Sepeninggal Selena, Felix duduk di kursi kebesarannya. Tangannya membuka laci yang berisi foto candid seorang wanita ketika masih duduk di bangku kuliah. Entah seperti apa rupanya hanya Felix yang tau.
“Sepertinya takdir mempertemukan kita untuk yang kesekian kalinya, aku harus berterimakasih pada Papa. Jika bukan karena dia yang menyuruhku untuk menggantikan tugasnya, aku tidak akan pernah bertemu mahasiswi se tangguh dirimu” gumam Felix tersenyum kecil seraya mengusap foto itu.
Kenangan nya kembali pada tiga tahun silam ketika ia menjadi dosen pengganti papa nya, tak lain adalah Dave Wilson. Selain memimpin perusahaan pria paruh baya itu juga menjadi dosen di salah satu fakultas ternama di kota Dubai. Tepatnya menjadi dosen jurusan management. Ilmunya pun ia wariskan pada sang putra, agar Felix nantinya mampu memimpin perusahaan yang ia bangun dari nol.
“Kamu cantik” puji Felix menatap wanita yang berada di dalam foto.
Tiba-tiba lamunan nya buyar seketika mendengar ketukan pintu dari luar. Ia pun kembali memasukkan foto itu ke dalam laci.
“Masuk!” Ucap Felix dengan nada datarnya.
Pintu ruangan pun terbuka, menampilkan sosok wanita paruh baya berjalan anggun menghampiri sang putra.
“Ada keperluan apa sampai Mama datang kemari” tanya Felix masih fokus dengan layar monitor. Lebih tepatnya malas menatap sang Mama.
“Tidak ada, Mama hanya ingin melepas rindu dengan mu. Kapan kau pulang ke mansion? Sudah tiga bulan kau tak pernah menemui Mama, apa kau tidak rindu?” Cecar Grace panjang lebar.
Felix menyunggingkan senyum miringnya.
“Untuk apa? Apa sepenting itukah aku bagi Mama selain kepentingan pribadi Mama sendiri?” Sindiran menohok itu keluar dari mulut Felix.
Dan Grace seketika mengubah raut wajahnya muram mendengar penuturan putranya sendiri.
“Jaga bicaramu Felix, Mama menemui mu untuk membicarakan masa depan mu” ujar Grace.
“Masa depan apa? Felix bisa menciptakan masa depan Felix sendiri, yang terbaik untuk Felix tentunya” ucap pria itu dingin.
“Ini juga demi kebaikan mu, Mama punya kenalan yang mungkin bisa kau jadikan kandidat sebagai calon istrimu. Mama yakin dia wanita yang baik” ucap Grace to the point.
Felix tersenyum miring, sudah ia duga. Topik kali ini tidak jauh dari perjodohan konyol.
“Simpan saja niat Mama mencari calon istri untuk ku. Aku tidak butuh itu. Sebaiknya Mama keluar sebelum aku habis kesabaran” titah Felix dingin.
“Felix, kedatangan Mama kemari tidak ingin berdebat dengan mu. Tolong hargai Mama sebagai orang yang melahirkan mu!” Sela Grace tak terima.
“Menghargai? Termasuk mencampuri urusan pribadi ku? Apa ini yang Mama maksud menghargai?!” Bentak Felix menatap nanar Grace.
“Ini semua demi kebaikan mu Felix! Tolong mengerti!” Sahut Grace tak kalah kerasnya.
Keduanya memiliki sifat sama-sama keras kepala. Maka dari itu Felix sedari kecil tidak terlalu dekat dengan ibunya melainkan dengan ayahnya, Dave. Karena yang bisa mengerti keinginan Felix hanya Dave. Grace selalu memaksakan kehendak nya sendiri demi mendapatkan apa yang ia inginkan tanpa memikirkan perasaan putranya.
Itu alasannya mengapa ia memilih tinggal terpisah dengan orang tuanya daripada berada satu atap dengan Grace.
“Mama saja tidak pernah mengerti keinginan ku, lantas kewajiban apa yang mengharuskan Felix mengerti keinginan Mama? Asal Mama tau, kau adalah ibu paling egois yang pernah Felix temui!” Ucap Felix dengan emosinya di ujung tanduk.
Penuturan itu membuat Grace limbung seketika. Tidak menyangka putranya akan melontarkan kalimat yang cukup membuatnya habis tak punya muka di depan darah dagingnya sendiri.
“Aku tidak peduli dengan apa yang Mama lakukan! Silahkan keluar!” Ucap Felix mengusir Grace.
“Baiklah. Tapi Mama akan tetap pada keputusan Mama” ujar Grace beranjak pergi meninggalkan ruangan Felix.
Pintu tertutup rapat, seketika raut wajah Felix berubah murka.
Aaargghhh!!!!
