Game Over (Mantan Suami)
As'salamualaikum, selamat datang calon pembaca setia, terima kasih buat siapa pun yang sudah mampir ke karya saya yang berjudul. GAME OVER (Mantan Suami) semoga dengan membaca novel ini bisa menghibur, dan jangan lupa dukungannya terus yah.
Semoga novel ini juga bisa memberikan pelajaran, dan bisa memberikan pengaruh yang positif, terlepas ada kata atau alur cerita yang mungkin kurang pantas, mohon dimaklumi.
Bijaklah dalam membaca karya, apabila ada yang kurang berkenan, bisa tinggalkan saran, dengan senang hati saya akan perbaiki kesalahan sekecil apa pun.
Selamat membaca ....
******
Aku berdiri termenung di balik jendela. Pandangan mata menatap ke luar rumah, berharap Mas Azam segera pulang. Kali ini aku alihkan pandang mata menatap ke jam yang tergantung di dinding kamar. Sudah jam sepuluh, tapi Mas Azam belum pulang juga. Kembali aku teringat ucapan Meli dan Janah. Mereka adalah teman saat aku kuliah, dan dua orang sahabat itu kerja dalam satu perusahaan dengan mas suami.
[Zi, apa kamu nggak curiga sama Azam, dia dekat banget sama atasannya, Bu Dewi.]
[Zi, jangan terlalu percaya dengan suami kamu, lebih baik kamu cari tahu kebenaranya. Soalnya sudah jadi rahasia umum kalau suami kamu itu ada hubungan dengan Bu Dewi. ]
[Bahkan karyawan sudah banyak yang memergoki mereka keluar masuk hotel yang ada di dekat kantor.]
[Di grup kantor juga banyak yang gosipin mereka.]
[Aku ngomong kaya gini karena kasihan saja sama kamu.]
[Kamu percaya boleh, tapi juga harus tetap mengawasi di belakang kamu, suami kamu kaya gimana. Agar kamu tidak teru-terusan dibohongin.]
Itu adalah serentetan pesan yang dikirimkan oleh Janah dan juga Meli. Bukan hanya sekali dua kali mereka mengingatkan aku tentang hubungan Azam dengan Bu Dewi, tetapi aku tetap saja sulit untuk percaya. Bahkan mereka mengingatkan aku sejak Mas Azam naik jabatan. Kata mereka sudah banyak yang curiga kedekatan mas suami dengan atasannya.
Namun, aku tetap mencoba percaya dengan mas suami karena beliau selalu bilang hubungan dengan Bu Dewi hanya sebatas atasan dan bawahan apalagi mereka sekarang kerjanya selalu terhubung jadi sebatas dekat hubungannya. Selain itu aku juga percaya karena Mas Azam yang aku kenal dia adalah laki-laki baik, juga rasanya tidak mungkin ada main dengan atasannya apalagi jarak umur di antara Mas Azam dengan Bu Dewi cukup banyak. Yah, memang kalau dilihat kriteria mungkin Bu Dewi masuk keselera suamiku. Yang lebih suka dengan wanita dewasa.
Contohnya hubungan kami terpaut usia dua tahu, aku lebih tua dua tahun dari Mas Azam. Kata mas suami kalau yang lebih tua itu nyambung aja pembicaraannya dan tidak manja, mandiri dan tidak neko-neko. Namun, masa iya dengan, Bu Dewi juga Mas Azam terpincut? Aku sudah beberapa kali ketemu beliau jauh lebih berumur dari Mas suami.
Kalau di kantor sudah bukan rahasia umum lagi rasanya sangat mustahil kalau gosip itu hanya dibagikan oleh orang-orang iseng saja. Apalagi gosip itu bukan kali ini saja aku dengan sudah cukup lama mendengar gosip itu. Namun, selama ini aku berusaha tetap percaya dengan Mas Azam.
