BAB 4

Mulai malam ini, Jingga akan tinggal di rumah sakit, di kamar tempat Kovu, pria yang baru saja dinikahinya itu di rawat. Meskipun ini hanyalah sebuah kamar rawat tapi kamar ini jauh lebih mewah dari kamar yang disewa Jingga selama ini, fasilitas di dalamnya pun cukup lengkap. Jingga membaringkan tubuhnya di ranjang yang sudah disediakan untuk dirinya. Jingga memandangi Kovu yang terbaring lemah di ranjang pasien dengan berbagai alat medis menempel di tubuhnya, ia merasa prihatin dengan kondisi suaminya itu.

"Racun apa yang membuat dia sampai seperti ini?" gumam Jingga pelan.

...

"Nyonya Jingga!" panggil seseorang sambil menepuk lengan Jingga pelan. Jingga tersentak dan terbangun dari tidurnya.

"Kapan aku tertidur?" batin Jingga.

"Maafkan saya membuat nyonya terkejut!" ucap seorang wanita muda yang mengenakan seragam perawat. Jingga menatapnya dengan tatapan bingung.

"Si.. Siapa kamu?" tanya Jingga pelan.

"Saya Putri, perawat di rumah sakit ini!" ucap perawat itu.

"Ah!" Jingga menganggukkan kepalanya.

"Sudah waktunya tuan Kovu untuk membersihkan diri." terang Putri.

"Saya sudah membawakan peralatan mandi tuan Kovu." tambahnya. Jingga kembali menganggukkan kepala sambil beranjak dari tempat tidurnya. Jingga dan Putri melangkah bersama mendekati ranjang Kovu dan mereka berdiri di salah satu sisi ranjang itu. Putri mendekatkan peralatan mandi untuk Kovu ke arah Jingga.

"Saya tutup tirainya ya, nyonya!" ucap Putri sambil menarik tirai dan hendak pergi ke balik tirai.

"Tunggu!" seru Jingga sesaat sebelum perawat itu pergi meninggalkannya.

"Ya, nyonya?" tanya Putri.

"Siapa yang akan memandikannya?" tanya Jingga polos.

"Hah?!" Putri tampak terkejut mendengar pertanyaan Jingga itu.

"Bukankah nyonya yang akan memandikan suami nyonya?" ucap Putri balik bertanya.

"Hah?!" Kini berbalik, Jingga yang terlihat terkejut. Seketika wajah Jingga memerah. Sejenak mereka hanya saling menatap tanpa mengatakan apa-apa.

"Apa saya perlu memanggilkan perawat laki-laki untuk memandikan tuan Kovu?" tawar Putri akhirnya.

"Eh! Tidak perlu, sus! Biar saya saja yang memandikan suami saya!" tolak Jingga kikuk.

"Baiklah, nyonya! Saya akan menunggu di luar!" ucap Putri sambil tersenyum lembut pada Jingga.

Jingga mengambil sebuah handuk kecil, lalu mencelupkannya ke dalam baskom berisi air hangat, kemudian memerasnya dan mulai mengusapkan handuk kecil yang lembab itu ke tangan Kovu dengan hati-hati. Jantungnya berdebar dengan sangat kencang, walaupun Kovu tidak memperhatikannya tapi tetap saja Jingga merasa sangat gugup. Selesai dengan tubuh bagian atas Kovu, kini Jingga pun harus membersihkan tubuh bagian bawahnya.

"Apa yang harus kulakukan?" tanya Jingga pada dirinya sendiri.

"Apa aku harus melakukannya?" batinnya. Ia bimbang akan melanjutkannya atau tidak.

Tangan Jingga mendekati celana tidur panjang yang dikenakan Kovu dengan ragu, tapi perlahan ia mulai menurunkan celana itu. Jantungnya berdebar dengan sangat kencang, ia memejamkan matanya.

"Bagaimana ini?" gumamnya pelan. Jingga mulai membersihkan kaki Kovu, ia berusaha untuk melakukannya dengan cepat, tapi ia malah tidak sengaja menyentuh bagian sensitif suaminya itu. Ingin sekali Jingga berteriak, tapi kalau ia berteriak perawat akan datang, jadi Jingga memilih untuk menahannya. Jingga melanjutkan pekerjaannya kembali hingga selesai, ia mengenakan pakaian baru yang bersih kepada Kovu. Jingga menghela nafasnya setelah berhasil membersihkan tubuh suaminya.

...

Jingga duduk di kursi yang berada di samping ranjang Kovu, ia merebahkan kepalanya di sisi ranjang Kovu.

"Bosan!" gerutu Jingga.

"Walaupun tempat ini sangat mewah tapi terus tinggal di sini rasanya sangat membosankan!" lanjutnya. Jingga mengangkat kepalanya lalu memandangi wajah Kovu.

"Kamu juga pasti merasa bosan di sini, kan?!" tanyanya pada Kovu.

"Kamu juga pasti merasa bosan karena terus terbaring seperti ini!" lanjut Jingga. Jingga menghela nafasnya perlahan.

"Aku tidak tahu bagaimana nantinya reaksimu terhadap pernikahan kita ini!" ucapnya pelan. Jingga terdiam terpaku sambil menatap wajah Kovu, ia terlihat seperti sedang memikirkan sesuatu.