Pria itu berteriak frustasi, ia tak habis pikir mengapa ia memiliki ibu yang egois tingkat dewa. Bahkan ketika orang lain merasakan kasih sayang seorang ibu ia hanya bisa membayangkan. Felix sama sekali tidak pernah merasakan kasih sayang dari Grace, wanita itu terlalu acuh dan hanya fokus dengan kebahagiaannya sendiri.
Felix mengambil vas bunga dan melemparkan ke dinding.
Pyarrrr!!!!!
Ceklek!
“Astaga Pak Felix!” Teriak Selena terkejut melihat ruangan yang mewah itu berantakan.
Sementara Felix hanya diam dengan tatapan nanar menerawang ke atas.
“Kenapa jadi begini? Apa yang terjadi Pak?” Cecar Selena bingung dengan keadaan yang menimpa bosnya.
Tidak ada jawaban yang keluar dari mulut Felix.
Perlahan langkahnya mendekati Felix yang duduk termenung di kursi kebesarannya.
“Selena..” panggil Felix pelan.
“Ya?”
“Apa kau pernah merasakan kasih sayang dari orang tua mu? Terutama ibu mu?” Tanya Felix tiba-tiba.
Hal itu membuat Selena terdiam, apa yang di maksud atasannya ini? Apakah dia sedang mengalami masalah dengan keluarganya? Mungkin saja, pikir Selena.
“Ehmm.. pernah, tentu saja pernah. Tapi itu dulu, sekarang sudah tidak lagi” jawab Selena.
Seketika pandangan Felix mengarah pada sekretarisnya.
“Kenapa?” Tanya pria itu.
“Karena mereka sudah pergi meninggalkan ku sejak aku duduk di bangku SMA” ucap Selena tersenyum getir. Ingatannya kembali menerawang kesedihan nya delapan tahun silam.
“Maaf, aku tidak bermaksud membuka luka lama mu” ucap Felix merasa tidak enak mengusik masa lalu Selena.
Selena mengangguk mengerti.
“Itu artinya kau hidup sendiri selama ini?” Tanya Felix hati-hati.
Entah dorongan apa yang membuat pria itu tertarik lebih jauh dengan kehidupan orang lain apalagi ini sekretarisnya.
“Ya, seperti yang Bapak ucapkan” ucap Selena menahan airmatanya agar tidak keluar.
Oh ayolah Selena, jangan pernah tunjukkan sisi rapuh mu di depan manusia es ini. Batin Selena mendongakkan pandangannya ke atas agar air matanya tidak jatuh ke pipi.
Felix mengetahui itu. Ia terdiam sejenak, sama sekali tak menyangka wanita yang ia kira kuat dari luarnya ternyata menyimpan kesedihan cukup dalam. Ada sedikit rasa bersalah di hati Felix atas sikapnya pada Selena selama ini.
“Kalau boleh tau, apa penyebab kepergian orang tuamu?” Tanya Felix sedikit kepo.
Selena tampak menarik nafasnya dalam-dalam.
“Mereka meninggal karena insiden kecelakaan saat akan berangkat ke tokyo” ucap Selena setenang mungkin.
Felix tampak mangut-mangut mendengar jawaban dari sekretarisnya.
Hatinya sedikit tercubit mengingat usia gadis itu masih cukup muda baginya untuk menanggung beban hidup sendirian. Sebab usia mereka terpaut tiga tahun.
“Jangan khawatir, jika kau butuh sesuatu katakan saja. Saya dengan senang hati akan membantu mu” ucap Felix menenangkan Selena yang hampir saja menangis.
Eh tunggu, siapa yang frustasi siapa yang memberi ketenangan? Memang aneh atasannya satu ini, pikir Selena.
“Bukannya Bapak yang sedang di landa kesedihan, kenapa jadi Bapak yang menenangkan saya?” Tanya Selena merasa konyol.
“Tidak! Siapa yang bersedih?” Tanya balik Felix pada Selena.
“Lalu ini,ini dan ini apa?” Tunjuk Selena pada pecahan vas bunga yang berceceran di lantai.
“Tidak! Saya hanya mencoba jurus baru” sanggah Felix tak ingin terlihat lemah di depan sekretarisnya.
Selena menaikkan alisnya,
“Benarkah? Lalu kenapa tadi Bapak berteriak?” Cecar Selena masih tak percaya dengan alasan bos nya.
“Kau salah dengar Selena, sudah lah. Kembali ke ruangan mu. Satu jam lagi waktu istirahat. Kita makan di luar, ada sesuatu yang ingin saya bicarakan” ucap Felix tak ingin memperpanjang.
Seketika pikiran Selena mengarah pada misinya kali ini.
“Baiklah, saya permisi” ucap Selena berbalik pergi meninggalkan Felix.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments