyokan itu beda, Pa." Balas Kirania tak kalah sinis lalu segera meloncat turun dari pangkuan sang papa. Dia menghampiri Ellios dan tanpa aba-aba, gadis itu segera mendudukkan diri di pangkuan sang kakak.

"Katakanlah kau payah, Kucing." Ledek Albert yang sukses membuat gadis itu menggeram sebal.

"Ayah, hentikan. Kucing ini mau ngamuk." Celetuk Ellios.

Kesal dengan kedua pria itu, Kirania memutuskan menyikut perut Ellios kencang, hingga pemuda itu meringkuk kesakitan.

"Kalian benar-benar menyebalkan!!"

Seketika suara tawa terdengar di ruangan itu.

Terpopuler

Comments

Rama Fitria Sari

Rama Fitria Sari

hallo, salam kenal. Like dan komen sudah mendarat ya. Harap mampir kembali di karya terbaru ku "Jika masih berjodoh" Dan "Akankah kita berpisah" Mari saling mendukung terima kasih

2023-07-22

1

RS

RS

semangat terussssss thor

2023-07-12

0

Sribundanya Gifran

Sribundanya Gifran

good job thor lanjut terus....💪💪💪💪💪

2023-06-26

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!