As'salamualaikum, selamat datang calon pembaca setia, terima kasih buat siapa pun yang sudah mampir ke karya saya yang berjudul. GAME OVER (Mantan Suami) semoga dengan membaca novel ini bisa menghibur, dan jangan lupa dukungannya terus yah.
Semoga novel ini juga bisa memberikan pelajaran, dan bisa memberikan pengaruh yang positif, terlepas ada kata atau alur cerita yang mungkin kurang pantas, mohon dimaklumi.
Bijaklah dalam membaca karya, apabila ada yang kurang berkenan, bisa tinggalkan saran, dengan senang hati saya akan perbaiki kesalahan sekecil apa pun.
Selamat membaca ....
******
Aku berdiri termenung di balik jendela. Pandangan mata menatap ke luar rumah, berharap Mas Azam segera pulang. Kali ini aku alihkan pandang mata menatap ke jam yang tergantung di dinding kamar. Sudah jam sepuluh, tapi Mas Azam belum pulang juga. Kembali aku teringat ucapan Meli dan Janah. Mereka adalah teman saat aku kuliah, dan dua orang sahabat itu kerja dalam satu perusahaan dengan mas suami.
[Zi, apa kamu nggak curiga sama Azam, dia dekat banget sama atasannya, Bu Dewi.]
[Zi, jangan terlalu percaya dengan suami kamu, lebih baik kamu cari tahu kebenaranya. Soalnya sudah jadi rahasia umum kalau suami kamu itu ada hubungan dengan Bu Dewi. ]
[Bahkan karyawan sudah banyak yang memergoki mereka keluar masuk hotel yang ada di dekat kantor.]
[Di grup kantor juga banyak yang gosipin mereka.]
[Aku ngomong kaya gini karena kasihan saja sama kamu.]
[Kamu percaya boleh, tapi juga harus tetap mengawasi di belakang kamu, suami kamu kaya gimana. Agar kamu tidak teru-terusan dibohongin.]
Itu adalah serentetan pesan yang dikirimkan oleh Janah dan juga Meli. Bukan hanya sekali dua kali mereka mengingatkan aku tentang hubungan Azam dengan Bu Dewi, tetapi aku tetap saja sulit untuk percaya. Bahkan mereka mengingatkan aku sejak Mas Azam naik jabatan. Kata mereka sudah banyak yang curiga kedekatan mas suami dengan atasannya.
Namun, aku tetap mencoba percaya dengan mas suami karena beliau selalu bilang hubungan dengan Bu Dewi hanya sebatas atasan dan bawahan apalagi mereka sekarang kerjanya selalu terhubung jadi sebatas dekat hubungannya. Selain itu aku juga percaya karena Mas Azam yang aku kenal dia adalah laki-laki baik, juga rasanya tidak mungkin ada main dengan atasannya apalagi jarak umur di antara Mas Azam dengan Bu Dewi cukup banyak. Yah, memang kalau dilihat kriteria mungkin Bu Dewi masuk keselera suamiku. Yang lebih suka dengan wanita dewasa.
Contohnya hubungan kami terpaut usia dua tahu, aku lebih tua dua tahun dari Mas Azam. Kata mas suami kalau yang lebih tua itu nyambung aja pembicaraannya dan tidak manja, mandiri dan tidak neko-neko. Namun, masa iya dengan, Bu Dewi juga Mas Azam terpincut? Aku sudah beberapa kali ketemu beliau jauh lebih berumur dari Mas suami.
Kalau di kantor sudah bukan rahasia umum lagi rasanya sangat mustahil kalau gosip itu hanya dibagikan oleh orang-orang iseng saja. Apalagi gosip itu bukan kali ini saja aku dengan sudah cukup lama mendengar gosip itu. Namun, selama ini aku berusaha tetap percaya dengan Mas Azam.
Aku beranjak dari balik jendela berjalan ke tempat tidur. Menatap wajah Giovani yang sedang tertidur pulas rasanya hati ini seperti teriris sembilu, perih. Anakku saat ini berusia tiga tahun. Lalu bagaimana nasib kami kalau benar Mas Azam selingkuh?
