Perempuan Simpananmu

Callysta menyiapkan bekal makan Felix seperti biasa. Seolah tidak terjadi apapun. Walaupun sesekali Callysta termenung, melamun. Ingatannya mencoba membuka kenangan masa lalu, barangkali perempuan yang dilihatnya kemarin Callysta mengenalnya. Terasa aneh, dan tidak asing. Namun, entahlah siapa sebenarnya perempuan itu.

"Sayang. . ." panggil Callysta pada Felix.

"Hmmm.." jawab Felix singkat.

"Ini bekalnya udah siap. Mau kubuatkan kopi dulu?" 

"Gak usah, aku buru-buru. Ntar beli kopi di jalan aja."

"Oh, oke. Yaudah, hati-hati di jalan sayang."

Suasana terasa semakin canggung anatara Felix dan Callysta. Pikiran Callysta dipenuhi tanya. Sebenarnya kenapa dan apa yang terjadi. Tubuh Callysta terasa lemas, dia kembali lagi ke kamar. Menutupi tubuhnya dengan selimut, sejenak melamun tatapannya kosong. Air matanya perlahan keluar membasahi pipinya yang berjerawat.

"Mungkin emang karna aku gak cantik. Tapi, kenapa? Apa salahku?"

Hp Callysta berbunyi, memecah ramainya suara hati Callysta yang bertanya-tanaya.

"Ha.., lo…." Jawab Callyata terbata sambil menyeka air matanya.

"Sayang, aku kelupaan. Bekalnya ketinggalan."

"Oo..hh, iya? Dimana?"

"Di ruang tamu sepertinya, tadi pas aku mau pakai sepatu."

"Mau aku antar?"

"Gak usah sayang, aku cuma mau ngasih tau aja. Maaf ya."

"Biar aku antar aja sayang, gak papa. Aku sekalian mau keluar."

Tuutt…

Telepon dimatikan oleh Callysta, dia bergegas bangun dan bersiap. Cukup ganti baju yang rapi, pakai kacamata hitam dan masker berwarna putih. Mobil Innova Zenix dikeluarkan dari bagasi, dia kendarai sendiri. Sepanjang jalan menuju kantor Felix Callysta berpikir bagaimana caranya menemukan wanita yang dia temui tempo hari dengan sisa-sisa ingatan dan sekilas saja. Jika wajahnya terlihat jelas pasti akan lebih mudah di kenali.

Setelah sampai di kantor Felix, Callysta sengaja menuju ruangannya. Dia tidak mau basa-basi dan mengikuti arahan Felix seperti biasanya yang harus menunggu di depan gedung. Hpnya sengaja ia matikan, biar tidak di telpon berulang kali oleh Felix.

"Permisi bu, mau ketemu siapa ya?" tanya satpam yang bertugas di depan.

"Mau ketemu pak Felix, saya istrinya." jawab Callysta sambil terus melangkah.

"Oh, silakan bu Callysta."

Setiap orang yang melihat ke arah Callysta menatap aneh setengah penasaran. Banyak dari mereka yang tidak mengenali Callysta, atau mungkin lupa wajahnya. Karena memang Callysta jarang ke kantor Felix ditambah dia mengenakan masker dan kacamata hitam.

Jika berpenampilan seperti itu nyaris tidak ada yang aneh dari Callysta, hanya bentuk badannya saja yang terlihat kurang menarik.

Sebelum masuk ke ruangan Felix ada seseorang yang mencegahnya masuk.

"Maaf ya bu, mau ketemu siapa?"

"Pak Felix ada kan? Bekal makan siangnya ketinggalan nih. Mau saya antar ke ruangannya."

"Oh, giiitu bu." 

Callysta melempar senyum pada wanita itu. Pintu ruangan Felix, dibuka oleh Callysta. Betapa terkejutnya, ketika ada seorang wanita berdiri di sebelah Felix dan tangannya digenggam erat olehnya. Hati Callysta terasa ingin meledak, namun ditahan. Kembali pintunya ditutup perlahan.

"Wanita itu yang kemarin di Mall." tubuh Callysta bergetar. Dia mencoba menahan diri sebisanya, pintu dia ketuk perlahan.

"Tok, , , tok, , , tok, , ," 

"Ya, masuk."

Callysta membuka kacamata dan maskernya, melempar senyum pada mereka berdua. Hatinya tertegun saat melihat sosok wanita berambut lurus sedikit pirang, kulitnya terlihat putih bersih. Badannya ramping berisi, terlihat sexy dan cocok mengenakan baju model apa saja.

"Callysta, ya ampun. Kamu baru aja datang?" sapa wanita itu dan meraih tangan Callysta.

"Iya, Tara. Kamu ada urusan apa di sini?" tanya Callysta sambil menatapnya tajam.

"Aku masih bahas schedule pak Felix."

"Dia sekretarisku sekarang" Felix ikut menjawab.

"Loh, sejak kapan? Kenapa kamu gak pernah cerita?"

