Laki laki itu

"Baik kak, semua lancar. Tapi kalau Nisa sudah masuk ke tahap akhir. Nisa tinggal nyusun aja," ujar Linda terkekeh.

"Lah kamu belum nyusun?" Atala tampaknya lupa keadaan Linda yang memang dulu menganggur dua tahun dulu untuk mencari uang masuk kuliah.

"Kan Linda nganggur dulu kak, semester depan saja baru mau magang," ujar Linda terkekeh. Mereka memasuki rumah tersebut sembari berjalan bersama hingga di ruang keluarga yang merangkak menjadi ruang tv tersebut. Atala segera duduk di ruang tersebut, tepat bersebelahan dengan putra dan adiknya. "Linda ambilin minum apa kak?"

"Apa aja, yang dingin ya," ujar Atala segera mendudukkan diri di samping putra dan Anisa. "Aduh adik dan anak ayah..." Atala mengecup pipi keduanya, baru kemudian ikut bermain.

Linda datang membawa minuman untuk Atala, dan ikut duduk. Linda memilih untuk menonton televisi, sesekali ia melirik Atala, Putra dan Anisa yang tengah bercengkerama, Linda tersenyum miris, ia teringat akan masa kecilnya sebelum kecelakaan maut yang merenggut kedua orangtuanya. Ia masih dan akan selalu merindukan masa kecilnya itu. Linda menundukkan kepalanya mencoba menghilangkan rasa sedihnya, ia takut akan mempengaruhi mood yang lain. Setidaknya ia bersyukur dipertemukan olah keluarga Anisa yang mau merangkulnya, ketika ia masuk di bangku SMA, setidaknya ia bisa kembali mengenang dan merasakan bagaimana rasanya ketika memiliki orang tua yang lengkap, meski empat tahun kemudian orang tua dari Atala dan Anisa juga menyusul kedua orangtuanya yang saat ini ia harap berkumpul di surga.

"Yah... ayah malam ini Putra tidurnya dengan Tante Linda dulu ya," ujar Putra cemberut. Anak itu mengira bahwa ayahnya akan membawanya kembali ke apartemen. Jujur saja ia sangat takut kepada ibunya, terlebih ibunya suka marah ketika ada teman laki laki ibunya.

Putra masih ingat betul bahwa ibunya pernah marah kala Putra tanpa sengaja menjatuhkan makanannya, dan laki laki yang ada di hadapannya hanya menggeleng. Kemudian meninggalakan meja makan. Ibunya sangat marah dan mengurungnya di kamar, hingga ia tak bersekolah ke esokan harinya.

"Iya kita tidur di sini," ujar Atala mengusap lembut kepala putranya.

Anisa jelas tahu betul siapa Atala, mereka memang bukan saudara kandung, namun jelas mereka tumbuh bersama. Anisa tahu bahwa Atala memiliki masalah dan memilih menyembunyikannya.

"Kakak, are you okey?" Anisa memandang lekat wajah Atala, membuat Atala tersenyum.

"I'm ok, don't worry," ujar Atala tersenyum menutupi semua kesedihannya.

"Kak menurut dosen Linda ga baik menyimpan luka, lebih baik bicarakan biar hati lega," ujar Linda menyambung omongan kedua kakak beradik tersebut.

Atala tersenyum memilih mengusap lembut rambut Linda, ia juga telah menganggap Linda seperti adik sendiri. Atala sudah sangat mengenal Linda dengan baik. "Kalian belum saatnya mengetahui permasalahan rumah tangga, ada saat nya ketika kalian telah menikah."

"Masih lama kak, pacar aja belum punya sampai sekarang," ujar Anisa dengan segala ekspresi yang keluar dari gestur tubuhnya.

"Sudahlah kambuh lagi, pasti mau curhat colongan," Linda tertawa melihat tingkah Anisa yang memang mudah membuat semua orang tertawa.

“Oh ya kak Yanti mana? Ga tidur di sini juga?” Anisa tiba tiba teringat kakak iparnya itu.

“Tidak ketempat keluarganya,” ujar Atala sekenanya, ia tak ingin membahas Yanti saat ini, hatinya memanas secara tiba tiba.

Anisa memang memiliki wajah yang selayaknya orang Indonesia, karena Anisa asli orang Indonesia asli, sementara Linda memang memiliki ayah yang berketurunan Turki dan ibu asli Indonesia. Orang tuanya meninggal dunia setelah kecelakaan menimpanya mereka, dan Linda kecil di titipkan di panti asuhan oleh pamannya. Kini Linda tinggal bersama sahabatnya, dan menjalankan semua dengan berjuang sendiri.

Malam semakin larut, kini Atala berbaring di kamar Linda, rumah itu memang hanya memiliki dua kamar, dulu sebelum ia menikah ia akan tidur di ruang tv. Namu setelah menikah, ia memilih untuk tinggal di apartemen. Atala memang sudah meminta kedua orangtuanya pindah, namun mereka tidak mau meninggalakan rumah sederhana tersebut.

Dua tahun lalu kedua orangtuanya meninggal dan ia harus menjadi kakak sekaligus seorang ayah untuk Anisa. Meski gadis itu menolak untuk tinggal di apartemennya, namun Atala boleh tenang, karena Anisa tinggal bersama Linda.

Atala memandang anaknya yang kini tertidur pulas, anaknya akan menginjak umur delapan tahun. Ia tak ingin anaknya kehilangan kasih sayang dari kedua orangtuanya. Ia ingin anaknya seberuntung dirinya, meski dengan kondisi yang berbeda.

Atala memilih untuk keluar dari kamarnya, dan berjalan ke arah dapur. Tenggorokannya terasa kering ketika mengingat seluruh masalahnya. Ingin pergi namun ada yang mengikat, ingin bebas namun seperti ada sangkar yang mengurungnya. Itulah yang di rasakan oleh Atala saat ini. Saat tengah berjalan menuju dapur, ia melihat cahaya di kamar Anisa. Atala mengintip kegiatan kedua gadis itu, tampaknya Anisa sibuk dengan tugas akhirnya, sementara Linda tampak sibuk membaca buku. Atala tersenyum melihat keduanya, inilah kenapa ia tak ingin bercerita kepada gadis itu, ia telah melihat betapa sulitnya hidup kedua gadis itu, bekerja sembari kuliah, sungguh tidaklah mudah, jadi ia tidak ingin menambah beban dengan cerita mereka.

Tanpa terasa air mata Atala menetes membuat Atala segera mengusapnya dan berjalan ke arah dapur, membuka kulkas, dan menyesapnya hingga habis. Atala mencoba menenangkan kepalanya dengan meminum air dingin.

......................

"Halo honey..." Yanti tampak sibuk mendandani wajahnya.

"Ya baby? Kenapa? Kangen?" Yanti tersenyum kala mendengar suara laki laki itu, Yanti bak remaja yang di mabuk asmara.

"Kita ketahuan sama suami aku honey..." Yanti merengek dari ujung sana.

"Apa?! Apa dia tahu wajah ku? Gawat kalau dia tahu, dia akan membuat citra perusahaan ku rusak, akan ku pecat dia," El Barack berteriak dari ujung sana.

El Barack merupakan bos dari Atala bekerja. Sejujurnya dirinya juga telah memiliki istri, namun ia tetap menjalani perselingkuhan yang telah mencapai tiga bulan itu.

"Tenang honey, dia hanya melihat mu dari belakang," ujar Yanti menenangkan, baginya El Barack merupakan orang yang sangat sempurna, sudah mapan, tampan pula. Ia bahkan merasa beruntung hanya menjadi simpanannya.

Mereka awalnya bertemu di acara tahunan perusahaan milik El Barack, saat itu Atala membawa Yanti, dan memperkenalkannya dengan bosnya. Beberapa pertemuan yang tak di sengaja akhirnya membawa mereka pada hubungan terlarang.

"Bagus lah baby, hm... besok aku akan mengirimnya keluar negeri, mewakili ku," ujar El Barack di ujung sana.

"Hm... tidak masalah, kau suruh saja dia, biar Putra ku titipkan kepada adiknya," ujar Yanti tersenyum senang.

"Ok baby, I'll gonna miss you," ujar El Barack di balik telfon sana. "Ah istri ku sayang, bay baby." Ia melihat istrinya tengah berjalan ke arah ruang kerjanya.Barack mematikan telfonnya tepat ketika pintu terbuka, tampak seorang wanita cantik tersenyum menawan ke arah nya.

"Kamu tidak lelah sayang? Ayo kita tidur."

"Hm... tapi aku minta ya," ujarnya segera menggendong sang istri. Wanita itu tertawa sembari memeluk suaminya.

.............

Sementara di apartemen Yanti, ia tengah bersiap menunggui seseorang dengan berdandan sedemikian menggoda, pakainya minim untuk menyambut tamu. Ia yakin suaminya tak akan kembali, ia tahu betul karakter suaminya. Lagi pula di jam yang larut ini, biasanya tak ada lagi penghuni apartemen yang berlalu lalang, mereka biasanya terlelap saat itu.

Bunyi bell membuat Yanti berjingkrak segera berjalan ke arah pintu, sembari menyemprotkan wewangian di tubuhnya. "Itu pasti Om Buana!”

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!