Kembali aku teringat perjuangan awal kami menikah.Tidak mendapatkan restu dari orang tua serta pekerjaan Mas Azam yang hanya staff biasa membuat aku, nekat menikah dengan Mas Azam meskipun ibu tidak merestui hubungan kami. Baru setelah Gio lahir perekonomian mas suami membaik hingga sekarang kami bisa hidup mewah, dan ibu perlahan pun membuka restu pernikahan kami. Karena Mas Azam bisa membuktikan kalau dia laki-laki yang tanggung jawab.
Aku mencium kening Gio, sebelum memutuskan mencoba menyusul Mas Azam ke kantor. Mungkin saja aku tahu sesuatu dan tidak lagi berpikiran yang tidak-tidak. Aku hanya ingin membuktikan kalau Mas Azam tidak akan selingkuh. Mas Azam laki-laki yang setia dan tidak mungkin bermain api dengan bosnya.
"Bi, tolong jaga Gio yah. Aku ada urusan sebentar." Aku akhirnya menitipkan Gio pada Bi Jumi, asisten rumah tangga di rumah kami.
"Baik Bu."
"Sayang, Bunda pergi sebentar yah, Gio sama Bibi dulu. Jangan rewel yah Sayang." Sebelum memutuskan pergi aku pun pamit dulu pada anakku di telinga kanannya dengan berbisik. Meskipun Gio sedang tidur pulas, tapi aku tahu dia akan dengan apa yang aku bisikan.
Setelah urusan Gio aman, aku pun langsung bersiap menuju kantor mas suami. Angin malam yang dingin terasa menusuk kulit ketika aku membuka pintu. Cuaca memang sedikit mendung membuat angin terasa cukup dingin meskipun aku sudah memakai sweater dan juga hijab serta rok yang panjang.
Aku rela mengemudi mobil seorang diri, untuk membuktikan kalau ucapan Janah dan Meli tidak benar. Atau setidaknya kalau benar aku ada bukti untuk membuat mas suami dan Bu Dewi malu. Jarak rumah kami ke kantor mas suami cukup jauh harus memakan waktu satu jam. Bayangkan saja aku yang wanita sendirian naik mobil dengan jarak satu jam sedangkan saat ini sudah jam sepuluh malam yang otomatis aku akan sampai di kantor suamiku pukul sebelas malam atau bahkan lebih.
Jalanan yang sudah mulai sepi pun cukup menguntungkan. Kini aku sudah ada di depan kantor mas suami. Tepatnya sebelum jam sebelas. Lebih cepat dari perkiraanku tadi.
Pertama sampai di kantor suami tentu kesannya sepi. Rasanya tidak mungkin kalau suamiku masih lembur di kantor sedangkan sekarang sudah hampir tengah malam.
Tidak habis akal, aku kembali mencoba menghubungi suamiku, tetapi kali ini tidak diangkat sedangkan sebelum aku memutuskan berangkat ke kantor mas suami, lebih dulu aku menghubungi Mas Azam untuk memastikan kalau Mas Azam masih di kantor, dan benar saja mas suami mengatakan masih di kantor. Tentu aku tidak mengatakan kalau akan menyusul. Aku hanya bertanya seperti biasa.
Ingin aku balik kembali ke rumah, tetapi rasanya sayang sudah jauh-jauh aku menyetir belum malam hari, cape, ngantuk masa balik lagi. Lagi pula hati kecil seolah mengatakan kalau aku setidaknya harus mengecek sampai dalam.
Dengan hati deg-degan aku turun menghampiri satpam yang berjaga di depan pintu masuk kantor suamiku bekerja.
"Misi Pak, apa Mas Azam masih kerja di dalam?" tanyaku dengan suara lirih, sopan dan berhati-hati.
"Betul Bu, Pak Azam dan Bu Dewi sedang menyiapkan laporan pajak, makanya lembur," jawab security dengan sopan. Aku memberikan respon mengangguk.