"Udah lama, beberapa tahun lalu. Aku emang gak suka cerita masalah kantor kan sama kamu."

"Waw, wah wah. Hebat banget ternyata ya, selamat selamat buat kalian." Callysta tepuk tangan tercengang setelah mengetahui fakta bahwa Tara sudah bertahun-tahun menjadi sekretaris Felix. Sementara Felix dan Tara kebingungan saling menatap.

"Ini ya, bekal kamu dimakan bareng Tara. Aku kayaknya bakal pulang sampe malem, jadi kalo kamu lembur gak papa. Tenang, gak tak cariin. Aku udah tahu."

"Tumben, kenapa? Ada apa sayang?" tanya Felix.

Callysta tidak menjawab, dia melangkah mendekati Tara. Menatapnya tajam, menepuk-nepuk bahunya dan memandangnya sinis.

"Selamat buat kalian berdua."

Callysta meninggalkan ruangan Felix, menutup pintunya dengan membanting keras. Sampai karyawan lainnya menatap ke arah ruangan Felix.

Tanpa malu Callysta melangkah keluar kantor sengaja masker dan kacamatanya tidak dipakai. Membiarkan semua orang menatap wajahnya yang sedang menunjukkan raut kekecewaan. Karyawan lainnya saling menatap tercengang dan kebingungan dengan apa yang terjadi.

Sampai di rumah, Callysta mengemasi barang-barangnya. Melangkahkan kaki untuk keluar rumah.

"Loh, loh. Kamu mau kemana?" tanya bu Ajeng mertuanya.

"Mau liburan bu." Jawab Callysta singkat.

"Mendadak gini? Udah ijin sama Felix?"

"Udah."

Mobil melaju dengan kencang, menuju ke rumah orang tua Callysta. Tanpa pikir panjang Callysta pulang ke rumahnya. Jalanan terasa penuh sesak seperti perasaan Callysta yang penuh dengan prasangka-prasangka. Namun hanya dipendam begitu saja. Ingin membaginya pun pada siapa, sebab dia sudah tidak lagi memiliki teman dekat selain dirinya sendiri.

"Ini kunci mobilnya pak, itu ada barang-barangku tolong nanti bawakan ke kamarku ya pak."

"Baik non." Pak Edo, supir pribadi keluarganya bergegas menerima kunci dan akan memindahkan parkir mobil Callysta ke garasi.

"Papi sama Mami di rumah pak?"

"Bapak masih ada meeting di luar kota non, kalau ibu sedang ada pertemuan sama temen-temen bisnis di restoran katanya. Perlu saya kabari kah?"

"Gak usah pak, saya gak buru-buru kok. Biar sepulangnya Papi sama Mami. Aku mau istirahat dulu."

"Baik non."

Orang tua Callysta memang sibuk dengan urusan bisnis masing-masing. Pak Jaya yang perusahaannya semakin berkembang, tidak hanya di luar kota saja. Bahkan sudah merambah ke kancah luar negri. Relasi semakin luas dan banyak. Bu Shinta ikut andil memegang anak perusahaan di bidang lain. Callysta yang notabene anak terakhir dari 3 bersaudara memang yang paling santai, kedua kakaknya yang juga sudah menikah dan memiliki anak pun ikut andil memegang perusahaan.

Pak Jaya, bukan orang tua yang kolot dan otoriter. Beliau membebaskan anaknya menemukan jati dirinya terlebih dahulu. Kuliahpun dibebaskan mengambil jurusan yang memang diminati anaknya. 

Kakak Callysta yang pertama laki-laki, menjadi tonggak utama mengikuti jejak papinya di bidang yang sama yaitu manufaktur. Jonathan, sebagai tangan kanan Papinya. Sedangkan, kakak kedua Andrew memimpin perusahaan cabang di bidang lain. Karena memang Andrew memiliki minat di bidang otomotif.

Callysta, sendiri masih belum ingin memegang kendali di bidang apapun. Sebelum menikah, dia sudah mulai belajar mengamati di perusahaan kimia. Tetapi setelah menikah, kariernya dia pendam sejenak.

Di kamarnya yang masih sama, dia termenung. Merasa apa yang dilakukannya sia-sia. Tidak bisa dibayangkan apa yang akan terjadi padanya, bagaimana orang tuanya jika mengetahui kedaannya. Susah payah Callysta meyakinkan orang tuanya untuk menikah dengan Felix.

"Ah, sudahlah. Aku mau tidur aja. Capek. Mungkin aku bakal nyewa orang buat nyelidikin kebenarannya." Gumam Callysta sambil menutup tubuhnya dengan selimut.

...****************...

Terpopuler

Comments

Phoenix Ikki

Phoenix Ikki

Kayak jadi ikut merasakan cerita yang dialami tokohnya.

2023-07-30

3

eli♤♡♡

eli♤♡♡

Ditunggu kelanjutannya!

2023-07-30

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!