Aku beranjak dari balik jendela berjalan ke tempat tidur. Menatap wajah Giovani yang sedang tertidur pulas rasanya hati ini seperti teriris sembilu, perih. Anakku saat ini berusia tiga tahun. Lalu bagaimana nasib kami kalau benar Mas Azam selingkuh?
Kembali aku teringat perjuangan awal kami menikah.Tidak mendapatkan restu dari orang tua serta pekerjaan Mas Azam yang hanya staff biasa membuat aku, nekat menikah dengan Mas Azam meskipun ibu tidak merestui hubungan kami. Baru setelah Gio lahir perekonomian mas suami membaik hingga sekarang kami bisa hidup mewah, dan ibu perlahan pun membuka restu pernikahan kami. Karena Mas Azam bisa membuktikan kalau dia laki-laki yang tanggung jawab.
Aku mencium kening Gio, sebelum memutuskan mencoba menyusul Mas Azam ke kantor. Mungkin saja aku tahu sesuatu dan tidak lagi berpikiran yang tidak-tidak. Aku hanya ingin membuktikan kalau Mas Azam tidak akan selingkuh. Mas Azam laki-laki yang setia dan tidak mungkin bermain api dengan bosnya.
"Bi, tolong jaga Gio yah. Aku ada urusan sebentar." Aku akhirnya menitipkan Gio pada Bi Jumi, asisten rumah tangga di rumah kami.
"Baik Bu."
"Sayang, Bunda pergi sebentar yah, Gio sama Bibi dulu. Jangan rewel yah Sayang." Sebelum memutuskan pergi aku pun pamit dulu pada anakku di telinga kanannya dengan berbisik. Meskipun Gio sedang tidur pulas, tapi aku tahu dia akan dengan apa yang aku bisikan.
Setelah urusan Gio aman, aku pun langsung bersiap menuju kantor mas suami. Angin malam yang dingin terasa menusuk kulit ketika aku membuka pintu. Cuaca memang sedikit mendung membuat angin terasa cukup dingin meskipun aku sudah memakai sweater dan juga hijab serta rok yang panjang.
Aku rela mengemudi mobil seorang diri, untuk membuktikan kalau ucapan Janah dan Meli tidak benar. Atau setidaknya kalau benar aku ada bukti untuk membuat mas suami dan Bu Dewi malu. Jarak rumah kami ke kantor mas suami cukup jauh harus memakan waktu satu jam. Bayangkan saja aku yang wanita sendirian naik mobil dengan jarak satu jam sedangkan saat ini sudah jam sepuluh malam yang otomatis aku akan sampai di kantor suamiku pukul sebelas malam atau bahkan lebih.
Jalanan yang sudah mulai sepi pun cukup menguntungkan. Kini aku sudah ada di depan kantor mas suami. Tepatnya sebelum jam sebelas. Lebih cepat dari perkiraanku tadi.
Pertama sampai di kantor suami tentu kesannya sepi. Rasanya tidak mungkin kalau suamiku masih lembur di kantor sedangkan sekarang sudah hampir tengah malam.
Tidak habis akal, aku kembali mencoba menghubungi suamiku, tetapi kali ini tidak diangkat sedangkan sebelum aku memutuskan berangkat ke kantor mas suami, lebih dulu aku menghubungi Mas Azam untuk memastikan kalau Mas Azam masih di kantor, dan benar saja mas suami mengatakan masih di kantor. Tentu aku tidak mengatakan kalau akan menyusul. Aku hanya bertanya seperti biasa.
Ingin aku balik kembali ke rumah, tetapi rasanya sayang sudah jauh-jauh aku menyetir belum malam hari, cape, ngantuk masa balik lagi. Lagi pula hati kecil seolah mengatakan kalau aku setidaknya harus mengecek sampai dalam.
Dengan hati deg-degan aku turun menghampiri satpam yang berjaga di depan pintu masuk kantor suamiku bekerja.