"Boleh saya masuk, ada hal penting, tadi di hubungi ponselnya tidak aktif." Aku menunjukan layar ponsel yang sudah beberapa kali melakukan panggilan telepon pada mas suami, tapi tidak dapat jawaban juga.
"Boleh Bu, ruangan Mas Azam dan Bu Dewi berhadapan ada di lantai tiga ruangan paling ujung," jawab security sembari memperagakan dengan tangannya.
Aku beruntung karena berurusan dengan security tidak seribet yang aku bayangkan. Aku pun bisa masuk kantor ini, dan membuktikan apakan yang dikatakan Meli dan Janah benar atau justru hanya gosip semata.
Kesan pertama masuk ke kantor ini tentu aku merasa sangat sepi karena di jam segini tidak ada lagi yang bekerja hanya bagian mekanik dan security yang masih berjaga. Aku yang sebenarnya penakut ingin segera lari balik ke luar, tetapi lagi-lagi pikiranku mengatakan agar menahannya jangan manja dan cengeng. Aku harus cari tahu apa yang sebenarnya terjadi. Setelah memencet tombol lift angka tiga kini aku pun sudah sampai di lantai tiga. Tidak jauh berbeda dengan di lantai dasar, di lantai tiga pun hanya ada dua orang yang masih bekerja dan sepertinya lagi-lagi tim mekanik atau mungkin IT.
Aku mengikuti petunjuk security berjalan dengan tergesa menuju ujung ruangan. Terdengar bisik-bisik dari dua orang itu, tetapi aku mengabaikannya.
Yang pertama pasti ruangan mas suami, tahu dari papan nama yang tergantung di atas pintu. Dengan hati-hati aku membuka pintu ruangan mas suami. Sepi, bahkan lampu pun sudah mati. Tidak habis akal. Aku beralih ke ruangan atasan Mas Azam yaitu Bu Dewi. Kali ini sepi juga, tapi lampu tidak dimatikan seperti ruangan mas suami.
Ingin rasanya aku balik karena dalam dua ruangan itu tidak ada penghuninya, apalagi jujur aku juga takut dengan dua orang laki-laki tadi yang sedang bekerja, tetapi aku tertarik pada pintu lain yang ada di dalam ruangan Bu Dewi apalagi pintu itu terbuka sedikit dan bisa aku lihat ada nyala lampu meskipun tidak seterang pada ruangan kerja.
Dengan perlahan aku masuk. Ruang kerja yang cukup berantakan. Pandangan mataku ternodai dengan kotak kecil yang sangat aku kenal. Yah, mas suami sering memakainya ketika kami melakukan hubungan suami istri dulu saat Gio masih kecil.
Jantung ini semakin berdebar sangat kencang. Aku bergetar, bingung kalau memang apa yang aku takutkan benar terjadi. Cukup lama aku berdiri di ruangan luas ini. Sebelum akhirnya kembali berjalan menuju pintu yang sejak tadi menarik perhatianku.
Deg!! Aku semakin tidak kuat ketika melihat pakaian yang sangat aku kenal berserakan di lantai.
Tuhan, aku harus apa?
Bersambung....
#Mohon dukungannya, tinggalkan like sebelum lanjut baca yah.🙏🏻🙏🏻
Seperti berada di tempat yang angker aku merinding untuk melanjutkan kaki ini masuk ke dalam ruangan itu.
Aku istighfar berkali-kali seraya menenangkan perasaanku sendiri.
"Aku tidak boleh lemah, aku pasti bisa lewati ini semua," gumamku sembari terus istighfar.
Tubuh ini rasanya seperti kehilangan kekuatan ketika aku melihat pakaian yang sangat ku kenal berserakan di lantai. Orang bodoh juga tahu apa yang telah terjadi dalam kamar ini. Aku memegang dada ini dan meremasnya dengan kuat. Jangan ditanya bagaimana rasanya ketika dengan mata kepalaku sendiri aku menyaksikan perbuatan zina suamiku.