"Tapi yang lebih mengkhawatirkan itu adalah bagaimana reaksimu kalau nanti kamu mengetahui kedua orang tuamu sudah meninggal." gumam Jingga, matanya terlihat berkaca-kaca.

"Membayangkannya saja aku merasa sangat sedih, apalagi kalau sampai aku yang merasakannya!" ungkapnya.

"Tapi kamu semangat ya! Kita berdua harus semangat!" Jingga menyemangati Kovu.

"Hidup kita berdua terlanjur kacau seperti ini, jadi kita berdua harus semangat dan saling menolong ya!" serunya.

"Kuharap kamu bisa segera sadar dan bisa memperbaiki semuanya!" tambah Jingga.

"Sreettt!!" Tiba-tiba saja pintu kamar rawat Kovu terbuka. Jingga yang terkejut langsung beranjak dari tempat duduknya. Muncullah tante Miranda bersama pengawalnya dan masuk ke kamar rawat Kovu. Seorang pengawalnya membawa sebuah notebook lalu menaruh notebook itu di meja, menyusunnya seperti akan melakukan pekerjaan dengan notebook itu. Jingga bingung dengan apa yang dilakukan pengawal tante Miranda itu.

"Sudah siap?" tanya tante Miranda pada pengawalnya.

"Sudah, nyonya!" sahut pengawal itu. Tante Miranda menoleh ke arah Jingga.

"Duduklah di sana!" perintah tante Miranda. Jingga tersentak, ia bingung mengapa tante Miranda menyuruhnya untuk duduk di hadapan notebook itu, tapi Jingga tetap melakukannya.

"Apa yang harus saya lakukan?" tanya Jingga polos.

"Klik-lah link yang ada di layar notebook itu!" perintah tante Miranda lagi. Jingga melakukan semua yang diperintahkan oleh tante Miranda dan akhirnya dia masuk ke dalam sebuah forum rapat pejabat perusahaan milik keluarga Kovu. Jantung Jingga berdebar dengan sangat kencang dan rasanya seperti akan meledak. Ini pertama kalinya ia mengikuti forum seperti ini.

"Selamat siang ibu Jingga!" sapa moderator rapat pejabat perusahaan itu.

"Se.. Selamat siang!" sahut Jingga kikuk. Seluruh peserta rapat memberikan salam hormat kepada Jingga karena Jingga menggantikan posisi Kovu yang merupakan pejabat tertinggi sekaligus pemilik saham terbesar di perusahaan yang sudah mendunia itu.

Forum rapat itu pun dimulai. Jingga mendengar dan memperhatikan semua yang dibahas dalam rapat itu tapi ia sama sekali tidak dapat mengertinya.

"Kepalaku sakit!" keluhnya dalam hati.

"Otakku tidak dapat mencernanya sama sekali!" tambah Jingga.

"Sebenarnya apa yang mereka bahas di sini?" gerutunya.

"Bagaimana pendapat dari ibu Jingga?" tanya moderator rapat tiba-tiba membuat jantung Jingga serasa berhenti berdetak.

"Sa.. Saya..." Jingga gugup dan tidak tahu harus menjawab apa, tiba-tiba saja ponselnya bergetar menandakan sebuah pesan singkat masuk. Jingga membaca pesan singkat yang ternyata dari tante Miranda itu yang berisi:

'Katakan kepada mereka kalau kamu menyerahkan dan mempercayakan semua itu kepada tuan Agustian!'

Jingga merasa ada yang janggal dengan perintah tante Miranda kali itu, ia menoleh ke arah tante Miranda yang berdiri di hadapannya tapi tante Miranda malah memberikan tatapan tajam kepada Jingga.

"Apa aku harus mengatakannya?" batin Jingga bimbang. Jingga melirik kembali ke arah tante Miranda dan ternyata tante Miranda masih menatapnya dengan tatapan tajam.

"Saya..." Jingga ragu.

"Saya menyerahkan dan menyerahkan semuanya kepada tuan Agustian!" ucap Jingga akhirnya. Jingga menghela nafas dengan maksud untuk membuat dirinya sedikit lega tapi ternyata tidak! Dadanya masih terasa sesak.

Beberapa pejabat perusahaan yang tergabung dalam forum rapat itu terlihat terkejut mendengar ucapan Jingga barusan, Jingga menyadarinya.

"Sepertinya aku melakukan kesalahan!" batinnya.

"Anda yakin, ibu Jingga?" tanya salah satu pejabat perusahaan yang terlihat seperti berumur 60 tahunan, ia tampak seperti tidak setuju dengan keputusan Jingga. Jingga terdiam sejenak, semua mata tertuju kepada Jingga.

"Ibu Jingga sudah membuat keputusan, beliau pasti mengerti sekali bagaimana jalan pemikiran suaminya makanya beliau mengambil keputusan seperti itu, sudah seharusnya kita menghormati keputusannya!' ucap pejabat perusahaan lainnya yang bernama tuan Arya. Jingga hanya terdiam dan tidak tahu harus bicara seperti apa.

"Ini tidak benar!" ucap Jingga dalam hatinya.

"Apa sebenarnya hubungan tante Miranda, tuan Agustian, dan tuan Arya? Mereka terlihat sangat dekat dan saling mendukung!" tanyanya.

...

Terpopuler

Comments

Nona Fien

Nona Fien

kocak si Jingga 🤣🤣

2023-06-21

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!