"Misi Pak, apa Mas Azam masih kerja di dalam?" tanyaku dengan suara lirih, sopan dan berhati-hati.
"Betul Bu, Pak Azam dan Bu Dewi sedang menyiapkan laporan pajak, makanya lembur," jawab security dengan sopan. Aku memberikan respon mengangguk.
"Boleh saya masuk, ada hal penting, tadi di hubungi ponselnya tidak aktif." Aku menunjukan layar ponsel yang sudah beberapa kali melakukan panggilan telepon pada mas suami, tapi tidak dapat jawaban juga.
"Boleh Bu, ruangan Mas Azam dan Bu Dewi berhadapan ada di lantai tiga ruangan paling ujung," jawab security sembari memperagakan dengan tangannya.
Aku beruntung karena berurusan dengan security tidak seribet yang aku bayangkan. Aku pun bisa masuk kantor ini, dan membuktikan apakan yang dikatakan Meli dan Janah benar atau justru hanya gosip semata.
Kesan pertama masuk ke kantor ini tentu aku merasa sangat sepi karena di jam segini tidak ada lagi yang bekerja hanya bagian mekanik dan security yang masih berjaga. Aku yang sebenarnya penakut ingin segera lari balik ke luar, tetapi lagi-lagi pikiranku mengatakan agar menahannya jangan manja dan cengeng. Aku harus cari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Setelah memencet tombol lift angka tiga kini aku pun sudah sampai di lantai tiga. Tidak jauh berbeda dengan di lantai dasar, di lantai tiga pun hanya ada dua orang yang masih bekerja dan sepertinya lagi-lagi tim mekanik atau mungkin IT.
Aku mengikuti petunjuk security berjalan dengan tergesa menuju ujung ruangan. Terdengar bisik-bisik dari dua orang itu, tetapi aku mengabaikannya.
Yang pertama pasti ruangan mas suami, tahu dari papan nama yang tergantung di atas pintu. Dengan hati-hati aku membuka pintu ruangan mas suami. Sepi, bahkan lampu pun sudah mati. Tidak habis akal. Aku beralih ke ruangan atasan Mas Azam yaitu Bu Dewi. Kali ini sepi juga, tapi lampu tidak dimatikan seperti ruangan mas suami.
Ingin rasanya aku balik karena dalam dua ruangan itu tidak ada penghuninya, apalagi jujur aku juga takut dengan dua orang laki-laki tadi yang sedang bekerja, tetapi aku tertarik pada pintu lain yang ada di dalam ruangan Bu Dewi apalagi pintu itu terbuka sedikit dan bisa aku lihat ada nyala lampu meskipun tidak seterang pada ruangan kerja.
Dengan perlahan aku masuk. Ruang kerja yang cukup berantakan. Pandangan mataku ternodai dengan kotak kecil yang sangat aku kenal. Yah, mas suami sering memakainya ketika kami melakukan hubungan suami istri dulu saat Gio masih kecil.
Jantung ini semakin berdebar sangat kencang. Aku bergetar, bingung kalau memang apa yang aku takutkan benar terjadi. Cukup lama aku berdiri di ruangan luas ini. Sebelum akhirnya kembali berjalan menuju pintu yang sejak tadi menarik perhatianku.
Deg!! Aku semakin tidak kuat ketika melihat pakaian yang sangat aku kenal berserakan di lantai.
Tuhan, aku harus apa?
Bersambung....
#Mohon dukungannya, tinggalkan like sebelum lanjut baca yah.🙏🏻🙏🏻
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
Indah🍁
kenapa ya setiap perselingkuan itu pihak perempuan harus nahan sakit,
2023-07-14
1
ahyuun.e
aduh mana oppa ku thor apa aku nyasar ya hahaha
2023-06-28
1
mama oca
assalamuallaikum kak...saya baru sempet mampir baca walau pas dapet notiif lllangsung masukin ke favorit..semangattt
2023-06-25
1