Kembali pesan-pesan dari Jana dan Meli melintas dalam pikiranku.
"Mereka sudah sering kepergok keluar masuk hotel." Itu yang di hotel yang dikator seperti sekarang ini bagaimana? Pantas saja aku ketika melakukan hubungan suami istri rasanya Mas Azam seperti kurang menikmati, mungkin karena tenaganya sudah terkuras di kantor, melayani selingkuhannya. Sehingga pulang ke rumah hanya sisa, bekasnya.
Sebegini hinanya menjadi pasangan yang halal hanya diberikan bekas dari melayani wanita lain yang tidak memiliki status apa-apa. Air mataku luluh, tidak pernah merasakan sesakit ini.
Siapa yang terima diselingkuhi seperti ini, termasuk aku yang tidak terima dengan penghianatan ini. Aku mencari ide untuk membuat malu mereka, membalas sakit yang mereka berikan. Tidak mungkin ada perselingkuhan kalau hanya satu orang yang mau, pasti dua-duanya gatal. Gila memang sudah punya anak masih saja kegatelan.
Viral? Yah, dalam otak ini aku berpikir ingin membuat viral suamiku dan gundiknya. Biar tau rasa, setidaknya sebanding dengan apa yang aku rasakan.
Tanpa pikir panjang aku pun merogoh ponselku yang aku simpan di tas, dengan perlahan kembali aku melangkah. Meskipun dalam dada ini ingin menangis meraung, menjerit dan meluapkan rasa sesak yang ada di dada ini ketika melihat suamiku dan gundiknya sedang tidur pulas dengan tubuh yang masih telanjang. Ingin aku jambak rambut wanita itu dan ku benturkan kepalanya ke diding.
Namun, otakku masih waras, aku tidak mau berbuat bodoh yang malah bisa membuat mereka dapat pembelaan. Kalau aku lampiaskan marah ini dengan menjambak apalagi melukai gundik itu, mereka akan dengan mudah membuat aku berurusan dengan hukum. Tidak aku tidak mau seperti itu.
Cekrek ... cekrek ... aku mengambil beberapa kali jepretan kamera. Tidak hanya foto. Aku pun mengabadikan bukti perselingkuhan suamiku dengan merekam untuk bukti kalau mereka memang selingkuh, dan kalau bukti kuat aku akan dengan mudah membuat perhitungan dengan mereka.
Tanpa membangunkan mereka aku pun melangkah pergi. Eh, tunggu dong. Sebelumnya aku mengumpulkan pakaian mereka dengan kaki rasanya jijik kalau harus menyetuh langsung dengan tanganku. Aku tendang ke luar dan aku sembunyikan di pojokan lemari bia mereka tidak bisa pulang karena tidak ada pakaian. Mampus kalian pasti bakal kesulitan cari baju.
Aku pun langsung berpikir untuk membuat mereka malu. Sebelum meninggalkan kantor aku ingin ada saksi yang membuat mereka malu, kalau perlu viral, diarak atau apalah, tapi aku tetap akan sembunyi pura-pura tidak tahu dan melihat pertunjukan mereka. Sayang rasanya kalau aku terlihat buruk di mata mereka, atau mereka tahu kalau awal dari viralnya mereka adalah ulahku.
Tanganku memencet nomor Janah dan bergantian dengan Meli agar mereka memasukan foto yang aku ambil ke grup kantor. Namun, setelah beberapa kali menghubungi Jana dan Meli tidak ada respon, aku pun mengurungkan ingin meng-viralkan pasangan mesum itu.
Aku yakin kalau dengan viral mereka bisa saja memutar balikan fakta, bisa saja menyalahkan istri sah yang tidak bisa melayani suami sehingga suami selingkuh. Sedangkan sebagai seorang istri rasanya aku sudah berusaha sebaik mungkin melayani suami bahkan urusan ranjang aku tidak akan malu menawarkan duluan. Yang penting suami puas. Ah, memang setan kan tugasnya menghasut manusia, termasuk dua orang itu.
"Sepertinya kalau di penjara lebih seru," gumamku sembari bibir ini terangkat sebelah. Baru membayangkan saja rasanya aku sangat puas apalagi, aku rasa bukti yang aku punya sudah sangat mencukupi untuk membuat suamiku mendekam di dalam penjara.
Kini jari-jariku pun langsung membuat aduan secara online pada polisi dan meminta anggota polisi datang ke tempat di mana aku berada sekarang.
Tidak butuh menunggu lama rombongan polisi yang terdiri dari empat orang dua satpam termasuk yang tadi aku sempat ngobrol pun ikut menemui aku.
"Anda yang membuat aduan tadi?" tanya salah satu polisi berpakaian preman.
"Betul Pak, saya menemukan suami saya selingkuh dan buktinya ada di ruangan itu." Aku menujuk ruangan yang tadi aku masuk. Dua orang laki-laki yang tadi sedang bekerja pun mendekat dan mereka bahkan menyalakan ponselnya untuk merekam polisi yang akan membuktikan ucapanku.
"Baik kami periksa yah, Bu," balas polisi lain dan mereka masuk ke dalam sana. Aku pun hanya berdiri di luar. Tidak sanggup rasanya aku menyaksikan secara langsung apa yang terjadi di sana. Dadaku panas tenggorokanku sakit. Aku ingin mengilang sejenak dari muka bumi ini. Aku tidak pernah membayangkan atau terlintas sedikit pun kalau suamiku akan selingkuh. Aku terlalu percaya, kalau Mas Azam hanya mencintaiku.
Namun, nyatanya aku yang terlalu bodoh, sehingga tetap saja percaya meskipun Jana dan Meli sudah beberapa kali mengingatkan hubungan mereka.
Aku coba mengusir pikiran buruk ini, aku kembali menata hati agar aku tidak terlalu lemah, masih ada Gio yang butuh ibunya. Tidak boleh aku lemah dan pasrah, hati ini memang sakit, tapi aku yakin. Tuhan ingin aku tahu semua kebusukan suamiku, bukan untuk membuat aku lemah. Tuhan sedang menguji kesabaranku agar aku menjadi wanita yang kuat. Menjadi ibu yang kuat untuk anaku.
Ku langitkan doa-doa kebaikan untuk diriku sendiri, agar aku kuat dan tidak lemah ketika berhadapan dengan suamiku, atau bahkan setelah ini aku akan dapat masalah yang jauh lebih runyam. Yah sejak saat ini aku tidak lagi ingin mendoakan suamiku. Sejak saat ini aku tidak ingin lagi mendoakan dia.
Aku sudah yakin akan mengakhiri hubungan suci ini. Biarkan Mas Azam mencari kebahagiaannya. Dan aku akan fokus dengan anakku. Dia bukan jodohku, tidak perlu aku bertahan untuk orang yang tidak bisa menghargai istri yang mendoakan dirinya di rumah siang dan malam.
Bersambung.....
...****************...
Bagaimana perasaan kalian, kalau orang yang dengan sungguh-sungguh dicintai, dengan tulus, bahkan kalian selalu mendoakan siang dan malam untuk orang itu. Nyatanya dia justru secara diam-diam memiliki hubungan dengan orang lain di belakang kalian? Sakit, sedih, marah dan benci. Yah, itu yang aku rasakan, bahkan aku untuk sesaat berperang dengan perasaanku sendiri.
Merutuki diriku sendiri yang terlalu bucin, terlalu bodoh dan terlalu percaya dengan pasanganku. Hingga aku tetap percaya apa yang dia katakan. Sebenarnya aku sudah banyak mendapatkan kode-kode kedekatan mereka. Contohnya beberapa kali aku melihat unggahan di sosial media yang menujukan keintiman mereka yang kalau diamati tidak seperti hubungan kerja. Bahkan komen-komen dari rekan kerja Mas Azam yang seolah meledek dirinya dan Bu Dewi.
Namun, lagi-lagi si polos ini menganggap itu candaan biasa layaknya sesama teman, padahal aku baru sadar kalau sebenarnya di kantor ini sudah hampir semua orang tahu hubungan gelap mereka, tapi lagi-lagi jabatan dan kekuasaan, tidak ada yang berani membongkarnya. Tenang saja aku yang akan bongkar karena aku tidak punya jabatan dan kekuasaan jadi tidak ada yang perlu di cemaskan. Jabatan ku saat ini hanya menjadi istri yang malang jadi ayo kita berperang. Aku tidak akan menyerah, demi harga diri aku akan tetap berdiri melawan apa pun nanti yang aku temui di depan sana.
"Ini ada apa yah, kok rame-rame." Suara yang sangat aku kenal, bertanya seperti orang be9o. Aku tersenyum di luar. Yah, aku memilih tidak ikut masuk ke dalam sana, karena hatiku tidak sekuat wanita lain yang ikut labrak pasangannya sedang tidur telanjang dengan pasangan selingkuhanya. Untuk mendengar percakapan dari luar saja hatiku sudah sedih, jijik dan ingin menjambak.
"Kami terima laporan di sini ada perbuatan zina, selingkuh."
"Kenakan pakaian kalian, dan ikut kami ke kantor polisi!"
"Kita nggak selingkuh. Kira melakukanya suka sama suka." Kembali aku tersenyum getir ketika gundik mengatakan pembelaan suka-sama suka juga namanya selingkuh karena dilakukan dengan pasangan orang lain. Kalau suka-sama suka, tapi masing-masing single paling jatuhnya zina saja, dan dosa ditanggung masing-masing, tapi kalau dilakukan dengan pasangan yang sudah memiliki pasangan sendiri ya itu namanya selingkuh.
Gemez aku dengar jawaban si gundik. Heran cara berpikir sangat dangkal seperti itu kenapa bisa jadi pemimpin.
"Terserah suka sama suka atau terpaksa, yang jelas kalian berbuat zina, maka segera kenakan pakaian kalian dan ikut kami!"
"Bajunya di mana?"
"Tidak ada bajunya."
Aku semakin ingin tertawa dengan renyah ketika mereka mencari-cari pakaiannya, aku tidak bisa membayangkan betapa menjijikkan dua pasangan mesum itu. Akhirnya salah seorang anggota kepolisian mencari-cari pakaian pasangan mesum itu. Aku hanya menuduk sembari menggigit bibir bawahku agar tidak kelepasan tertawa terbahak-bahak karena rencanaku berhasil mereka kesulitan mencari pakaian mereka.
Boleh lah diakui kalau aku memang pintar, bisa-bisanya aku kepikiran menyembunyikan pakaian mereka di balik lemari hingga cukup lama mencari-cari dan akhirnya ketemu juga pakain mereka.
Padahal aku berharap kalau pakianya tidak ketemu sekalian biar mereka digiring telanjang bulat. Toh bukanya mereka melakukan perbuatan seperti ini tentu sudah tahu konsekuensinya.
Aku masih setia nunggu di luar, meskipun aku sebenarnya mata ngantuk, biasanya aku akan tidur jam sembilan atau paling lambat jam sepuluh malam, tapi kali ini aku sampai pukul satu rela menunggu di sini. Nunggu sang artis yang sebentar lagi akan keluar.
Tatapan aku dan Mas Azam saling beradu ketika laki-laki itu keluar masih dengan pakaian yang acak-acakan. Aku memberikan seulas senyum sinis. Begitu pula pada gundik yang kalau aku boleh berbangga diri. Jauh lebih cantik dan seksi diriku dari pada gundik itu. Tapi bukanya kata orang untuk jadi pelakor atau selingkuhan tidak perlu cantik atau seksi, syaratnya hanya satu. Yaitu tidak TAU DIRI!
Mas Azam masih terus menatapku, dapat dilihat dari sorot matanya laki-laki itu sangat marah. Aku sendiri masih tetap santai dengan melipat kedua tangan di depan dada, dan juga tubuh menyender ke diding.
"Jadi kamu yang melaporkan kami. Dasar istri tidak tau diuntung. Suami sudah berjuang buat keluarga malah perlakuanya kaya gini." Tepat di hadapanku Mas Azam berdiri dan menatapku dengan tatapan penuh kemarahan. Bukan hanya tatapan saja, tapi kata-katanya meneror mentalku. Lidahnya bak bilah pedang tajam yang siap menebas mentalku.
Aku mengulas senyum terbaik. Ingin aku tunjuk kalau aku baik-baik saja dengan kesakitan yang dia torehkan. "Terus mau kamu, aku diam aja tau suaminya selingkuh, dan zina? Wanita bodoh dan gila pun tidak akan terima kalau pasanganya selingkuh. Lalu kamu minta aku yang waras pasrah dan menerima semua ini. Maaf cara berpikir kita beda!" Mungkin aku yang dulu selalu iya-iya aja, tapi kali ini aku tidak mau lagi.
Sorry to say, aku gak mau terus jadi pemuja cinta. Lo selingkuh gue b@ntai! Itu prinsip aku saat ini.
Terserah ada yang menilai aku itu istri nggak tahu diri istri yang tega memperjarakan ayah dari anaknya. Aku tidak perduli! Saat ini yang aku perdulikan adalah mentalku, dan anakku. Salah tetap salah tidak akan aku mau menganggap yang salah jadi biasa, dan lumrah.
"Pa maaf langsung bawa ke kantor polisi aja, biar mereka bisa istirahat di dalam sel," pintaku. Aku tidak ingin ada mediasi atau musyawara, Aku sudah yakin seratus persen akan membuat laporan atas dugaan perselingkuhan, dan zina. Sekali-kali tukang selingkuh harus dapat karmanya. Jangan sampai terlalu enak, karena gak ada hukum mereka terus mengulang dan mengulang lagi. Bahkan yang lain pun jadi ikut-ikutan udah kaya jamur di musim ujan aja. Mati satu tumbuh seribu.
"Ok, kalau kamu akan laporkan aku, aku juga bisa laporkan kamu. Dengan tuduhan perbuatan tidak menyenangkan." Gunding yang berpakaian acak-acakan pun langsung menyerangku, dengan ancaman balik.
Aku hanya mengulas senyum dan mengangguk dengan santai. "Silahkan Ibu Dewi yang terhormat. Saya persilahkan Anda melaporkan balik saya, tapi ingat melaporkan harus ada buktinya juga, kalau tidak jatuhnya fitnah dan saya bisa melaporkan balik. Dengan tuduhan pencemaran nama baik!"
Wanita gatel itu kembali menatapku dengan sengis sebelum akhirnya mereka digiring ke kantor polisi. Aku tahu mereka tidak bisa langsung dipenjara karena perbuatan mereka bukan pidana melainkan perdata. Ku tarik nafas dalam dan membuangnya perlahan, sesak rasanya jantungku ketika berbicara dengan mereka.
Mencoba tegar nyatanya tidak segampang itu, dadaku rasanya sesak, seperti diikat dengan tali yang kuat. Rumah tangga yang bahagia nyatanya hanya sandiwara saja.
"Bu, ini rekaman dari penggrebekan tadi, mungkin akan di butuhkan untuk laporan nanti." Salah satu laki-laki yang tadi sedang bekerja mendekat ke arahku dan memberikan rekaman yang ia ambil. Aku tersenyum ramah.
"Iya, saya memang butuh rekaman itu, tolong kirim ke nomer saya yah." Aku memberikan nomor ponselku.
Laki-laki itu pun langsung mengirimkan vidio yang ia ambil. Aku sangat bersyukur karena meskipun diriku tidak ikut menyaksikan masuk ke dalam, tapi ada orang baik yang merekamnya dan memberikan untuk bukti padaku.
Bersambung ....
...****************...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!